CLBK 15

20.8K 2.8K 268
                                    

Setelah menangis semalaman, mata Lovatta tidak bisa disembunyikan. Dia takut papanya akan banyak bertanya. Karena itu dia meminta mamanya agar membantunya bicara dengan papanya. Suasana di meja makan terasa tegang padahal semua biasa saja. Seperti biasa hanya ada mereka bertiga karena Aretha sudah kembali kuliah dan dengan suasana sunyi. Lovatta terus menggerakkan kakinya pertanda resah.

"Pa...."

"Ya?"

"Papa kok diem?"

"Biasanya juga diem." Daneer menoleh, mengerutkan kening. Daneer memang bukan tipe papa yang cerewet. Bicara seperlunya tapi bukan juga tipe papa yang cool.

"Papa nggak nanya mataku bengkak?"

"Tadi kata mama, papa nggak boleh tanya suruh diem. Katanya masalah anak muda."

Lovatta nyengir seketika. Dia sendiri yang minta tolong mamanya tapi dia sendiri juga yang resah karena papanya diam saja.

"Papa memang yang terbaik!" Lovatta mengangkat kedua jempolnya.

"Oh ya. Besok aku jual preloved bajuku papa sama mama jangan ikutan beli lho."

"Memang kenapa?" tanya Kirana.

"Ya masa aku yang jualan mama sama papa yang beli. Aku kan pengennya yang beli orang lain biar berasa gitu."

"Mama sama papa kan juga mau beramal."

"Ya mama sama papa belinya terakhiran aja. Kasihan orang lain yang mau beli bajuku jadi nggak bisa. Bulan kemarin banyak yang DM sedih pen beli baju-bajunya. Terutama pelanggan setiaku, Ma."

"Punya pelanggan setia?"

"Ada dong! Dia itu pelanggan pertamaku. Dia pasti selalu beli. Mana anaknya baik lagi, nggak pelit. Jadi kalau beli tuh suka dilebihin uangnya, katanya lebihannya buat disumbangin sekalian."

"Ya udah deh Mama ngalah."

Pagi ini ternyata nggak seburuk dugaannya. Sarapan kali ini berjalan lancar dan menyenangkan. Lovatta tidak sabar menanti hari Sabtu. Senyumnya pun melebar walau baru membayangkan saja. Meski hati tengah terpuruk, dia harus menciptakan kebahagiaannya sendiri. Dia ingin melakukan kebaikan agar pikirannya tenang dan tidak terus-terusan memikirkan Langit.

***

Civic turbo putih milik Lovatta sudah terparkir manis di tempat parkir. Meski masih banyak kasak-kusuk tentang dia tapi Lovatta berusaha menulikan telinga. Apalagi Senja yang mengatakan bahwa mereka pacaran sedikit mengurangi rasa malunya yang luar biasa. Julukan pengemis cinta yang disematkan padanya pun kalah oleh rasa iri orang-orang yang bisa menjadi pacar Senja.

Lovatta mengambil napas panjang, olah raga mulut, dan tersenyum lebar sebelum keluar mobil. Kebahagiaannya hari ini bergantung senyumnya di pagi hari. Dia perlu menstimulasi diri untuk bahagia. Rasa bahagia datang dari diri sendiri bukan dari orang lain.

"Semoga hari ini menyenangkan!" Doa Lovatta sebelum keluar dari mobilnya.

Masih ada beberapa orang yang memperhatikannya. Tapi dia ingat ucapan Senja untuk mengabaikan dan menulikan telinga. Pelajaran pagi ini lebih butuh perhatian dari pada masalah yang itu-itu saja, akuntansi.

Lovatta urung meletakkan tasnya di kursi ketika melihat ada kotak biru di sana. Dia mengambil kotak itu dan menanyakan pada teman di kelas, siapa yang meletakkan di kursinya. Tapi tak ada yang tahu.

Begitu penasaran jadi Lovatta membukanya dan matanya langsung berbinar ceria. Kotak berdiameter cukup lebar itu berisikan Chocolate Sea Shells, salah satu jenis coklat Guylian yang merupakan merek cokelat terkenal dari Belgia.

LANGIT KALA SENJA (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang