Chapter 40 (Ending)

1.3K 70 3
                                    

Justin tidak bisa menahan dirinya untuk tidak bergumam dengan nada tercekat begitu dia mendengar kata-kata Anna. Apa yang baru saja dikatakan gadis itu? Dia yang hendak menjadi eksekutor ibunya? Tidak. Justin tahu ibunya memang bersalah, dan dia turut berduka atas apa yang terjadi pada Isabella karenanya, namun Justin tidak bisa membayangkan dia akan bisa berada di dekat seseorang yang membunuh ibunya, salah satu orang yang menjadi penyebab mengapa dia berada di dunia ini sekarang. Kepalanya tersentak pada Jean, menatap mata biru kehijauannya dan Jean tidak berkata apa-apa. Dia hanya menarik sebuah senyum muram, dan ada kesedihan yang nyata dalam bola matanya.

"Apa yang dia katakan? Dia tidak mungkin melakukan hal itu kan?!" Justin mendesis dengan suara setara bisikan. Jean menggelengkan kepalanya dengan murung, matanya tidak lepas menatap mata Justin yang tampak tidak percaya.

"Dia akan melakukannya, Justin."

"Bagaimana bisa?"

"Karena apa yang terjadi pada Isabella telah melukai batinnya. Dia tidak akan membiarkan orang lain mengakhiri hidup Mom, bahkan Mom sendiri. Dia yang akan melakukannya."

"Tidak mungkin." Justin bergumam lagi.

"Kau perlu menyabarkan diri menghadapinya." Jean menghembuskan napas. "Dia sudah banyak menghadapi saat-saat yang berat."

Justin tidak berminat membalas ucapan Jean, dan dia juga tidak punya waktu untuk melakukannya karena pintu ditarik hingga terbuka oleh Alec, dan Anna muncul di baliknya, di atas kursi rodanya. Mata biru Alec sempat menatap sekilas pada Justin, seperti memperingatkan laki-laki itu untuk tidak mengatakan kata-kata yang berpotensi membuat keadaan Anna memburuk. Sementara Anna, gadis itu bahkan tidak mau repot-repot menatap Jean, Alec atau bahkan Justin. Matanya hanya menatap lurus ke depan, tanpa cahaya seakan-akan semua kebahagiaan telah disedot habis dari sana.

"Bawa dia ke kamarnya." Alec berucap pada Justin. "Kamar... Isabella. Anna akan tinggal disana mulai dari sekarang."

"Kupikir dia seharusnya berada di Red Castle, ke tempat yang tidak menyimpan kenangan menyakitkan baginya." Kata Justin membantah, namun Anna menyentakkan kepalanya ke arah pria itu sesaat setelah Justin bicara.

"Tidak. Alec benar. Bawa aku kesana."

Justin menghembuskan napas. Baiklah. Dia mungkin harus bicara dengan Anna, tapi tidak di tempat ini, ditonton oleh Alec dan Jean yang memandangi mereka dengan mata menyelidik. Satu-satunya hal yang akan didapatnya jika dia tetap bersikeras membawa Anna ke Red Castle adalah kemarahan Alec, dan itu berarti Alec akan melarangnya menemui Anna selama beberapa waktu. Dia jelas tidak bisa melakukan hal itu. "Baiklah." Justin menjawab, sebelum akhirnya mengambil alih kursi roda Anna dari Alec, kemudian mulai mendorongnya melintasi koridor istana yang sepi. Mereka melangkah melintasi lantai marmer yang dingin, makin meninggalkan Alec dan Jean jauh di belakang hingga akhirnya Alec dan Jean saling berpandangan, lantas masuk bersama ke ruangan tempat James dan Julia berada. Justin menghembuskan napas sambil masih terus mendorong kursi roda Anna.

"Apakah kau benar-benar harus melakukannya?" suara tanya Justin terdengar memecah kesunyian, membuat Anna menolehkan kepala sedikit ke belakang.

"Ya." Anna menyahut pendek, terdengar seperti gema aneh bagi telinga Justin.

Justin menarik napas. "Apakah kau marah padaku?"

"Aku tidak pernah marah padamu." Anna menyahut dengan cepat. Kelewat cepat, seperti dia sudah menduga Justin akan mengajukan pertanyaan itu. "Aku percaya bahwa kau dan Jean tidak akan pernah melakukan hal semacam itu, melukai orang lain dan membunuh. Meskipun kau adalah seorang Salvatore, aku percaya kau menyayangiku, dan Jean menyayangi Alec. Kalian tidak akan melakukan hal seperti itu."

Blue Daffodil (by Renita Nozaria)Where stories live. Discover now