Le Louxor, Paris

672 96 97
                                    

Februari, 2023

Jum'at pagi, akhirnya Hawa bersedia brunch dengan Ahmad di salah satu restoran indonesia langganannya. Sebuah restoran kecil di tengah pasar bunga, tepatnya di Singel 498, 1017 AX Amsterdam, tiga ratusan meter dari Herengracht, kawasan kanal yang dianggap penting di Amsterdam. Tempat yang dianggap prestisius dan mewah, dimana pejabat - pejabat berpengaruh di Belanda tinggal di sepanjang kanal ini. Hawa sendiri merasa yang paling estetik dari Herengracht adalah barisan sepeda yang parkir di jembatan. Sangat khas amsterdam.

Hawa hanya makan berdua dengan Ahmad, calon istri Papinya pergi ke rumah adik tiri perempuan itu di Eindhoven. Tadi pagi, Mulan dijemput dan langsung membawa koper juga tas ransel. Hawa senang, itu artinya Mulan tidak lagi menginap di rumahnya, dan dia tidak harus pura - pura ramah lagi menghadapi perempuan itu. Sementara suami Hawa tentu saja bekerja seperti biasa, tapi tiap jum'at Adam ke kantor dengan mobil, karena laki - laki itu menyediakan tumpangan pergi sholat Jum'at di Masjid Omer Alfarok untuk teman - teman kantornya yang sesama muslim. Jadilah Hawa dan Papinya ke Amsterdam dengan kereta.

Mereka menunggu pesanan Ketoprak dan Gado - gado sambil menikmati starter menu lumpia ikan. "Hawa, Papi minta maaf ya. Papi ngecewain Hawa sama Achi," tutur Ahmad membuka perbincangan.

"Papi kenapa sih nikah sama Mami kalau nggak cinta ? kenapa kalau nggak cinta bisa ada Hawa sama Achi ? kenapa pisah sama Mami ?"

Pria di depan Hawa menarik napas dalam. Memegang sebentar tangan putrinya untuk meminta kekuatan. "I made a big mistake Wa, dulu banget. Waktu Mami hamil Achi, Papi selingkuh."

Hawa tersedak kaget, ia meraih air putih dengan susah payah dan meminumnya buru - buru. Ahmad tampak khawatir dan semakin tak yakin untuk melanjutkan pengakuannya. Tapi putrinya terlanjur tahu, "Sampai tidur bareng ?" bisik Hawa.

"Nggak sejauh itu Wa, Papi cuma chat aja. Telfon sesekali, dan ngirimkan uang juga buat perempuan itu. Dia adik kelas Papi, orangnya sekarang sudah meninggal. Kena kanker payudara nggak lama setelah Achi lahir."

"Lama selingkuhnya ?"

"Enam bulan."

"Mami tahu ? atau Papi ngaku ?"

"Papi ngaku, karena Mami curiga sama mutasi rekening Papi."

"Kalau nggak ketahuan, pasti Papi masih lanjut bahkan tidur bareng sampe punya anak lain," kata Hawa begitu sinis. Ia mual sekali melihat pria di depannya. Hawa tidak mengenali sama sekali sosok cinta pertamanya yang dulu selalu ia banggakan.

Ahmad menunduk malu, tak berani menunjukkan mukanya pada sang putri kesayangan yang dulu selalu menatapnya dengan sorot bahagia. "Papi minta maaf. Kesalahan itu yang ngebuat Papi Mami seperti sekarang. Dulu Mami sudah minta cerai berkali - kali, tapi Papi selalu ngemis - ngemis maaf ke Mami kamu. Biar kamu sama adek kamu punya orang tua lengkap. Kami pura - pura nggak ada apa - apa di depan kalian."

"Hawa pernah nemu surat gugatan cerai di meja rias Mami waktu SD. Hawa nggak pernah bilang apa - apa, karena kalian keliatan oke dan saling cinta. Hawa takut kalau Papi Mami pisah terus bikin aku sama Achi jauhan. Ada surat Mami juga yang Hawa baca. Intinya kalau nanti cerai, Hawa tinggal sama Papi terus Achi sama Mami."

"Wa Papi beneran minta maaf. Papi ngerusak semuanya. Sejak ketahuan selingkuh, Mami udah nggak percaya lagi sama Papi, Wa. Kamu tahu kan, kalau udah nggak ada kepercayaan lagi di pernikahan, gampang banget buat bawa pergi rasa cinta," Ahmad mengatakan itu dengan suara bergetar. Ia menetralkan emosi dengan seteguk air, untuk membasahi tenggorokannya yang tersekat oleh desakan tangis.

"Papi sama Mami saling cinta Wa, tapi lama kelamaan rasa itu hilang. Mami cuma ngerasain kecewa, Papi cuma ngerasain rasa bersalah. Kami gagal ngebenerin itu semua. Ibarat rumah, sudah nggak ada atap, pintu dan jendelanya Wa. Kepanasan, kehujanan, maling keluar masuk."

SETARAWhere stories live. Discover now