CLBK 18

21K 2.9K 248
                                    

Sabtu yang dinanti tiba, Lovatta dan Via siap dengan peralatan perangnya. Amplop, gunting, plester, dan kertas alamat sudah tertata rapi. Lovatta dan Via yang penuh semangat itu tersenyum sumringah sebelum memulai pekerjaannya.

Kedua gadis itu siap membungkus baju belas mereka yang dijual lewat instagram milik Lovatta. Dengan semangat mereka mengerjakannya. Hanya butuh 1 jam mereka sudah menyelesaikan karena memang yang dijual hanya sedikit. Baru baju-baju mereka saja yang sudah tak dipakai lagi.

"Eh, itu yang punya Penjagakekayaan gue aja yang packing," seru Lovatta seraya mengambil kertas alamat.

"Kenapa?"

"Gue mau kasih bonus."

"Kebiasaan. Kenapa cuma dia?"

"Habis dia kalau transfer selalu dilebihin. Gue kan nggak mau hutang."

"Kali ini mau dikasih apa?"

"Pita rambut."

"Kemarin pita masa sekarang pita lagi," ucap Via.

"Habis gue punyanya pita rambut sama pin semangka. Tapi kalau pinnya kan dari Langit, masa gue kasih ke orang."

"Bagus malahan. Sekalian buang kenangan."

"Udah pernah gue buang tapi gue ambil lagi karena sayang," ucap Lovatta lalu nyengir lebar.

"Ya udah terserah lo deh."

"Via, gimana kalau besok kita ajak temen sekelas?"

"Ajakin ke Panti?"

"Itu boleh. Tapi yang aku maksud ajakin ikut jual baju mereka yang udah nggak mereka pakai tapi masih bagus gitu."

"Oh, boleh-boleh."

"Jadi kan uang yang kita dapat makin banyak. Jadi kita bisa nyumbang lebih banyak."

"Berarti kita butuh bikin proposal. Biar keren gitu walaupun ini projek kecil. Tapi kalau meyakinkan siapa tahu bisa berkembang," ucap Via.

"Temen gue yang satu ini emang cerdas. Bikin proposal juga yang menarik jangan yang kertas hitam putih. Harus yang kekinian."

"Kalau itu gue serahin ke lo, kan lo yang jago desain."

"Sip! Ah, gue jadi nggak sabar. Ngelakuin hal baik itu emang nyenengin yah." Lovatta berseru senang.

****

Tiga cowok keren tengah berkumpul di rumah Kala. Langit sibuk membaca majalah di atas kasur, Senja membantu merakit gundam milik Kala. Sementara yang punya kamar masih mandi.

"Ponsel lo bunyi," ucap Senja.

"Biarin aja."

"Gue balesin?" tanya Senja.

"Siapa sih?"

"Pipi Donat."

Seketika Langit bangkit mengambil ponselnya.

"Kalian deket lagi?"

"Biasa aja."

"Syukur deh kalau kalian udah baikan. Nggak tega gue lihat Lova matanya sering bengkak."

Yang diajak bicara justru sibuk membalas pesan. Senja tersenyum tipis melihat tingkah Langit. Membalas pesan Lovatta saja seperti membalas pesan dari presiden, kebingungan sendiri.

"Lova ngajakin gue ke panti. Lo keberatan nggak kalau gue jawab iya?" tanya Langit.

"Ya kalau dia ngajakin hal baik kenapa ditolak."

"Thanks. Oh ya, gue pergi karena gue tahu kalian nggak pacaran. Jadi gue bukan ngerebut pacar orang kan?"

Senja mengangguk, tersenyum tapi kali ini senyum yang terpaksa. Dia tahu setelah ini dia kehilangan kesempatan. Apalagi tak ada pesan yang masuk di ponselnya.

LANGIT KALA SENJA (Revisi)Where stories live. Discover now