~terungkapnya sebuah dosa~

88.7K 1.5K 50
                                    

Alunan suara Natalie Cole membahana di ruangan cafe cozy itu. Sementara senja mulai turun di luar, menandakan waktu after office dan kehidupan malam mulai bergulir. Tampak beberapa pengunjung yang sudah duduk menikmati makanan dan minuman bercita rasa tinggi pesanan mereka.

Sesosok pria matang dan gagah duduk sendiri di sudut tersembunyi. Sudut tempatnya duduk memang merupakan tempat favoritnya. Tertutup rumpun bambu namun memberikan keleluasaan baginya untuk melihat main entrace cafe berarsitektur modern itu. Wajah tampannya tampak gelisah. Sesekali matanya melirik Tag Heuer di pergelangan kirinya.

06.17 petang.

Yang ditunggunya rupanya terlambat dari waktu yang mereka sepakati.  Entah apa yang menghambat kencannya kali ini, tapi yang pasti hatinya semakin tak menentu ketika melihat ke arah gadgetnya yang sama sekali tak ada pesan masuk dari orang yang ditunggunya. Berkali-kali ia menekan tombol gadget keluaran terbaru itu, namun tetap saja tak ada konfirmasi dari orang yang ditunggunya.

"Ivan?!?"

Sebuah tepukan di bahu dan suara yang begitu familiar buatnya mengagetkan hatinya. Ia sedikit terlonjak di atas kursi empuknya.

 "Eh, elo, Don,"

 "Iya, ini gue, sendirian aja?"

Yang disapa tersenyum gugup dan mengangguk. Sungguh, ini bukanlah pertemuan yang ia harapkan.

"Tumben? Ada janji ketemu bukan?"

Ivan lagi-lagi hanya mengangguk dan perubahan sikapnya ini memberikan tanda tanya bagi Doni, sahabat dekatnya.

"Ok deh kalau gitu, aku jalan dulu ya,"

Sekali lagi, Ivan hanya mengangguk, membuat tanda tanya di kepala Doni semakin besar. Dia sangat mengenal Ivan dan tidak biasanya Ivan bersikap begitu dingin kepadanya. Selalu saja ada hal yang menarik yang menjadi bahan perbincangan mereka meski hanya bertemu selintas lalu. Tapi ini, dalam suasana cafe yang nyaman dan cozy, sikap Ivan justru begitu aneh, tampak enggan diganggu dan menyembunyikan sesuatu. Doni beranjak menuju lantai dua cafe dan menemukan para koleganya yang langsung menyambut kedatangannya. Dan keriuhan itu membuat Doni sejenak menyingkirkan pemikiran aneh tentang perubahan sikap sahabat dekatnya.

= # =

Ivan geram setengah mati, tak biasanya Verina terlambat begitu lama dan tidak meninggalkan pesan sedikitpun kepadanya. Di satu sisi dia sudah rindu setengah mati pada kekasihnya itu, sedang di sisi lain dia juga jengkel setengah mati. Ia sangat paham kebiasaan Verina, sangat tidak suka di hubungi lewat telepon jika sedang berkendara kecuali dia duluan yang menghubungi. Belum lagi dengan pertemuan tak sengajanya dengan Doni, makin memperkeruh suasana hatinya yang sudah butek dengan berbagai kejadian menyebalkan di kantornya.

'Where are you, honey?' rutuk Ivan dalam hati

Dan seakan menjawab gerutuannya, sosok sexy berkaki panjang yang ditunggu-tunggu Ivan muncul dengan terburu-buru dari bilah pintu cafe otomatis yang membuka. Dengan cara khasnya, Verina mengibaskan rambut tebal panjang yang ditata mengikal, melangkah membelok ke kiri, tempat dimana Ivan menunggunya.

Melihat semua itu, kemarahan Ivan langsung menguap. Bagaimana tidak, dengan blouse turquois dipadu midi skirt dan blazer broken white, Verina tampak begitu menawan. Ditambah dengan jatuhnya sinar lampu cafe yang menyoroti Verina, membuat warna burgundy rambutnya begitu indah nyata. Dan sosok itu kini tepat berada di depan matanya dengan wajah penuh permohonan ma'af.

"Ivan, honey, I'm so sorry, sudah lama menunggu ya?"

Ivan masih menatap lekat ke arah wajah cantik yang kini tampak menghiba memohon ma'af padanya. Bagaimana ia bisa marah pada Verina, jika hanya dengan memandangnya sudah mampu membangkitkan libidonya. Dan ketika Ivan menatap ke arah bibir basah Verina yang disaput warna merah marun merona, membuatnya terbayang betapa lembut dan kenyalnya bagian wajah Verina itu di bawah ciumannya.

WANITA PILIHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang