#4

362 35 7
                                    

Setelah mendapatkan informasi yang jelas, Azre tersenyum puas. Ia berlutut dan berkata, "Terima kasih untuk informasinya.." Azre berdiri kembali, ia bergegas pergi meninggalkan Rafel yang tersungkur lemas di ruangan ini. Saat Azre sudah hampir sampai di ujung pintu, langkahnya terhenti saat Rafel mulai berbicara.

"T-tunggu! G-gua mau nanya sesuatu.." ucap Rafel dengan lemah, semua tubuhnya dipenuhi oleh luka memar akibat pukulan, dan juga bibirnya yang sedikit berdarah. Ia benar benar terlihat sangat tidak berdaya di hadapan Azre dan teman temannya.

"Oh, masih sanggup ternyata. Baiklah, kau mau bertanya apa?" Azre membalikkan badannya, kemudian diam di posisinya, ia melirik ke arah Degeh sebentar, dan kembali menatap Rafel yang terkujur lemas sambil menyilangkan tangannya.

"Sial.. sakit banget.." lirih Rafel sambil berusaha untuk berlutut, memegangi dada dan perutnya yang terasa sangat sakit. Kemudian dia melihat langsung ke arah Azre dengan keadaan berlutut.

"Apa tujuan lu.. menculik gua, dan juga adek gua?!" tanya Rafel dengan tegas, ia mengusap darah yang ada di sudut bibirnya, kemudian kembali melihat Azre dengan serius.

"Hmm.. pertanyaan yang bagus.. Aku hanya akan menjawabnya dengan singkat, karena satu hal. Aku dendam dengan ayahmu!" jawab Azre dengan marah dibaluti rasa kecewa, ia mengepalkan kedua tangannya kuat setiap kali ia mengingat perjanjian yang telah ia buat dengan teman penghianatnya tersebut.

"H-hah..? Dendam..? Tunggu.." Rafel berpikir sejenak, matanya membulat dengan sempurna ketika ia sadar siapa orang yang berada di depannya.

"J-jangan bilang lu.." ujar Rafel tak percaya.

"Ya, kau masih mengingatku kan, Rafel Alvarhea.." jawab Azre dengan senyuman khasnya.

Rafel terdiam dan mengamati satu persatu siapa orang orang yang berada di depannya. Rafel mulai merasa ketakutan, napasnya terasa semakin berat, kedua tangannya bergemetar. Ia melihat Azre yang masih menatapnya dengan seram.

"Sial.. kenapa gua bisa ga sadar?!" batin Rafel, ia kembali mengusap darahnya kembali di sudut bibirnya.

"Tinggalkan dia sendiri." Azre melihat ke arah Degeh, dan pergi meninggalkan Rafel sendiri. Degeh menganggukkan kepalanya dengan mantap, kemudian bergegas menyusul Azre, ia menutup pintu ruangan itu dengan kencang.

"HEH!! TUNGGU!! LEPASIN GUA SIALAN!!" Rafel berteriak dengan kencang. "Uhuk uhuk, sialan!" Rafel tersungkur ke lantai, ia memegang dadanya dan perutnya, merintih kesakitan dalam ruangan yang luas nan mengerikan itu.

Saat Azre keluar dari ruangan Rafel, Chloriz juga sudah keluar disaat yang bersamaan, kemudian mereka berbicara antara satu sama lain.

"Aku sudah dapat informasinya, dan mungkin.. kita bisa mengambil kembali apa yang seharusnya milik kita." ujar Azre dengan tegas sambil menyilangkan kedua tangannya, kemudian menatap Chloriz.

"Oh ya? Begitu mudahnya kah?" tanya Chloriz tertawa pelan sambil memainkan kunci yang ia pegang.

"Sangat mudah, HAHAHAH" jawab Azre tertawa kencang, ia melihat ke pintu ruangan Rafel dan (Y/n) dan menatap Chloriz dengan Degeh kembali.

"Uh waw.. aku suka cara licikmu.." Chloriz terkekeh melihat Azre tertawa begitu kencang.

"Oh jadi itu rencanamu riz, pantas saja kau bertingkah berbeda." ujar Degeh melihat kunci yang tengah Chloriz pegang.

"Yaa.. kau pasti merasa aku sangat berbeda dari biasanya kan?"

"Aku juga merasa seperti itu Chloriz, licik juga kau ternyata." ucap Azre sambil menepuk bahu Chloriz.

Kehidupan bersama Mafia [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang