Chapter 30

23.5K 2.6K 303
                                    

Flashback


Meraup wajah frustasi. Jungkook mengetukkan jari telunjuk pada meja kerjanya.

Jam dinding pun sudah menunjuk pukul empat dini hari. Hanya saja, ia tidak bisa tidur pulas usai pertengkarannya dengan Jihye.

Bagaimana tidak? Jihye memaksanya untuk membawa Han Jiseo dan tinggal bersama mereka sebagai bentuk pertanggungjawaban.

Nyatanya, Jungkook masih tidak teramat yakin bahwa anak yang sedang dikandung Jiseo adalah darah dagingnya—sebab Jungkook selalu memakai pengaman saat bermain dengan wanita Han tersebut.

Meskipun satu atau dua kali Jungkook sempat kecolongan dengan tanpa menggunakan kondom di antara seks mereka, namun Jungkook masih terlampau sadar jika ia tak bisa seenaknya menumpahkan sperma di dalam rahim wanita lain.

Pria itu bersandar pada punggung kursi. Menatap langit-langit ruang kerja dengan pikiran berkecamuk.

Foto Jihye yang terpajang apik di dinding ruang kerjanya sontak membuat Jungkook menggeram kecil.

Matanya memejam sejenak, sedang kedua tangan mengepal erat merasakan kesal setengah mati.

Bukan pada Jihye, melainkan pada dirinya sendiri. Kendatipun dia tetap kesal pada Jihye karena wanita itu tak kunjung membencinya dan terus-menerus memaafkan kebrengsekannya.

Namun daripada itu, Jungkook lebih kesal pada dirinya sebab terlalu menyia-nyiakan wanita yang selama ini ada untuk hidupnya.

Park Jihye adalah cahaya selama Jungkook hidup di dunia yang amat keras. Melupakan fakta bahwa sang ibu dan sang kakak nyaris membencinya—pun itu semua karena kehadiran Jihye yang selalu membuatnya merasa cukup.

Jungkook menarik rambutnya yang sudah memanjang. Mengusap wajahnya dengab kasar usai mengeluarkan cairan asin melalui mata bulatnya.

Tangannya lekas meraih ponsel di atas meja. Mencari kontak seseorang yang paling bisa diandalkan Jungkook kali ini.

Usai beberapa detik menemukannya, Jungkook langsung menekan tombol telepon dan menenpelkan layarnya pada telinga kanan.

Empat kali nada sambungan berbunyi, disusul suara serak khas orang bangun tidur. Jungkook baru menyadari bahwa ia menelepon di waktu yang kurang tepat.

Ada apa, Bos?”

Jungkook menegakkan duduknya. “Namjoon, ada tugas untukmu.”

Pria bernama Namjoon di seberang sana lekas memijat pangkal hidung dan menguap.

Tugas apa, Bos? Bukannya kemarin saya sudah mengumpulkan bahan rapat?

“Bukan. Bukan itu,” jawab Jungkook. “Kau tahu Han Jiseo, ‘kan?”

Namjoon mengangguk meski ia tahu bahwa bosnya tidak akan melihat respons kepalanya.

Ya, tahu, Bos.

“Cari tahu di mana dia tinggal sekarang. Bawa wanita itu padaku tanpa luka sedikit pun. Nanti di kantor, aku akan menunggu.”

Pria Kim di seberang sana mengembuskan napas sedikit tak suka. “Tapi, Bos ... bagaimana cara mencarinya? Seoul ‘kan besar.

“Apakah gajiku selama ini kurang untuk kau yang hidup sendirian?”

Namjoon meneguk saliva susah payah manakala mendengar suara dingin dan tegas dari bosnya.

Tidak, Bos. Baik, saya akan mencari Han Jiseo sampai ketemu.

Usai memutus sambungan, Jungkook mengantongi ponselnya dan beranjak dari ruang kerjanya untuk kembali ke kamarnya.

Among The Hurt ✓Where stories live. Discover now