t i g a b e l a s

2.4K 325 26
                                    

Harry menghela napas berat begitu mobil yang ditumpanginya berhenti di depan gerbang sekolah. Ia lalu melirik kearah Danny--driver keluarga Keiko-- dan menggumamkan kata terimakasih. Kemudian ia mengalihkan pandangannya pada gadis dalam balutan dress satin berwarna biru pastel dan rambut hitam legam sepunggung yang diikat dengan pita biru disebelahnya. Nagisa Keiko.

"Kamu akan pergi ke Rumah Sakit untuk terapi nanti 'kan?" Harry melirik gadis itu dengan pandangan menyelidik. Bukan rahasia lagi kalau Keiko sangat membenci kegiatan terapinya itu.

Bibir Keiko dimajukan setengah senti saat ia membalas, "Iya, keriting cerewet. Aku tidak akan bolos terapi lagi hari ini."

Harry tertawa pelan, diusapnya kepala Keiko perlahan. "Baiklah. Terimakasih sudah mengantarku." ucap Harry disertai senyum kecil.

Keiko sendiri menyunggingkan senyum lebar, jemarinya perlahan menyentuh lengan Harry dan mengusapnya perlahan. Matanya benar-benar berbinar saat ia mendaratkan pandangannya ke manik mata Harry. "Bukan masalah besar." jawab gadis itu. "Aku senang bisa melakukan hal ini lagi. Ku kira aku akan tidur selamanya."

"Sst." Harry menggelengkan kepalanya dan balas menggenggam jemari Keiko yang berada di lengannya. "Kamu ini ngomong apa sih? Yang penting kan sekarang kamu sudah sadar."

"Harry," panggil Keiko perlahan. Matanya terasa panas tanpa alasan yang jelas. "Terimakasih karena tidak menyerah selama dua tahun ini. Aku sangat berterimakasih karena kamu tidak putus asa melihatku."

"Tentu saja, Kei. Mana mungkin aku menyerah." balas Harry langsung dengan kening berkerut.

"Tapi, Harry," panggil Keiko lagi. "Pernah tidak sih, kamu.. berpikir kalau aku tidak akan pernah sadar lagi?"

Pertanyaan polos Keiko kontan membuat tubuh Harry membeku seketika. Garry tidak tau. Laki-laki itu benar-benar tidak tau jawaban macam apa yang harus diberikannya.

"Aku.." Harry terlihat ragu sejenak. "Jujur, Kei, aku sempat memikirkan kemungkinan itu. Maksudku, sudah dua tahun dan kamu masih belum sadar juga. Aku.. sempat kehilangan harapan."

Keiko mengunci mulutnya rapat-rapat dan menatap Harry lembut, menunggu laki-laki itu melanjutkan perkataanya. "Kamu tau seperti apa aku saat kamu tidur panjang? Aku berantakan, Kei. Sangat berantakan." sambung Harry lirih.

Keiko bisa melihat sorot kepedihan di mata Harry yang membuatnya merasa sangat bersalah. Bersalah karena sempat meninggalkan laki-laki itu seorang diri. Namun Keiko sadar, kalau ia memang harus meninggalkan Harry seorang diri selama beberapa saat. Agar laki-laki itu bisa bertemu dengan cahaya yang mampu menuntunnya keluar dari kegelapan. Seorang blasteran dengan nama Yukiko Evans.

Harry lalu menghela napas dan menyunggingkan senyum lega, "Tapi semuanya sudah kembali seperti semula sekarang kan? Kamu sudah sadar dan kita bisa bersama lagi. Everythings fine."

Keiko mengeluarkan tawa hambar, "You're great at faking things."

Kali ini Harry menatap Keiko dengan sorot tak terbaca. Emosi yang di dadanya tercampur aduk. Ia tidak menyalahkan Keiko yang telah mengenalnya sejak kecil karena bisa dengan mahir membaca perasaanya yang sebenarnya.

"Tapi," Keiko buka suara lagi. "sepertinya aku bangun disaat yang tidak tepat ya, Harry?"

"Maksud kamu, Kei?" Harry mengernyit, perasaanya mendadak merasa tidak enak.

Keiko menghela napas berat dan menatap Harry. Kata-kata yang keluar dari bibir mungilnya merupakan pernyataan, bukan pertanyaan. "Iya. Aku bangun disaat kamu sudah menemukan penggantiku."

* . * . * . * . * . *

Yuki mencengkram tali ranselnya erat-erat. Kakinya terasa benar-benar berat saat ia melangkah di sepanjang koridor. Perasaan Yuki benar-benar tidak karuan. Kenapa? Yuki bahkan tidak tau. Ada terlalu banyak hal yang mengganggu pikirannya belakangan ini.

Yuki ingat kemarin saat ia terbangun di tengah malam, Yuki mendapati sosok Zayn berdiri di teras depan dengan ponsel di telinganya. Awalnya Yuki memang tidak menaruh curiga sama sekali dengan Zayn. Tapi disaat ia mendengar nada suara Zayn yang berbicara selembut kapas di telfon dan saat ia menyebut orang yang sedang mengobrol dengannya itu dengan kata Rere-chan, dunia Yuki rasanya berhenti selama beberapa saat.

