Chapter 2

679 39 0
                                    

Justin menarik napas sambil melangkah masuk ke dalam puri besar yang  ada di hadapannya. Puri itu adalah puri yang menjadi milik keluarganya,  keluarga Salvatore, salah satu keluarga bangsawan paling berpengaruh di  Spectrapolis. Mendiang ayahnya, Charlemagne Salvatore adalah mantan  pejabat tinggi di kerajaan, dan sekarang meskipun telah menjadi janda,  ibunya, Gracia Salvatore memegang sebuah peranan penting dalam setiap  pengambilan keputusan tentang masalah yang terjadi di Spectrapolis. Pria  itu mendesah sambil melangkahkan kakinya yang terbalut sepatu boot  berdebu menyusuri halaman besar puri dan mengabaikan sejumlah pelayan  yang membungkuk sambil menyapanya dengan penuh hormat. Bagi orang biasa,  mungkin kehidupan seperti ini akan dikatakan sangat nyaman dan  merupakan kehidupan yang diidam-idamkan, namun bagi Justin, semua ini  sama sekali tidak membuatnya bahagia. Dia selalu merasa ada sesuatu yang  kosong dalam hatinya, sesuatu yang tidak menemukan apapun untuk  mengisinya, meskipun dia punya berlapis gelar bangsawan dan timbunan  koin emas. Sesuatu yang perlahan tapi pasti membuatnya menjadi monster  yang kesepian. Monster yang dingin dan kesepian. Monster? Ya, dia memang  seorang monster. Orang yang mengenalnya akan mengatakan bahwa Justin  sama sekali tidak punya hati.

                "Apakah kau  akan terus menerus berkeliaran seperti rakyat jelata yang tidak bisa  dikontrol?" Kaki Justin baru menapaki ruang depan puri megahnya yang  besar, dan suara ibunya yang menohok langsung membuat kepala lelaki itu  terangkat. Ibunya tengah duduk di kursi induk meja tamu besar yang  berada di tengah ruangan tersebut, dengan sebuah cawan berisi bubuk teh  hijau beraroma melati yang harum dan peralatan minum teh mewah berwarna  keperakan. Ibunya pasti tengah menunggu tamu untuk diajak minum teh  bersama.

                "Apa pedulimu?" Justin bertanya ketus  sambil melangkahkan kakinya melewati meja, namun sebelum dia bisa  meninggalkan ruangan itu, suara Gracia telah terlebih dahulu membuat  langkah kakinya terhenti.

                "Penolakan puteri  Isabella pagi ini sudah cukup membuatku kesal, jadi jangan membuatku  semakin kesal." ujar Gracia tanpa melihat pada Justin, "Dan jika kau  bertanya apakah aku peduli, ingatlah bahwa aku ini ibumu."

                 Justin berbalik, menatap Gracia dengan pandangan tajam, namun ada sorot  kesepian dan terluka dalam iris mata itu. "Aku tidak tahu kalau selama  ini aku punya ibu. Kupikir kedua orang tuaku sudah meninggal, dan  satu-satunya keluarga yang ada di sisiku ketika aku membutuhkannya  hanyalah Jean."

                "Terserahlah." Gracia memutar bola  matanya, enggan beradu argumen dengan putera semata wayangnya. "Kau  semakin bengal saja akhir-akhir ini. Haruskah aku menghalangimu bertemu  dengan Cliff dan Tom?"

                "Apakah mereka disini?"

                 "Mereka sudah menunggumu sejak tadi, di ruang rekreasi." Gracia berujar  dengan nada tak acuh. Justin memilih tidak menanggapi kata-kata ibunya  dan hanya berjalan menuju ruang rekreasi. Yeah, mungkin dia memang tidak  punya hati, atau karena dia terlalu tidak tersentuh, maka dia tidak  punya banyak teman. Tidak tersentuh? Ya. Justin layaknya Utopia yang  tidak bisa bebas dipandang atau disentuh orang, ditambah dengan sikap  dinginnya dari dirinya yang kesepian. Merupakan keajaiban dia bisa  memiliki Cliff Heisenberg dan Thomas Carruthers sebagai temannya,  meskipun pada kenyataannya kedua temannya itu tidak jauh berbeda dari  dirinya.

                Cliff Heisenberg adalah putera  seorang seniman besar yang juga memiliki jabatan penting di istana  kerajaan, selain itu, mereka juga menguasai banyak tanah di Corbelia,  sebuah wilayah di pinggiran Lyra—ibukota Spectrapolis—yang merupakan  tanah yang subur. Selain menguasai tanah pertanian, mereka juga memiliki  banyak galeri, museum dan gedung teater serta tari yang tersebar bukan  saja di Lyra yang merupakan pusat pemerintahan, namun juga di kota-kota  pinggiran yang cukup ramai, seperti Corbelia, Edessa dan Euphemia. Cliff  memiliki rambut cokelat gelap dengan mata cokelat dan senyuman yang  maut, namun bukan berarti dia hanya bergantung pada ketampanannya atau  pada kekayaan keluarganya, karena kenyataannya lelaki itu mewarisi bakat  seniman dari ayahnya. Cliff memiliki bakat yang mengagumkan dalam  melukis dan memainkan piano.

Blue Daffodil (by Renita Nozaria)Where stories live. Discover now