07. Still Be Mine

35.6K 3K 144
                                    

Hi, pacar taeyong disini!

Bagaimana kabarnya? Sehat selalu ya! Btw udah seminggu nih aku gak buka wattpad.

Pas buka, kaget dapet notif banyak. Ternyata ceritaku udah masuk 1k pembaca. Senang sangat! Apalagi kalian antusias nunggu cerita ini up, terhura aku😭 Terimakasih karena mau nyempetin diri buat mampir ke lapakku. Semoga betah dan kalian bisa nemenin aku tamatin cerita ini ya!

Jangan lupa tinggalkan jejak. Vote dan komen kalian sangat berharga untuk author. Tandai typo juga soalnya aku ngetiknya sambil ngatuk.

Happy reading <3
Enjoy!

***

Chapter 7. Still be Mine

Ziva mengikuti Sagara berjalan memasuki rumah. Dia baru saja sampai setelah tadi dari tukang sate. Saat melihatnya dengan Altair, Sagara tidak banyak bicara. Dia juga hanya merespon sekenanya saat Altair menanyakan kabarnya.

Ziva diam-diam berdesis ketika mengingat Altair menghampirinya dengan bersikap seolah tak terjadi apapun di antara mereka. Dia bahkan menanyakan kabarnya. Membuat Ziva muak saja.

"Gimana kabar lo?"

"Lo.. keliatan lebih baik dari sebelumnya."

Cih, sebelum-sebelumnya Ziva terlihat tidak baik-baik saja memangnya karena siapa?! Ha! Apa Altair lupa atas perbuatannya pada Ziva?! Ya meskipun semua ini bukan sepenuhnya salah Altair, tapi tetap saja dia merasa kesal. Namun, Ziva merespon sikap Altair dengan tenang, bertujuan ingin menunjukkan pada Altair, bahwa dia bisa baik-baik saja atau bahkan bisa tanpa Altair.

"Ya, gue jauh lebih baik dari sebelumnya. Bahkan lebih dari yang lo liat. Dan itu semua berkat Sagara. Gue tau lo udah liat status whatsapp gue. Dan gue yakin lo pasti ngerti."

Tak hanya itu, Ziva juga menunjukkan sikap berbeda pada Altair saat cowok itu berbicara dengan Sagara. Bersikap acuh seolah Altair hanyalah teman Sagara tanpa ingin saling mengenal satu sama lain. Ziva juga berharap setelah mengatakan demikian, Altair mengerti kalau Ziva tidak menginginkan Altair lagi di hidupnya dan saling fokus pada rumah tangga masing-masing.

"Sagaraaaaaa!" panggil Ziva. Dia lantas memeluk satu lengan Sagara membuat Sagara menunduk menatapnya. Dia kemudian ikut menempelkan kepalanya di lengan Sagara dengan kaki yang masih sama-sama melangkah. "Gue tadi nggak ngobrol apapun sama Altair kok. Dia cuma nanya gue sama siapa ke tukang sate, terus gue nanya kabar Aurora. Itu aja kok nggak lebih."

"Satu lagi. Dia bilang gue keliatan lebih baik dari sebelumnya. Ya pasti dong, 'kan Sagara sayang dan ngerawat gue dengan baik. Setiap hari bikin gue seneng juga. Terus sama itu...." Ziva menggantungkan ucapannya membuat Sagara menatapnya menunggu lanjutan dari perkataannya. "Suka bikin deg-degan, hehe."

Bukannya menanggapi penjelasan Ziva, Sagara malah merasa tertarik dengan kalimat terakhir Ziva. Suka bikin deg-degan katanya? Ziva tidak salah? Sagara juga sering dibuat salah tingkah dengan sikap Ziva yang manja padanya akhir-akhir ini. Bahkan tidak segan-segan memeluknya lebih dulu. Jadi Sagara tidak yakin sering membuat Ziva deg-degan.

"Sejak kapan gue suka bikin lo deg-degan?" tanya Sagara.

"Ih, sering tau!" jawab Ziva dengan nada protes. "Mau gue sebutin?! Oke! Nih, yang pertama, omongan lo yang manisnya lebih dari tebu, terus act of service lo, perhatian walaupun suka ketus, terus suka natap gue sedalam samudera. Itu gue kesel banget karena suka bikin salting! Terus--"

Figuran Wife [Republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang