Prologue

80.5K 4.3K 106
                                    

Musim dingin kali ini, aku hanya terdiam di rumah besar yang terasa memuakkan. Merenung, sesekali memandang ke luar jendela yang berada di dalam kamarku. Menatap bagaimana buliran salju itu turun dan menutupi rerumputan liar di halaman rumah, serta atap mobil dan pohon yang berada tepat di samping pagar rumah.

Tidak ada yang menyenangkan selain sendirian. Bahkan suara bising yang disebabkan dari arah dapur di bawah sana, nyaris membuat kepalaku pecah. Ditambah saat seruan dari Bibi Han untuk menyuruhku turun dan menyantap makananku, rasanya aku ingin terjun saja dari lantai dua.

Tidak ada juga yang menarik. Barangkali kau akan mati kekeringan di sini, meskipun aku sendiri masih bisa bernapas dengan langkah yang sedikit tertatih.

Mau tahu apa penyebabnya? Tentu saja pria bernama Jeon Jungkook yang telah mempersuntingku dua tahun lalu.

Dia membawaku ke dunianya yang berwarna, tapi dengan kurang ajarnya mendorongku masuk ke dalam lubang hitam yang tak pernah ada jalan untuk keluar.

Aku tidak membencinya. Tidak akan pernah.

Senyumnya adalah napasku. Tidurnya adalah hidupku. Namun, bangunnya adalah kematianku.

Jungkook terlalu banyak memberiku cinta. Berperan apik sebagaimana seorang suami kepada wanitanya. Kecupan hangat di kening dan bibir tak akan terlewat saat kami hendak terlelap ke alam mimpi bersama, serta ucapan selamat paginya yang terus mengalun saat mataku terjaga.

Setidaknya, itu masih terus berjalan sampai seseorang tiba dan mengacaukan kehidupan kami. Berusaha menyangkal dengan seluruh akal sehatku, tapi yang kutemui hanyalah segumpal rasa sakit dan ketidakpercayaan.

Dulu orang-orang mengatakan aku dan dia adalah kaki; akan kesulitan berjalan—bahkan tak seimbang—jika hanya memiliki satu.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, aku memahami bahwa dengan satu kaki pun, kau akan tetap bisa berjalan sempurna jika kau mempunyai kaki tiruan.

Cermin menjadi alasan satu-satunya aku masih bertahan, sebab dialah yang menunjukkan bahwa aku ini istri yang tidak baik.

Lalu, ke mana perginya dia dan cintanya? Aku ... tidak tahu. Yang kuketahui hanya dia mencintaiku, dan aku yang akan selalu menyimpan rasa cintaku untuknya. Meskipun pada kenyataannya, angin telah membawa pergi semua yang aku miliki darinya.

Dia yang spesial, atau aku yang tak sempurna di matanya.

Setiap kali hembusan napasnya menggelitik tengkukku, hujan selalu datang untuk membantu meredam tangisku. Kemudian dalam hitungan cepat, Jungkook akan mengeratkan pelukannya dan berkata, “Aku mencintaimu.”

Aku lebih mencintaimu, Jungkook.

Namun, semua orang pasti memiliki rasa jenuh dan lelah yang datang mendadak—memorakporandakan pertahanan menjadi hancur lebur.

Aku lelah. Barangkali menyerah adalah jalan terbaik agar aku bisa selamat dari lubang hitam yang Jungkook ciptakan. Sayangnya, hidupku seolah diikat dan tunduk akan tangis dan permohonan maaf yang ia tunjukkan di hadapanku.

Kemudian, lagi-lagi aku merasa tertampar oleh diriku yang lain. Dasar lemah. Bisikan itu selalu datang saat aku tengah berdiri sambil menatap cermin; temanku satu-satunya.

Dengan sepercik kekuatan yang kupunya, aku memutuskan untuk tetap duduk memandang ke luar jendela, tanpa ingin pergi. Meskipun pada akhirnya, pintu itu dengan sendirinya terbuka untukku.

-04 April 2019
ymowrite

Among The Hurt ✓Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum