Chapter 09

27.4K 2.9K 978
                                    

Pelan-pelan bacanya sambil dengerin lagu di atas. *ini lagu jadul banget, tapi artinya dalem.

Musim dingin baru saja datang ketika Jihye terjaga satu jam lebih awal daripada Jungkook.

Pantas saja beberapa hari yang lalu memakai selimut tebal tidak berpengaruh sama sekali.

Tak terbiasa memakai kaus tebal di dalam rumah, Jihye terus mendengus dalam sarapannya.

“Kenapa, Sayang?” Jungkook sejenak menghentikan ritual mengisi perutnya. “Sakit lagi?” tanyanya cemas.

Jihye menggeleng, “Musim dingin kali ini benar-benar membuatku tidak nyaman.” Wanita itu melanjutkan makannya. “Aku tidak suka pakai kaus tebal,” sungutnya disertai muka masam.

Jungkook terkekeh geli, mengecup pipi sang istri yang teramat dingin. “Telanjang saja kalau begitu,” bisiknya membuat Jihye lekas melayangkan tinju di lengan Jungkook.

Barangkali sikap kekanakan dan mudah merajuknya itu faktor dari kehamilannya—meskipun Jungkook belum tahu-menahu tentang satu nyawa di dalam perut sang istri.

Yang pria itu pikirkan hanyalah sebulan ini Jihye memang selalu menempel dan melarangnya untuk pergi ke kantor sendirian. Bahkan seminggu ini Jungkook tak menyambangi perusahaan sebab Jihye yang tak mau ditinggal terlalu lama. Beruntung Kim Namjoon selalu terandalkan dalam mengurusi kantor.

Namun, masalahnya bukan karena ia bosan menemani Jihye-nya di dalam rumah, atau selalu ditempeli Jihye ke mana pun ia pergi.

Jungkook agaknya merindukan wanita yang telah ia simpan apik di apartemen belakang rumah mewahnya. Setidaknya, Jungkook mampu mengelus dada karena wanita Han itu mampu mengerti sifat manja istrinya yang muncul baru-baru ini.

“Makan brokolinya, Sayang.” Jihye menyumpit brokoli kukus, kemudian menghadapkan di depan bibir Jungkook.

Akan tetapi, Jungkook segera menjauhkan sayuran hijau tersebut. “Kau tahu kalau aku tidak suka sayuran hijau. Kau makan saja,” tolaknya lembut.

Jihye memberengut, bersikeras untuk memaksa Jungkook memakan brokoli meskipun berujung dengan penolakan.

“Makan atau malam ini tidur di kamar tamu?!” ancamnya dengan tatapan tajam yang dibuat-buat.

Sementara air muka Jungkook berubah masam, bibirnya mulai terbuka untuk menerima suapan dari sang istri. “Ji, sumpah ini tidak enak,” katanya belum juga mengunyah brokoli yang ada di dalam mulutnya.

“Itu enak, serius. Kunyah dulu.”

Terpaksa, Jungkook pada akhirnya menggerakkan gigi untuk mengunyah habis brokoli ketidaksukaannya.

Menaikkan sebelah alisnya, Jihye lantas bertepuk tangan manakala Jungkook menelan dengan sangat susah payah. “Enak, kan?” tanyanya senang.

“Enak pantatmu.” Jungkook melirik jengkel, disusul tawa kecil dari wanitanya.

“Pantatku kan memang enak,” jawab Jihye spontanitas.

Mengerutkan kening, Jungkook lantas mendekat pada sang istri, mengecup ceruk lehernya sambil berbisik, “Mau kumakan pantatmu di sini, hm?”

Seketika Jihye meremang, ditambah tangan nakal Jungkook yang mengusap pelan pahanya. “Mesum!” serunya kesal.

Jungkook menggerutu dalam diam. Memandangi sosok cantik istrinya dalam segi mana pun, membuatnya nyeri seketika.

Barangkali melepaskan Han Jiseo adalah kesalahan, tapi menyakiti wanita sebaik Park Jihye adalah penyesalan.

Jungkook sadar betul perubahan sikap yang ia tunjukkan pada Jihye semenjak kehadiran wanita Han tersebut. Namun, hatinya tentu teriris manakala dengan salah mengambil sikap dan membuat Jihye-nya menangis.

Among The Hurt ✓Where stories live. Discover now