CLBK 17

21.7K 3K 437
                                    

SMA Gemintang, sekolah dengan 3 lantai dan sangat luas hanyalah sebesar daun kelor bagi Lovatta. Setelah dia meminta maaf dan kembali bertemu dengan Langit di kafe namun diabaikan, kini Lovatta ketemu lagi di perpustakaan.

Lovatta ragu untuk menyapa meski mereka kini saling menatap. Dia takut saat menyapa, Langit akan mengabaikannya seperti saat di kafe Brown. Lovatta pun memilih mundur tidak jadi memasuki lorong di mana Langit tengah memilih buku. Menghindari rasa diabaikan meski hati sangat merasa bersalah.

Rasa bersalah yang semakin memuncak setelah apa yang dia dengar dari mamanya. Dua malam dia sulit tidur karena memikirkan hal itu. Lovatta menghela napas berat karenanya.

Haruskah dia menjelaskan soal dia dan Senja?

Lovatta resah di tempat duduknya tidak jadi mengambil buku untuk dibaca. Dia ingin menjelaskan tapi dia takut dengan respon Langit yang kini mmebencinya. Dia tidak sanggup mendengar ucapan dingin Langit. Hanya akan menambah rasa sakitnya.

"Boleh duduk di sini?"

"Ah, iya." Lovatta terkejut dengan kehadiran cowok yang tengah dia pikirkan.

Lovatta melirik diam-diam ke arah Langit. Mata yang menjorok ke dalam dengan alis tebal dan ditambah hidung mancung membuat Langit terlihat sangat tampan. Lovatta menggigit bibirnya, sementara tangannya di bawah meja meremas roknya salah tingkah sendiri. Tidak ada benda yang bisa menyembunyikan ketidaktenangannya.

"Kenapa?" tanya Langit, menurunkan buku yang dia baca.

"Nggak pa-pa."

"Lo mau gue pindah?"

"Jangan!" Lovatta menutup mulutnya menyadari bahwa dirinya terlalu cepat dan terlalu keras menjawab.

Langit menahan senyumnya, mengangguk, membaca lagi bukunya.

"Lo nggak makan siang?" tanya Lovatta pelan dan Langit menurunkan bukunya.

"Gue di sini."

"Nggak laper?"

"Lo mau gue temenin makan siang?" tanya Langit.

"Eh, bukan, bukan," jawab Lovatta gagap.

Suasana kembali hening.

"Tapi emang lo mau nemenin makan siang?" tanya Lovatta, terlihat jelas untuk menanyakan hal itu dia mengumpulkan tenaga dan keberanian maksimal.

"Ayo!"

Lovatta kaget setengah mati Langit langsung berdiri dan mengulurkan tangan. Tidak menyangka mendapat respon seperti ini. Lovatta susah payah bangkit dari posisinya karena tubuh memdadak kaku.

Bagaimana kalau orang pada lihat? Gosip apa yang akan muncul jika dia ke kantin bersama Langit? Semua pertanyaan itu melintas di kepala Lovatta. Tapi Lovatta tidak bisa mundur karena dia kini sudah keluar dari perpustakaan.

"Kenapa?" tanya Langit yang melihat gelagat Lovatta.

"Takut ada gosip," jawab Lovatta.

"Gosip atau Senja?"

"Gue nggak pacaran sama Senja."

"Oh."

"Kemarin dia cuma mau bantuin gue."

"Ngapain lo bilang ke gue?"

"Gue nggak mau kalian berantem. Kala jadi nyalahin gue."

"Oh jadi lo nggak mau disalahin?"

"Bukan. Sebenernya gue nggak mau lo salah paham. Gue nyesel, gue jadi ngerasa bersalah, dan nggak bisa tidur."

Langit menunduk mensejajarkan wajahnya. Kedua tangannya mencubit kedua pipi Lovatta dengan gemas.

LANGIT KALA SENJA (Revisi)Where stories live. Discover now