~ what a mess? ~

21.2K 1.2K 88
                                    

Tubuhnya melesak jauh ke dalam sofa merah, seakan hendak mencari kehangatan perlindungan dari bahan fabric lembutnya.

Wajahnya pias, jari-jari tangannya menimang alat tes kehamilan. Sementara, beberapa lagi alat yang sama nampak bertebaran di atas nakas di samping sofa dengan kemasan pembungkusnya yang berserakan di karpet. Sesekali matanya yang sembab, menatap alat yang ada ditangannya. Sejurus kemudian, mengedarkan pandangannya pada alat yang lain.

Semuanya menampakkan beragam hasil. Ada yang dua garis merah, ada yang menampakkan dua garis biru dan ada juga yang memunculkan tanda positif.

Yang pasti, semua membuktikan hal yang sama, dia positif hamil.

Setengah putus asa Verina melontarkan alat tes kehamilan yang di tangannya hingga membentur dinding. Dia tak menyangka segala kerumitan akan menerpa dirinya begitu tiba-tiba.

’Aku hamil....?’

Sekali lagi, pertanyaan itu bergema di kepalanya.

Tanpa sadar, tangannya kembali mengelus perutnya yang masih rata.

’Anak....? Aku akan punya anak?’

Perlahan ia menyandarkan kepala dan memejamkan mata. Pikirannya berputar kalut, perasaannya campur aduk tak menentu.

’Apa yang harus aku perbuat sekarang...?’

= # =

Ivan memandangi layar gadget miliknya. Selama hampir satu jam ini berkali-kali ia berusaha menghubungi Verina, namun hanya diterima oleh voice mail dari operator selular.

Pesan singkat maupun messenger yang dikirimkannya hanya berstatus pending.

Ivan mulai merasa gelisah, khawatir terjadi sesuatu pada Verina.

Selepas meeting presentasi yang meluluh lantakkan kredibilitas Verina, ia belum berhasil menghubungi wanita itu. Namun ia tak bisa berbuat banyak, dirinya masih harus menghadiri serangkaian maraton meeting yang juga dihadiri Amira. Dan wanita itu, kini tengah menatap tajam ke arahnya, semakin memperkuat perasaan tertekan dalam diri Ivan.

Diam-diam Ivan menghela nafas, berusaha mengendalikan diri. Bagaimanapun, apa yang dihadapannya kini lebih menuntut konsentrasinya jika tidak ingin semua program kerja yang dicanangkannya tidak dapat dimengerti oleh koleganya karena ia tak bisa memusatkan perhatian.

Tiba-tiba, lampu gadget miliknya berkedip. Semua pesan yang dikirimkannya pada Verina berubah status menjadi delivered. Tanpa sadar, Ivan menghembuskan nafas lega.

’Need to talk with you, ASAP!’

Sebuah pesan singkat dari Verina membuat kening Ivan berkerut.

’Is anything allright? Are you ok?’

Dengan cepat jarinya mengetikkan pesan balasan.

Semenit.

Dua menit.

Lima menit.

Rasanya begitu lama Ivan menunggu jawaban Verina.

Tanpa sadar, jari Ivan mengetuk-ngetuk gadget canggihnya.

”Bagaimana Pak Ivan? Apakah ada masukan lagi dari Anda?”

”Oh? Eh?”

Suara Bastian, salah seorang R&D Manager, membuat Ivan tergagap, tersadar dari pikirannya yang mengawang. Untuk sejenak ia berusaha kembali pada posisinya sebagai seorang Marketing Director. Ia berjuang keras memfokuskan mata dan fikirannya pada deretan tabel dan angka yang terpampang jelas di layar.

WANITA PILIHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang