CLBK 26

22.4K 2.7K 184
                                    

Bab 25 silakan baca di Karyakarsa ainunufus judulnya LANGIT KALA SENJA BAB 25. Makasih ❤️❤️

***

Tak ada yang istimewa dari sebuah taman sekolah SMA Gemintang. Sama seperti di sekolah lain, taman dengan kolam ikan di tengah-tengah, rumput Jepang yang seperti karpet hijau membentang di taman, dan kursi kayu di pinggir taman, tepat di bawah pohon-pohon tinggi yang rindang. Yang membuat beda mungkin sekumpulan kaktus yang tertata rapi melingkari kolam. Lovatta duduk di salah satu kursi taman bersama Langit saat istirahat tiba.

"Ayo makan!"

"Masih kenyang, masih mau nyelesaiin tugas gambar," jawab Lovatta yang tengah sibuk mencoret-coret kertas gambarnya.

Di SMA Gemintang ada pelajaran kesenian yang wajib dipilih, masing-masing siswa boleh memilih seni rupa, seni musik, atau seni tari. Lovatta memilih seni rupa karena menyukai seni 3 dimensi seperti seni kriya, seni arsitektur. Tapi dia tak mahir dengan seni rupa 2 dimensi seperti melukis.

Langit mengambil secarik kertas bekas yang Lovatta buang karena merasa gagal dengan gambarnya. Cewek dengan peluh di dahi tak menyadari bahwa Langit memperhatikan sejak tadi dan mulai memainkan pensilnya. Si Kapten basket tak hanya jago memainkan bola basket tapi juga pensil di atas kertas. Langit mulai menggambar sketsa wajah Lovatta yang menunduk sibuk. sesekali senyum Langit mengembang tanpa sadar. Gadisnya begitu lucu saat berekspresi kesal karena gambar yang tengah dibuat sepertinya tak menarik.

"Aish... kenapa gambar gue jelek terus si?" keluh Lovatta lalu melirik Langit yang langsung menyembunyikan kertasnya.

"Lo gambar apa?" tanya Lovatta, penasaran.

"Nggak ada," jawab Langit, singkat. Masih menyembunyikan gambarnya.

"Gue lihat tadi."

"Udah, lo terusin gambar lo."

"Tapi gue mau lihat lo gambar apa."

"Gue nggak gambar."

"Jelas-jelas lo tadi gambar. Buruan lihat!"

Lovatta memaksa ingin merebut kertas di tangan Langit. Tapi Langit dengan jari telunjuknya mendorong kening Lovatta agar menjauh karena posisi mereka sekarang terlalu dekat.

"Jangan deket-deket!" Langit mengibaskan tangan pertanda Lovatta harus menjaga jarak.

"Udah ah, gue mau ke kantin aja."

Mood menggambar Lovatta hilang. Apalagi dari awal dia memang tak pandai menggambar. Bibir Lovatta mengerucut, lalu mencibir pada Langit.

"Jelek banget sih, lo," ucap Langit seraya mengetuk kening Lovatta dengan kertas yang dia pegang.

"Jelek juga lo mau." Lovatta mengambil kesempatan, meraih kertas yang Langit pegang.

"Niatnya biar nggak perlu capek hati, kalau jelek kan gue doang yang suka."

"Langit, ish. Nggak lucu."

Langit tersenyum tipis, menarik kepala Lovatta dan merangkul bahunya. "Tapi ternyata pacar gue banyak penggemarnya. Ngeselin," bisik Langit dan seketika Lovata tersipu di bawah naungan pohon rindang, memegang kedua pipinya.

"Btw, lo jago banget gambar kenapa nggak masuk kelas seni rupa malah masuk kelas musik sih?"

"Karena gue nggak bisa main musik."

"Nggak bisa kok malah dipilih?"

Lovata memberanikan diri menatap Langit, biasanya dia selalu menghindari tatapan cowok yang jarang senyum itu. Karena sekali bertatapan, jantungnya langsung berdebar tak keruan dan rasa malu langsung menjalar di seluruh wajahnya. Seperti sekarang ini, matanya seakan terkunci dan dia tak mampu menutupi perasaan sukanya pada Langit. Sungguh memalukan, pikir Lovatta.

LANGIT KALA SENJA (Revisi)Where stories live. Discover now