~ruang hati yang kosong~

5K 499 114
                                    


Hujan merecih dari semalam hingga pagi menjelang. Suara lembut rintiknya yang jatuh ke bumi menyanyikan irama tak beraturan. Berkali dedaunan bergoyang perlahan ketika tertimpa tetes-tetes air. Genangan tercipta di rumput halaman, hampir sama rata dengan tinggi sang rumput itu sendiri.

Amira menatap sendu pemandangan basah di halaman belakang kediamannya. Rinai hujan yang turun begitu tepat menggambarkan suasana hatinya yang mendung. Sudah hampir setengah jam ia menyandarkan kepala di birai jendela. Perlahan tangannya merapatkan cardigan coklat muda yang membalut tubuhnya berusaha menganulir terpaan udara dingin.

"Mama..." suara penuh kantuk Naomi menyadarkan Amira dari lamunannya. Seketika ia mengalihkan pandangan dan mendapati gadis kecil berusia 5 tahun itu duduk di anak tangga terbawah. Wajahnya masih mengantuk dengan mata sayu dan rambut acak-acakan.

"Hai Princess, sudah dari tadi?" sapa Amira lembut sambil mensejajari Naomi. Bocah berambut lembut itu mengangguk pelan dan kemudian merebahkan kepala di pangkuan Amira. Tangan kecilnya memeluk pinggang Amira.

"Masih ngantuk?" kembali Amira bertanya sambil mengelus kepala Naomi.

"Nggak..."

"Bangun dong.... Masa mau tiduran di sini?" Naomi semakin mengeratkan pelukan di tubuh Amira sembari menyembunyikan wajah di pangkuan Amira.

Perlahan Amira menghela nafas.

"Ke kamar Mas Ega yuk!" Naomi tak menjawab dan semakin dalam menyembunyikan wajahnya. Namun sejurus kemudian, isak teredam terdengar dari mulut kecil Naomi.

"Hei... Hei... Anak Cantik, ada apa?" serta merta Amira mengangkat Naomi dan menempatkannya dalam buaian seperti ketika Naomi masih bayi.

"Adek Omi.... Ada apa Sayang?"

Amira mengamati wajah mungil Naomi yang kini berada dalam dekapannya. Gadis kecil itu memejamkan matanya, sementara airmatanya mengembun menghiasi lentik bulu matanya. Bibirnya terkatup, namun retihan samar terdengar. Sentakan halus mengganggu rasa Amira.

"Adek...." lembut Amira berbisik di telinga Naomi sembari mencium pipi gembilnya, "Ada apa?" tanya Amira kembali.

"Adek mimpi Papa, kangen..." lirih suara Naomi namun cukup mengguncang Amira.

Sesaat Amira tercenung.

Selama ini ia berusaha menjaga keseimbangan mental putra putrinya. Mengisi kekosongan dari ketidakhadiran Ivan selama beberapa waktu terakhir. Berbagai cara dan alasan diajukan Amira setiap pertanyaan muncul dari kedua buah hatinya ketika merasakan kejanggalan tentang Ivan yang lebih memilih tinggal di apartemen.

Ia sudah gagal menjaga perasaan lelaki kecilnya, Edgar, saat tanpa sengaja mereka harus melihat Ivan menikmati makan siang bersama Verina. Pun ketika tanpa sengaja mereka harus bertemu kembali dengan Verina di malam acara makan malam mereka yang berujung dengan situasi tidak mengenakkan. Dari itu, susah payah Amira mengobati rasa kecewa Edgar, berusaha menutup lubang yang tercipta di jiwa kanak-kanak Edgar. Sebisa mungkin berperan ganda, sebagai ibu sekaligus sebagai ayah bagi sang putra. Berat memang, tapi segalanya harus dijalani dan Amira mempersiapkan diri menghadapi segala konsekuensinya.

"Mama...? Mama marah...?" binar mata Naomi mengembun menatap penuh tanya, menyentak kesadaran Amira. Amira menguntai senyum demi melihat putri kecilnya yang memandang ke arahnya.

"Nggak, Sayang..." jawab Amira sambil membelai lembut pipi Naomi.

"Memangnya kenapa Dek Omi pikir Mama marah?" lanjut Amira.

"Soalnya, Adek Omi kangen Papa..." lirih suara Naomi.

Hati Amira meretih. Ada derakan parah mendera relung batinnya demi mendengar betapa putri kecilnya berusaha menjaga perasaannya sedemikian rupa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WANITA PILIHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang