Bab 13

203K 4.7K 56
                                    

“Apa hari ini matahari terbit dari barat?” tanya Fandy kepada bartender yang sedang mengocok minuman di hadapannya. Bartender itu tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Seingat saya, matahari masih terbit dari timur pagi ini. Kenapa mister menanyakan hal itu?” tanya bartender itu. Fandy meneguk martininya, “Karena sahabatku ini mau datang dan minum denganku malam ini. Hahahahaha..” Fandi tertawa riang membuat Wilson yang saat ini duduk di sebelahnya hanya tersenyum masam. “Terserah katamu..” ujar Wilson dan mereka melanjutkan berbincang ringan di salah satu bar yang terkenal eksklusif itu.

“But, seriously, buddy. Apa yang membuatmu akhirnya mau keluar dari tempurungmu?” tanya Fandy tiba-tiba. Wilson melihat sahabatnya itu, dia tahu bahwa Fandy memang dari dulu selalu mencoba untuk membuat dirinya untuk tidak ‘bersembunyi’ dari dunia dengan alasan pekerjaan.

“Tidak ada apa-apa.” Ujar Wilson singkat dan dia pun meneguk minumannya. Fandy memiringkan kepalanya, senyum liciknya tersungging jelas menandakan bahwa dia tahu kalau Wilson sedang menyembunyikan sesuatu darinya. “Come on, I know you..” goda Fandy.

Yah, Fandy benar. Fandy tahu betul tentang dirinya, mereka sudah bersahabat lama. Semenjak dia dekat dengan Livia, seperti ada sinar yang memasuki celah hatinya dan membuat sisi lain dirinya yang percaya bahwa masih ada ketulusan di dunia ini. Masih teringat dengan jelas kebahagiaan yang dia rasakan sewaktu bersama-sama dengan Livia, mereka berdua tertawa dengan lepas dan polosnya di taman hiburan kemarin. Tidak hanya itu, bercinta dengan Livia sudah membuatnya hidupnya benar-benar berubah, tidak pernah dia merasa seberhasrat itu. Melihat Livia kemarin hanya mengenakan kausnya yang kebesaran dan tanpa mengenakan pakaian dalam yang membuat puting wanita itu tercetak jelas, membuat bagian bawahnya mengeras dan berdiri, memaksanya untuk ejakulasi saat itu juga. God, Livia memang sudah benar-benar merasuki hidupnya.

Ditatap seperti itu membuat Wilson risih, dan akhirnya dia kalah dengan desakan Fandy kali ini. “Okay, okay. Memang ada sesuatu. A woman, tepatnya.” Wilson melirik ke arah Fandy, dan dia menyesal sudah mengatakan hal itu pada Fandy karena saat ini senyum Fandy begitu lebar dan membuatnya jengkel.

“Aha..!! Sudah kutebak..!! Dan siapa ‘lady’ yang bisa menaklukkan hati pangeran es kita ini?”

Cepat atau lambat, Wilson memang akan bercerita kepada sahabatnya itu mengenai Livia dan mungkin hari ini saat yang tepat untuk mendengar komentar-komentar Fandy, walaupun kadang Fandy terlihat tidak pernah bisa serius, tapi Wilson tahu bahwa sahabatnya itu bisa dipercaya. Karena alasan itu juga dia menemui Fandy malam ini. “Aku akan menceritakan semuanya, tapi sebelum itu, aku harus ke toilet.”

Saat keluar dari toilet pria, Wilson melihat sosok wanita yang dikenalnya dari kejauhan. Wilson ingin kembali ke tempat Fandy, tapi rasa penasaran muncul dalam benaknya dan dia memutuskan untuk mengikuti wanita tadi dari kejauhan, untuk memastikan bahwa apakah benar wanita itu adalah wanita yang dikenalnya.

Wanita itu memakai baju terusan pendek bewarna hitam dan rambutnya yang panjang diikat kebelakang. Wilson semakin yakin bahwa dia tahu sosok wanita itu, tapi yang kini membuatnya penasaran kenapa wanita itu berada di bar ini. Wanita itu berbelok ke lorong menuju ke sisi sebelah timur bar yang terdapat ruangan besar dan didesain seperti restoran yang terdapat meja kecil dan sofa-sofa, suara musik di ruangan tersebut juga tidak terlalu kencang. Wilson melihat wanita itu duduk di meja bersama seorang laki-laki yang kurang lebih sebaya dengannya. Laki-laki itu tinggi, dengan badan yang proposional, dan tampaknya mereka berdua sangat dekat. Wilson mencoba lebih mendekat lagi untuk melihat keduanya, dan terkejutlah dirinya bahwa dugaannya tepat, “Livia..” gumamnya.

Wilson mencoba untuk menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskankannya perlahan, mencoba untuk berfikir sepositif mungkin. Dia perlahan mendekat dan duduk di sofa terdekat dari tempat duduk Livia dan pria itu. Yah, seperti menguntit, entah mengapa dia melakukan hal ini. “Hanya karena rasa penasaran, bukan karena cemburu, bukan.” Batin Wilson.

“Kenapa tiba-tiba kamu mau berhenti? Kita tinggal selangkah lagi..” Kata pria itu kepada Livia. Wilson memasang pendengarannya lebih kuat, “Aku nggak bisa terus menerus membohongi diriku sendiri..” jawab Livia. Wilson melirik perlahan melihat Livia dan pria itu, dan seketika ada perasaan ngilu dalam hatinya melihat pria itu kini sedang memegang tangan Livia erat. Kini dia mengakui bahwa dia menguping pembicaraan Livia bukan karena penasaran lagi, tapi karena dia cemburu.

“Dengarkan aku, jika kamu bisa mendapatkan hati Wilson, semuanya akan menjadi lebih mudah.”

Deg! Jantung Wilson seperti seketika berhenti mendadak, ini bukan yang ingin dia dengar, tapi dia yakin bahwa namanya memang disebut dalam pembicaraan mereka.

Lanjut pria itu, “Aku yakin kamu bisa, dan buktinya kamu sekarang sudah menjadi dekat dengan Wilson bukan?”

Perutnya kini bergolak hebat, hatinya seperti ditusuk ratusan jarum. Wilson tak ingin mendengar percakapan ini lagi, sudah terlihat jelas sekarang. Livia, pria itu, dan kedekatan mereka selama ini, tak ada bedanya dengan tipu muslihat belaka. Livia sama dengan semua wanita itu, hanya mengincar hartanya saja. Wilson pun pergi meninggalkan tempat itu, yang dia inginkan saat ini berada di ruangannya yang gelap, sendirian, untuk menyesali kebodohannya selama ini.

Terimakasih sudah gelar tikar di Tempting You.. Hehehehe.. Terimakasih vote, comment dan follownya ya.. (^^,)

Tempting YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang