Kurhaus, Scheveningen

465 64 12
                                    

Juni, 2023

Bertahun - tahun bersama Hawa, Adam tetap bingung menghadapi perempuan itu saat PMS. Ia hanya mengamati dengan tenang sambil makan kerupuk udang, istrinya yang jongkok menangis di depan oven, "Capek banget bikinnya, nggak mateng - mateng. Aku pengen makan kuenya," keluh Hawa terisak - isak.

Adam mengulang - ulang terus kata yang sedari tadi ia ucapkan pada istrinya. "Sabar."

"Kenapa sih nggak ada yang jualan lapis legit ? kenapa nggak ada yang open PO di saat aku pengen. Aku harus bikin sendiri, lama bangeeeeeet, capeeeeek."

Adam menggigit kerupuknya keras- keras, bunyi kres kres itu makin membuat sang istri gusar. "Bisa diem nggak ?"

Adam menahan tawa saat menimpali, "Aku nggak ngomong loh."

"BERISIK."

"Makan kerupuk ya pasti bunyi sayang, kalau nggak bunyi berarti kerupuknya melempem."

Tak ada jawaban, Hawa duduk diam di depan oven, memandangi kue yang sedang terpanggang dengan penuh harap dan cinta kasih, air mata sesekali meleleh di pipinya. Lelaki itu mengarahkan kamera ponsel, mengabadikan salah satu lagi momen cranky Hawa. "Wa, kamu kenapa selalu cengeng sih kalau mau mens ? terus ntar kamu selalu nyesel udah lebay nangisin hal nggak penting."

Hawa memaki dingin, mengatai Adam bodoh karena masih mempertanyakan perkara sesederhana hormon. "Het is een verdomd hormoon, stommeling."

"Aku rekam loh ini," tegur Adam.

Perempuan itu melirik tajam dan mengejar Adam yang otomatis berlari menjauh dengan ponselnya. "Het spijt me, mijn liefje. Sorry my love," serunya sambil terus menghindari amukan Hawa.

Hawa berhenti mengejar dan berdiri terengah, sapu dapur yang ia beli online dari Indonesia, dan sempat ia raih cepat untuk dilayangkan pada suaminya, akhirnya ia letakkan ke posisi semula, yakni di balik pintu dapur. "OKE STOP, CHILDISH BANGET KITA." teriak Hawa pada Adam yang masih sembunyi di balik sofa ruang tamu.

"KAMU YANG KAYAK BOCAH," balas Adam tak terima.

"KAMU BERENGSEK NGATAIN AKU CENGENG SAMBIL NGEVIDEOIN AKU."

"YA EMANG CENGENG, GALAK," ejek Adam terbahak - bahak.

Hawa tiba - tiba sudah ada di samping Adam yang tertawa santai, lalu tanpa aba - aba menyumpal mulut sang suami dengan kain lap.

***

Pukul setengah satu dini hari, saat adzan dari aplikasi muslim prayer di handphone Adam Hawa berkumandang, tepat bersamaan dengan tuangan lapisan terakhir kue Hawa. Lantas, setelah sholat isya' berjamaah keduanya kini menikmati lapis legit cokelat yang begitu wangi dan baru keluar dari oven. "Akhirnya, effortku bikin berjam - jam," kata Hawa begitu puas sekaligus bahagia.

"Ngerinya, malem - malem makan kue. Tapi ya gapapa deh, aku sahur sekalian aja. Besok mau puasa."

"Aku juga lah. Makan ini aja Dam ? nggak mau yang lain lagi ?" tawar Hawa.

Lelaki itu menimbang sebentar, "Oatmeal pakai yoghurt sama pisang boleh juga. Masih ada kan pisang ?"

"Masih, mau add on strawberry atau plumnya kakak ?"

Adam mendengus geli atas ucapan gimmick Hawa, ia mencubit keras pipi istrinya lalu mengusap dan menciuminya gemas. "Mom, i have something for you," bisik Adam.

Hawa memasang muka bertanya - tanya, menunggu Adam mengotak - atik ponselnya. Begitu ponsel itu diserahkan padanya, Hawa bisa membaca jelas bukti pembayaran satu superior room with sea view di Grand Hotel Amrath Kurhaus - satu hotel dengan bangunan arsitektur klasik, yang langsung menghadap pantai Scheveningen. "Serieus ? staycation voor dit weekend ?" komentar Hawa tak menyangka.

SETARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang