t u j u h

2.6K 336 39
                                    

t u j u h / f.t

Yukiko Evans dan Nagisa Keiko. Dua keturunan Jepang dengan kemampuan melihat masa depan dan bekerja untuk orang yang sama. Coincidence? Yuki pikir tidak.

Yuki ingat Miranda pernah menyebut-nyebut tentang gadis bernama Keiko dan fakta bahwa Harry mengikuti organisasi sekolah karena gadis itu. Jadi apakah Keiko yang Miranda maksud dan Nagisa Keiko adalah orang yang sama? Sayangnya Yuki tau pasti kalau fakta itu benar.

Bunyi gelas dan teko kaca yang membentur meja langsung menyadarkan Yuki dari lamunannya. Dihadapanya kini duduk seorang wanita dengan terusan selutut bermoti floral dengan gradasi hitam-merah.

"Kau melamun terus, darling. Apa yang membebani pikiranmu?" tanya wanita itu sambil menuangkan teh dari teko ke gelas kecil dalam genggamanya dan meletakan gelas itu dihadapan Yuki.

Yuki tersenyum kecil sebelum menggeleng. "Tidak ada, Sara. Hanya beberapa hal yang rumit membuat pikiranku bergumpal seperti benang."

Madam Sara mengerling cepat, matanya berkilat penasaran. "Ah, nampaknya kau sedang berusaha untuk menghubungkan fakta-fakta untuk membentuk suatu kesimpulan 'kan?" tebak Madam Sara.

Yuki mengangguk kecil sebelum perlahan menyesap teh di dalam gelasnya.

Setelah hampir dua minggu bekerja dengan Madam Sara, Yuki merasa ia mulai menganggap Madam Sara tidak menyeramkan lagi. Melainkan sosok ramah yang perhatian.

Wanita itu sering membuatkan Yuki kue-kue kering dan berbagai macam masakan cina yang lezat untuk makan malam. Bisa dibilang, Yuki hampir selalu makan malam di rumah Madam Sara karena jadwal kerjanya dari sepulang sekolah sampai dengan jam delapan malam.

Untuk urusan identitas, Yuki tidak perlu khawatir. Madam Sara menyediakan scarf yang pastinya akan menutupi wajah Yuki. Bahkan rambutnya pun di buat berbeda. Sejauh ini Yuki menikmati pekerjaanya. Membaca garis tangan, menerawang beberapa kejadian sederhana, serta memainkan tarot jika diminta.

Rasanya meyenangkan melihat gadis-gadis yang rela mengantri untuk melihat nasib percintaannya yang masih seumur jagung. Terkadang Yuki tidak habis pikir di buatnya. Maksud Yuki, kenapa mereka rela mengantri berjam-jam hanya untuk melihat hal yang tidak penting? Kenapa mereka tidak fokus pada hidup mereka dan membuat setiap detiknya berharga?

Yuki lalu melirik jam tangannya dan menghela napas berat. Ia mengucapkan terimakasih pada Madam Sara atas tehnya dan langsung bergegas menuju sebuah pintu kecil di sudut ruang tamu. Pintu yang berisi ruangan yang sudah menjadi rumah kedua bagi Yuki selama dua minggu ini.

* . * . * . * . * .

Yuki duduk bersila diatas lantai kayu dan menyandarkan lengannya diatas meja rendah di depannya. ia lalu mengikat scarf berwarna marun untuk menutupi wajahnya dan merapikan geraian rambutnya yang ditata berbeda. Bahkan Yuki sudah mengganti seragamnya dengan terusan lengan panjang berwarna putih.

Yuki kemudian menekan sebuah tombol kecil disamping meja. Tombol yang mengisyaratkan agar salah satu pegawai di luar mempersilahkan pelanggan berikutnya untuk masuk.

Gadis itu menghela napas, menyelipkan rambutnya di belakang telinga dan menatap lurus kearah pintu. Beberapa detik kemudian pintu terbuka lebar dan disana berdiri seorang laki-laki dengan seragam sekolah yang sama seperti Yuki. Dan betapa terkejutnya Yuki saat mendapati laki-laki itu melemparkan seulas senyum ragu kearahnya.

"Halo?" laki-laki itu mengangkat sebelah tangannya. "Aku dengar Madam Sara berhasil merekrut pegawai baru. Pasti kau orangnya?" tanya laki-laki itu ramah.

Yuki sendiri masih bergeming. Ia bahkan tidak berani mengeluarkan suara sedikit pun. Yuki kembali mengerjapkan matanya berkali-kali, belum tau bagaimana harus bereaksi.

Damn you, Styles. Apa yang kau lakukan disini? batin Yuki kesal.

