Part 9

38.2K 1.4K 36
                                    

Farrel POV

“Itu sudah termasuk dengan operator Madya Finishing, Pembuat pola computer dan Garment Engginering pak. Kalau yang lainnya saya rasa sudah beres. Bagaimana pak? Apa ada yang harus di evaluasi lagi?”

“Hmmm..Saya rasa sudah cukup. Meeting hari ini kita cukupkan saja.”

Aku menyudahi meeting siang ini, setelah Romy—kepala bagian aplikasi ilmu IE—di perusahaan ku menyudahi penjelasannya mengenai kelengkapan persiapan pabrik baru yang akan kami buka di Semarang dalam waktu dekat ini. Yang merupakan anak cabang baru dari PT. Texindo Yatwanda, perusahaan milik keluargaku yang diwariskan secara turun temurun. Perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang Garment.

“Sayang…Makan siang yuk…”

Aku langsung memicing dan mengurut pelipisku saat mendengar suara manja dari Shilla. Aku baru menyadari kalau di ruangan ini masih ada Shilla. Sekretaris sekaligus teman kencanku selama ini.

“Aku nggak laper. Kamu duluan aja…”

Ujarku dingin tanpa menoleh ke arahnya sedikitpun. Saat ini, aku benar-benar tidak ingin menghabiskan waktu bersama dengan wanita yang selalu menempel bagaikan lintah ini padaku. Bahkan untuk menyentuhnya pun aku sama sekali tidak tertarik lagi. Itu semua karena apa? Karena bayangan Flora terus menari nari di pikiranku. Ditambah lagi dengan masalah perjodohan yang direncanakan oleh papaku. Membuat aku semakin tidak mood untuk menatap wajah Shilla.

“Rel…Kamu kenapa sih? Kok bete gitu?”

Dia mengangsurkan kursinya ke arahku duduk. Mengelus bahuku lembut. Namun itu semua tak cukup untuk membuatku melirik wajahnya. Aku masih terdiam. Memandang lurus ke depan. Ke arah jendela kaca besar yang menampakkan gedung-gedung pencakar langit khas kota Jakarta.

“Kamu sakit?”

Tanya nya lagi seraya menyentuh dahiku. Cepat-cepat aku menepis tangannya yang nakal itu. Aku tahu dia kecewa, akupun tahu dia merasa aneh dengan sikapku belakangan ini. Tapi apa peduliku? Toh selama ini aku hanya menjadikannya sebagai teman kencan bukan? Dan dengan sangat suka relanya dia menyerahkan dirinya kepadaku tanpa mau tau seperti apa hubungan kami yang sebenarnya. Shilla pun juga tak pernah menanyakan kejelasan hubungan kami. Jadi, tak ada yang harus disalahkan dengan sikapku saat ini kan? Dan ku rasa, diluaran sana Shilla juga punya banyak teman lelaki. Karena aku pernah memergoki dia sedang mabuk-mabukan di club malam beberapa waktu yang lalu.

“Shil…Udahlah…Aku pengen sendiri. Mending kamu keluar deh…”

Ujarku sedikit kasar. Shilla langsung tersentak kaget. Namun dia masih mencoba untuk tenang dan menepuk pahaku ringan. Astaga…Wanita ini benar-benar berniat untuk menggoda ku ya? Tak tahukah dia bagaimanapun caranya untuk memikatku saat ini, dapat ku pastikan kalau usahanya itu tidak akan berhasil.

“Hmmm..Ya udah deh, aku pesenin kamu makan siang aja. Kamu mau apa?”

Sial! Wanita liar ini malah semakin mendekatkan wajahnya ke arahku. Berbicara lembut didekat telingaku. Dan tangannya masih mengelus-elus lenganku. Kalau saja aku nggak pernah mengenal Flora, mungkin aku akan sangat senang mendapat perlakuan yang seperti ini dari Shilla. Namun, hari ini sangat-sangat berbeda dengan kemaren. Saat ini, apapun yang ku rasa semuanya hanya tertuju pada Flora, Flora dan Flora. Akupun sebenarnya bingung kenapa bisa bersikap seperti ini. Apa ini hukuman untukku karena selama ini aku sudah banyak menyakiti dan mempermainkan wanita? Atau mungkin ini sebuah jawaban dari Tuhan kalau Flora lah cinta sejatiku? Entahlah. Akupun juga tak tahu harus menyimpulkan situasi ini seperti apa.

“Nggak perlu Shil. Nanti aku minta tolong ke OB aja.”

Aku masih berusaha untuk bersikap tenang.

Family Flower's WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang