Jilid 14

6.7K 87 2
                                    

"Soal ini tidak usah ditanyakanpun sudah teramat jelas" jawab Cing Yang Cu dengan cepat. Jelas dia bermaksud hendak menyusun suatu rencana untuk menghadapi iblis tua beserta muridnya itu, Hmmm! bilamana iblis ini tidak cepat-cepat dibasmi ada kemungkinan dunia kangouw tidak bakal aman."

Dengan suara yang perlahan Phu Cing Thaysu segera berseru memuji keagungan Sang Buddha

"Nama besar dari Thay Gak Cungcu sudah terkenal diseluruh dunia persilatan dan memperoleh penghormatan dari setiap orang tetapi pinceng rasa gerak geriknya terlalu misterius hal ini tidak terlalu menunjukkan kalau dia berasal dari kalangan lurus," katanya.

"Perkataan dari Thay su ini bukankah sedikit keterlaluan" tegur Loo Hu cu sambil tertawa, "Manusia berbakat dari setiap partai amat banyak sedang Bok Thian-hong bisa memimpin para jago tersebut untuk bersama-sama menegakkan keadilan, bilamana dia tidak memiliki kepandaian silat yang tinggi serta hati yang benar-benar bisa dipercaya bagaimana para jago ada di dalam persilatan bisa tunduk semua kepadanya?"

Sewaktu Tan Kia-beng sedang enak enaknya mendengarkan percakapan diantara mereka itulah mendadak terdengar langkah seseorang sedang naik ke atas tangga.

Tidak lama kemudian munculah seorang siucay muda yang usianya kira-kira ada dua puluh tahunan.

Potongan tubuh si sastrawan tersebut amat ramping, wajahnya halus dan berbedak sehingga mirip sekali dengan dandanan seorang perempuan. Cuma saja wajahnya amat dingin dan sombong.

Tan Kia- beng yang tiba-tiba merasa wajahnya amat dikenal tak terasa lagi sudah memandang beberapa kejap lebih lama, cuma saja tak teringat olehnya siapakah dia.

Sinar mata si sastrawan tersebut menyapu sekejap kesekeliling loteng itu sewaktu dilihatnya disamping Tan Kia-beng ada satu tempat kosong dia lantas mengambil tempat duduk disana.

Tetapi sewaktu dilihatnya orang yang ada dihadapannya pada saat ini adalah seorang pengemis cilik yang wajahnya sumbab kuning dia agak tertegun sebentar akhirnya sambil tertawa tundukkan kepalanya tertawa cekikikan.

Dengan cepat dia merangkap tangannya memberi hormat kepada Tan Kia-beng, sapanya, "Saudara bersantap seorang diri apakah tidak merasa kesepian? Bilamana sudi kiranya bagaimana kalau pindah saja?

Tan Kia-beng termenung berpikir sebentar, akhirnya dia merangkap tangannya memberi hormat.

"Undangan dari siangkong lebih baik aku si pengemis penuhi meja."

Dengan mengambil sumpit serta cawannya dia lantas pindah saja.

Sejak pertama kali terjunkan diri ke dalam dunia kangouw dia sangat mengharapkan bisa berkawan dengan beberapa orang teman, apalagi kini lagi menyamar sebagai pengemis, dia kepingin sekali berteman lebih banyak.

Si sasterawan tersebut ketika melihat Tan Kia- beng benar-benar sudah pindah ke mejanya segera tampak tertawa senang.

"Siapakah namamu? Anak murid dari jagoan mana dari Kay-pang?" tanyanya kemudian.

Beberapa pertanyaan ini seketika itu juga membuat Tan Kia-beng menjadi bungkam, karena waktu berpisah dengan pengemis aneh sangat tergesa gesa sekali sehingga terhadap keadaan dari Kay-pang sebenarnya dia sama sekali tidak mengerti.

"Cayhe Ke Beng sedang soal perguruan maaf aku tidak bisa memberitahu," sahutnya kemudian dengan gugup.

"Oooh, kirannya Ke heng." sahut sasterawan tersebut sambil tersenyum "Siauwte bernama Hu Siauw Sian dan merupakan seorang Bulim yang belum tamat belajar silat"

Justeru Tan Kia- beng paling takuti bila orang lain menanyakan soal perguruannya, kini dia tidak suka membicarakan tentang perguruan hal ini malah merasa kebetulan sekali baginya.

Pendekar Bayangan Setan (Khu Lung)Where stories live. Discover now