Chapter 32

24.8K 2.3K 195
                                    

Flashback

Usai memasang sabuk pengaman, Jungkook lekas menjawab, “Yah. Ada sedikit kendala. Tunggu aku setengah jam lagi, ya, Sayang.”

Pria Jeon itu memutus sambungan telepon. Beberapa saat dia terdiam memandangi potret dirinya dan Jihye yang sengaja ia gantungkan di spion tengah mobilnya seminggu yang lalu.

Hatinya berubah damai—pun diiringi rasa menyesal karena terlampau banyak menyakiti sang istri. Membuang kepercayaan yang Jihye berikan pada dirinya sejak awal membangun hubungan.

Maka setelah ia menyelesaikan semua masalah dan kegaduhan yang dibuat oleh dirinya sendiri—serta sang kakak yang diam-diam melebarkannya, Jungkook berjanji akan membenahi rumah tangga mereka setelah ini.

Jungkook juga ingin menjadi suami yang sesungguhnya. Menjadi pemimpin keluarga yang tangguh dan setia, juga sebagai ayah yang selalu berada di samping jagoannya.

Bukankah memang begitu peran suami dan ayah yang sebenarnya? Hanya saja, Jungkook terlambat menyadari. Pria itu terlalu sibuk mencari kesenangan dunia sampai melupakan sang istri yang memiliki hati yang besar.

Meraup wajahnya, kepala Jungkook mendadak berat. Pertengkarannya dengan Seokjin membuatnya frustasi karena seumur hidup, ini kali pertama bagi Jungkook berani dan berlaku tidak sopan pada sang kakak.

Jungkook tidak pernah gagal menjadi anak dan adik yang baik. Namun, dia selalu gagal menjadi yang terbaik di hidup Jihye. Sebetulnya, Jungkook hanya tidak mengerti di mana rumah yang seseungguhnya.

Bukan wanita-wanita seksi di luar sana, atau wanita penggoda yang dengan sukarela menyerahkan tubuhnya.

Rumahnya adalah Jihye. Dan lagi-lagi, Jungkook terlambat menyadari.

Jungkook baru mengetahui pentingnya Jihye dalam kehidupannya adalah saat wanita itu memutuskan untuk meninggalkannya.

Menginap di rumah Park Jimin dalam waktu yang lama. Mengabaikan dirinya,serta sikapnya yang berubah dingin kepadanya. Jungkook hampa, dan ia merasa kosong.

Kembali pada kondisinya. Jungkook menyeka darah yang kembali keluar dari sudut bibirnya. Tangan kirinya bergerak dan berusaha mencari kontak Kim Namjoon.

Well, mobil Jungkook masih berada di pekarangan rumah Jeon Seokjin. Mesinnya ia nyalakan, namun tidak ada niat untuk melajukan mobil itu.

Dia butuh istirahat setelah badannya nyaris remuk. Mungkin untuk beberapa saat sebelum ia menginjak pedal gas dan mampir ke kedai kue beras kesukaan Jihye untuk membeli dua kotak kue beras.

Akan tetapi, sedetik setelah Namjoon mengangkat sambungan telepon, dengan ketukan kencang dan buru-buru serta seruan sang kakak yang memanggil namanya, Jungkook harus membuang semua niat dan keinginannya.

Karena setelah ia menurunkan kaca jendela mobilnya dan mengabaikan suara Namjoon yang terus mengucapkan ‘hallo’, detik berikutnya Jeon Seokjin mengarahkan pistol ke kepala Jungkook dan menekan pelatuk itu.

Hallo, Bos ... ada apa denganmu?” Suara Namjoon masih terdengar, sedangkan ponsel Jungkook terjatuh entah ke mana. “Bos, apa terjadi sesuatu? Bos—

Namjoon mematikan sambungan telepon. Pergi ke ruang kerjanya, lalu menyalakan komputer canggihnya untuk melacak keberadaan Jeon Jungkook.

Among The Hurt ✓Where stories live. Discover now