CLBK 24

17.9K 2.7K 210
                                    

Mata Lovatta bergerak ke sana-ke mari pertanda dia tak nyaman. Dia takut seseorang atau bahkan Langit melihatnya bersama Senja hanya berdua. Langit jelas sudah memberinya perintah untuk tak pergi ke mana-mana selesai acara. Tapi Senja justru mengajaknya bicara berdua.

"Sebenernya mau ngomong apa sih? Dan kenapa di tempat sepi gini?" tanya Lovatta masih dengan mata waspada.

"Kalau ada masalah di event ini harusnya lo ngomong sama gue. Kan gue ketua panitianya. Jadi gue bisa bantu lo. Kenapa lo justru bilang sama Langit?"

"Itu.... soalnya gue nggak mau lo kena masalah."

"Tapi lo malah bikin Langit menilai gue nggak becus ngurus event ini. Dia jadi ngekhawatirin lo."

"Sorry. Lo kena marah Langit ya? Nanti deh gue ngomong sama dia."

"Bukan itu masalahnya. Dia berhak marah sama gue karena gue lalai sebagai ketua panitia. Tapi gue mohon kalau ada apa-apa di event ini lo ngomong sama gue. Ok?"

Lovatta mengangguk dan merasa sangat bersalah. Senja yang biasanya manis terlihat berbeda dan dia jadi merasa takut. Lovatta tak mampu menyembunyikan rasa takutnya.

"Sekarang lo tenang aja. Semua akan gue urus. Maaf ya kalau cara bicara gue bikin lo takut." Senja meraih tangan Lovatta dan menepuk-nepuk punggung tangan Lovatta.

"Lo nggak salah. Gue cuma nggak mau lo kena masalah tapi ternyata lo malah dimarahin Langit." Bahu Lovatta melorot pertanda dia sangat menyesal.

"Ya udah, ayo gue anter pulang."

"Gue pulang sama Langit."

"Dia jemput lo?"

Lovatta menggangguk cepat. "Gue duluan ya!"

Seketika Lovatta melesat dan merasa lega akhirnya bisa terlepas dari Senja. Dia tak mau ada kesalahpahaman dari orang yang melihat mereka hanya berdua. Dia merogoh saku celananya mengambil ponsel putih. Sebenarnya dia pulang sendiri, hanya saja dia tak mau pulang dengan Senja.

Lovatta mengambil tas ransel hitamnya dan keluar sekolah sembari memesan ojek online. Dia menabrak Langit yang sengaja berdiri di tengah-tengah karena tahu Lovatta tengah berjalan dengan mata menatap ponsel.

"Aw, sorry," ucap Lovatta masih tak mengubah fokus pandangannya. Tapi saat indera penciumannya mencium bau parfum white musk yang selalu dipakai Langit, dia langsung menengadah dan senyumnya merekah.

"Langit. Kok lo di sini?"

"Jemput pacar," jawab Langit dengan sedikit menunduk.

"Gue dong?"

"Bukan." Langit mencubit pipi Lovatta seperti biasa karena gemas.

"Hah? Pacar lo kan gue."

"Pake nanya."

"Ish.... ngeselin!" Lovatta mengerucutkan bibirnya dan disentil Langit.

"Ayo pulang." Langit meraih tangan Lovatta.

Sementara Lovatta hanya senyum-senyum ditahan di samping Langit setelah mencancel pesanan ojek online. Cinta lama memang sulit dilupakan. Dan merasa dimiliki itu terasa menyenangkan. Lovatta mengayun-ayunkan tangannya yang digenggam Langit.

"Kenapa sih kita nggak dari dulu gini?" tanya Lovatta tiba-tiba.

"Karena gue baru tahu lo nggak selemah pemikiran awal gue."

"Maksud lo?"

"Ternyata lo bukan kelinci manis."

"Gue manis kok. Iya kan gue manis?" Lovatta menarik-narik kaos Langit.

LANGIT KALA SENJA (Revisi)Where stories live. Discover now