Chapter 29

24K 2.7K 427
                                    

Menghadap cermin rias di dalam kamarnya. Jihye menangis dengan kedua tangan saling mengepal erat.

Kepalanya terus memutar suara Han Jiseo yang menyatakan bahwa janin di dalam perut itu bukanlah darah daging Jungkook.

Ada perasaan lega ketika Jihye mendengarnya. Namun, wanita Park itu jelas emosi karena menurutnya selama ini Han Jiseo hanya memanfaatkan keadaan dan terus menekan hidupnya.

Setahun perselingkuhan itu berjalan. Selama itu pula Jungkook kian jauh, berubah, dan susah untuk digapai.

Jihye hidup bersama Jungkook, namun tak bisa menyentuh dan saling bertukar obrolan. Dan semua itu karena sosok Jiseo.

Seumur-umur menghadapi Jungkook yang berselingkuh, pria itu akan langsung meninggalkan wanita simpanannya setelah ketahuan. Berbeda dengan Jiseo yang sempat Jungkook pertahankan.

Usai keputusan talak yang ia layangkan satu jam yang lalu, wanita itu terkunci di dalam kamar; Jungkook yang menguncinya dari luar.

Tak menahu di mana suaminya saat ini setelah Jihye mendengar keributan di lantai bawah.

Sangat amat menyedihkan. Bahkan di saat begini pun, Jungkook lebih memedulikan Jiseo dibandingkan dengan dirinya.

Begitulah kesimpulan Jihye.

Wajahnya sudah penuh dengan cairan asin sebab ia menyeka air mata tak beraturan.

Saat dipandangnya wajah sendu dari dirinya di pantulan cermin, bersamaan dengan itu pula ponselnya berdering.

Sang suami yang menghubunginya. Dan Jihye tetap mengangkat bagaimanapun keadaannya.

“Hallo ...”

Suara di seberang sana, Jungkook terdengar tengah menghela napas. “Mau dibawakan makan apa? Aku sedang berada di sekitar kedai kue beras kesukaanmu. Mau membawanya pulang?

Tidak ada nada marah atau nada sabar yang terkesan dipaksakan. Jungkook mengaku salah dan sadar akan tindakannya setelah menampar Jihye.

“Kau di mana?” tanya wanita itu dengan suara parau. Jihye tak menghiraukan pertanyaan Jungkook tentang kue beras lagi.

Di dalam mobil. Habis dari rumah Kak Seokjin,” jawabnya. “Jadi bagaimana? Mau membungkus satu kotak kue beras untuk disantap? Biasanya kau terbangun tengah malam dan minta keluar cari makan.”

Suasana hati Jihye mendadak hangat. “Mau ... dua kotak,” balasnya yang disambut kekehan ringan serta desisan halus yang membuat Jihye mengernyit dalam. “Kau baik?”

Seolah melupakan masalah, Jihye lebih terfokus pada suara mendesis dari bibir Jungkook. Jihye sangat jelas mendengarnya.

Yah. Ada sedikit kendala. Tunggu aku setengah jam lagi, ya, Sayang.

Sambungan diputus sepihak oleh Jungkook. Pun Jihye hanya dapat mendesah pasrah.

Ia beranjak dari hadapan cermin. Memasuki kamar mandi dengan tangan membawa selembar gaun tidur hamil yang baru-baru ini menjadi kesukaannya karena Jungkook yang memilihkannya.

Dibandingkan terus memikirkan masalahnya yang kian menumpuk, Jihye memilih untuk membuang sedikit beban kepalanya bersama air dingin yang mengguyur seluruh tubuh terlanjangnya.

Jihye perlu ketenangan setelah semua yang telah terjadi di hidupnya akhir-akhir ini. Dia juga sudah merutuki diri sendiri dan menyesal karena terbawa emosi dan berujung menyudutkan Jiseo dengan semua rasa sakitnya selama ini.

Itu tidak baik. Jelas tidak baik. Ibu dan ayah pasti sangat tidak menyukainya.

“Ibu ... haruskah Jihye terus bertahan?”

Among The Hurt ✓Where stories live. Discover now