"Aku Harry. Kau?" sapa Harry sopan sementara Yuki sendiri berusaha mati-matian menahan debaran jantungnya. Bagaimana kalau ia ketahuan? Apakah Harry akan menjauhinya? Menganggapnya aneh? Tidak. Yuki tidak mau ambil resiko.

Gadis itu lalu berdeham pelan dan menggerakkan tangannya sebagai isyarat agar Harry duduk dihadapannya. "Jadi apa yang ingin kau ketahui?" tanya Yuki dengan suara yang diberat-beratkan.

Harry tersenyum tipis. "Aku ingin kau membaca garis tanganku."

Yuki menghela napas kemudian meraih telapak tangan Harry dan berusaha berkonsentrasi pada garis-garis dalam di telapak tangan pria itu. Jantungnya benar-benar tidak bisa diajak bekerja sama. Terlebih lagi saat manik mata Harry menatapnya dengan sangat intens.

"Kau, pernah berurusan dengan maut beberapa kali." ucap Yuki pelan pada akhirnya. "Tapi kau beruntung karena maut tidak pernah benar-benar datang padamu."

Kali ini Yuki benar-benar menganggap Harry sebagai pelanggannya. Dia mengabaikan fakta kalau ia mengenal Harry dan mengucapkan fakta yang dilihatnya secara blak-blakan. "Kau tau alasanya kenapa? Karena kau punya penjaga. Aku juga tidak mengerti kenapa kau bisa mendapatkannya namun aku bisa melihat hal itu."

"Kau akan mengalami hidup di dalam persimpangan, Harry." ucap Yuki lagi. "Pada akhirnya kau harus memilih, mana yang sebenarnya kau sukai dan mana yang kau sayang. Mana yang penting dan mana yang bisa kau relakan."

Ragu-ragu Yuki mengangkat pandangannya dari telapak tangan pria itu dan mendapati Harry menatapnya dalam diam. "Sampai kapan kau mau menjadi orang lain?" kata-kata itu keluar begitu saja dari bibir Yuki. Ia bahkan tidak tau kenapa ia mengatakannya.

Harry mendengus lalu tertawa pelan. Pria itu menarik telapak tangannya dengan cepat dan menatap Yuki sambil tersenyum sendu, "Kau tidak bisa menggantikannya."

"Maksudmu?" tanya Yuki langsung.

"Gadis yang dulu bekerja disini sebelum kau. Kau tidak akan bisa menggantikannya." balas Harry dingin sebelum berdiri dan mengambil langkah lebar kearah pintu kemudian keluar. Meninggalkan Yuki sendirian.

Yuki langsung melayangkan tangannya ke pelipis dan memijatnya perlahan. Sengatan rasa nyeri langsung menyerang dadanya saat kata-kata Harry barusan kembali tergiang di ingatannya.

"Kau tidak akan bisa menggantikannya."

Rasanya sakit dan ia bahkan tidak tau kenapa. Yuki menghela napas berat. Kepalanya sakit dan debaran jantungnya tak beraturan. Ia lalu cepat-cepat bangkit dan memutuskan untuk keluar sebentar, mencari udara segar.

Yuki langsung menuju pintu belakang yang menurut Yuki paling aman. Ia masih menggunakan scarfnya, sekedar berjaga-jaga jika ada pejalan kaki yang melintas atau apalah.

Yuki lalu berdiri dengan tangan dilipat didepan dada. Pandanganya terfokus pada rerumputan hijau. Ia ingat okasaan yang mengatakan kalau sesuatu yang berwarna hijau dapat merilekskan pikiran.

Namun ketenangan yang baru saja Yuki dapatkan langsung hilang begitu saja saat sepasang tangan besar dan hangat memutar tubuhnya lalu melepaskan scarf yang di ikat menutupi sebagian wajahnya.

Tubuh gadis itu berubah kaku selama beberapa saat. Rasa dingin menjalar dari ujung kepala sampai ke jari kaki gadis itu. Yuki hanya bisa menelan ludah terlebih lagi saat ia mendapati sosok Harry berdiri dengan mata melebar dan menggumam dengan sorot tidak percaya, "Yuki?"

a/n
ECA LAGI DI PEKANBARU HALOO
jadi apakah yg terjadi selanjutnya.... jeng jeng jengg wkwk dalam waktu deket zayn bakalan muncul nih^^
OIYA MAKASIH JUGA YA UDH BIKIN FORTUNE TELLER MASUK PERINGKAR 13 SHORT STORY KEMARIN HUAA AKU SENENG BANGET
makasih buat supportnya selama ini kritik saran selalu ditunggu:3

elsa.

fortune teller ★彡 h.sWhere stories live. Discover now