Schiphol

655 92 119
                                    

Februari 2023

Hawa lupa kapan terakhir kali merasa cemburu. Bersama Adam, ia selalu merasa tenang, padahal sebelumnya ia selalu takut pada relasi bahkan sesederhana pacaran. Karena Hawa pernah tahu orang tuanya hampir bercerai, dan puncaknya benar - benar berpisah karena tidak mau selamanya mempertahankan rumah tangga dingin setelah Hawa dan Arsy sudah dewasa untuk punya rumah tangga sendiri.

Selama ini Hawa merasa hubungannya dengan Adam lebih sering stabil, sehat, setara meski mereka sempat menjalani Long Distance Relationship saat kuliah. Mereka berdua sama - sama paham batasan interaksi dengan orang lain, sehingga tidak ada yang merasa dinomorduakan. Komunikasi terbuka juga menjauhkan mereka dari prasangka adanya orang ketiga yang mendekat pada satu sama lain.

Menjelang akhir masa LDR mereka, hitungan bulan sebelum menikah, Adam sesekali mencandainya dengan pertanyaan menggelitik, "Kamu itu nggak cinta - cinta banget ya sama aku ? kok nggak pernah jealous sih yang ? nggak ngelarang aku ini itu ?"

Perempuan itu mencium layar ponselnya. membuat sang lelaki terkejut senang. "Makasih ya calon suami, udah selalu jadiin aku prioritas, udah selalu jaga pandangan dan hati selama ini. Nggak pernah ngebuat aku ngerasa sendirian meski kita jauhan kayak sekarang, selalu ngusahain share your hobbies, and report your job. Ngebikin aku tenang, ngehargain semua sabarku."

"Wa, tapi jujur deh. Objek cemburu kan nggak harus cewek. Have you ever felt jealous to me, karena aku punya bisnis yang lumayan oke, kadang aku juga sibuk sama temen - temenku. Ngurus kerjaan, main ke sana sini."

"Alhamdulillah setiap aku ngerasa iri, sedikiiiiiiit aja. Aku langsung inget kalau kamu deserved semua sukses itu karena effort kamu. Aku nggak berhak iri, karena aku nggak segigih kamu. Tiap orang itu punya pencapaiannya masing - masing. Oh ya, dan soal temen - temen kamu. Aku nggak pernah ngerasa iri sama mereka, karena bisa seharian bareng kamu. Soalnya pas kamu bareng mereka atau lagi sendirian, nggak ada bedanya. Kamu tetep ada buat aku. Aku nggak pernah ngerasa kehilangan kamu sayang."

"Makasih ya Wa. Aku bisa kayak gini juga karena kamu. Aku punya perempuan yang percaya diri dan juga percaya banget sama aku, yang selalu ada buat aku, yang super sabar dan tenang ngadepin persoalan. You treat and love me so well, aku cuma berusaha ngelakuin yang seharusnya. Ngembaliin semua perasaan dan usaha kamu sama besarnya."

Begitulah cara lelaki, cinta keduanya itu memanusiakan Hawa. Sayangnya pria yang menjadi cinta pertamanya kini justru membebani Hawa dengan perasaan tidak nyaman. Rasa kecewa, cemburu, marah berkumpul jadi satu saat Papinya memutuskan memberi sisa hatinya untuk perempuan lain. Menindih posisi Maminya. "Mami masih hidup Dam, Papi tega ngehancurin semuanya dengan bawa orang lain ke hidup kita. Sampai kapanpun aku nggak rela."

Adam hanya memeluk erat istrinya, mencium kening Hawa berkali - kali untuk menenangkan. "Kita ketemu dulu yaa, ngobrol dan cari tahu siapa perempuan pilihan Papi. I'm here with you sayang, apapun yang terjadi nanti."

***

Schiphol International Airport tak pernah berhenti sibuk, Adam bergabung dengan puluhan ribu orang lainnya yang baru mengucapkan salam perpisahan, atau sedang mempersiapkan pelukan sambutan sama sepertinya. Dia sendirian, menjemput Papi yang terbang kemarin malam dari Soekarno Hatta. Hawa belum siap bertatapan langsung dengan perempuan yang menemani Papi sepanjang dua puluh jam lebih menuju Belanda. Istrinya itu menunggu di rumah, sambil menangis sampai tertidur.

"Dam, Alhamdulillah. Gimana ? sehat kamu Dam ?" sapa Ahmad begitu melihat sosok Adam yang berdiri di sebuah lukisan. Mereka berdua memang janjian bertemu di Rijksmuseum, sebuah museum lukisan yang buka dua puluh empat jam dan berada dalam area bandara. Tepatnya di antara lounge dua dan tiga Bandara Schiphol.

SETARAWhere stories live. Discover now