Banyak pertanyaan yang berkecamuk di benak Yuki. Namun gadis itu memilih untuk mengambil langkah lebar kembali ke kamarnya dan menyumpal telinga dengan headset yang memainkan lagu Man On A Wire milik The Script. Yuki tau, sekeras apapun ia mencoba agar tidak berpikir negatif, pikirannya akan terus bertanya, apakah Zayn yang dulu benar-benar telah kembali atau ini semua hanya topeng rencananya dan Rere?

Jauh di dalam hati, Yuki ingin mempercayai sisi baik Zayn. Percaya kalau Zayn yang membuatnya jatuh hati untuk pertama kalinya telah kembali. Namun disisi lain, kenapa rasanya sulit sekali?

Yang membuat Yuki bimbang adalah, kenapa semua hal mencurigakan ini datang disaat ia telah memutuskan untuk mengikuti kemauan Zayn?

Sialnya, rasanya sudah lama sekali semenjak Yuki mendapat pengelihatan tentang sesuatu yang besar. Belakangan ini mimpinya benar-benar kosong dan tidak berarti. Rasanya Yuki ingin cepat-cepat bertemu Madam Sara untuk menanyakan hal ini. Beruntung bagi Yuki, Madam Sara akan kembali ke Chesire dalam beberapa hari.

Yuki hampir mencapai ujung koridor saat ia mendengar langkah kaki terburu-buru dari belakang tubuhnya. Dan dalam hitungan detik, Yuki bisa mencium aroma mint yang berarti satu hal; Harry Styles.

Ia memantapkan pijakannya dan menghela napas berat sebelum membalikkan tubuh dan mendapati Harry berdiri dengan napas terengah-engah. "Eh, halo?" sapa Yuki, berusaha terdengar sesantai mungkin.

Harry tidak menyunggingkan senyum lebarnya maupun seringai yang biasa ia tampakkan. Ekspresinya benar-benar serius saat ia menatap Yuki, "Kita perlu bicara." ucapnya lugas.

Yuki menelan ludah susah payah. "Aku..aku sedang buru-buru." Kali ini ia memberanikan diri untuk menatap langsung ke mata Harry. "Lain kali saja, ya?"

Dihadapan Yuki, Harry tidak bisa menahan diri untuk tidak memutar mata. Maksud Harry, sudah hampir lima kali ia menghampiri Yuki dalam seminggu belakangan dan satu-satunya hal yang gadis itu katakan adalah kalau ia sedang sibuk. And somehow, it drives him crazy.

"Lihat kan, Yuki?" Harry tidak bisa menyembunyikan nada kesal disuaranya. "You've been avoiding me for days."

"No, i don't." balas Yuki cepat. Dalam hati gadis itu merutuki dirinya sendiri.

Kali ini Harry berdecak pelan dan menatap Yuki langsung tepat dimata dengan ekspresi lebih serius dari sebelumnya. "Yuki, lihat aku." ucapnya pelan dan entah kenapa malah membuat Yuki memalingkan pandangannya.

Harry meraih pergelangan tangan Yuki dan menyentakannya agar fokus gadis itu kembali padanya. "Yuki, lihat aku dan katakan dimana letak kesalahanku."

Yuki sendiri hanya bisa bergeming. Rasa hangat akan genggaman Harry di pergelangan tangannya lebih terasa seperti api yang membakar. Merasakan sentuhan laki-laki itu lagi, memunculkan rasa nyeri di seluruh tubuh Yuki.

Yuki menggigit bibirnya keras-keras dan memilih untuk menatap lantai. Mata Yuki terasa panas dan Yuki tau jelas jika ia tidak berusaha sekuat tenaga menahan emosinya, air matanya bisa saja meluncur begitu saja.

"Yuki." panggil Harry lagi. Kali ini nada frustasi jelas terdengar di suaranya. "Don't treat me this way, please? Aku tidak tahan lagi, Yuki. This whole ignore-me-thingy ruin my mind."

Perlahan Yuki mengangkat kepalanya, dan menemukan Harry yang menatapnya dengan sorot terluka. Sesuatu di dalam diri Yuki seakan runtuh melihatnya. Maka dengan emosi yang sedari tadi dipendamnya Yuki akhirnya buka suara, "Fine, Harry! Kau mau bicara? Baiklah. Aku juga perlu memberitahumu sesuatu."

a/n

maaf atas keterlambatan update soalnya koneksi internet lagi jelek bgt:( siap siap yah next chapter bakal full yuki-harry moment:3

oiya kemarin fortune teller sempet masuk #5 hihihihi makasih banyak yah yg udh baca dan ikutin sampai sekarang<3333

kritik saran komentar semuanya selalu di tunggu makasih banyak^^

elsa.

fortune teller ★彡 h.sWhere stories live. Discover now