Bab 61. Bayangan Aneh

1.7K 540 75
                                    

"Kenapa Bapak ke sana Bu?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kenapa Bapak ke sana Bu?"

"Eyang Siti yang minta."

Kiko meletakkan sisir pada tempatnya dan berbalik menatap Ibunya yang sedang membenahi handuk bersih dan mondar mandir dari kamarnya ke kamar mandi. Kiko menghela napas pelan. Bagaimanapun situasi sekarang sudah banyak berubah, tapi Kiko merasa dirinya membutuhkan usaha lebih untuk membiasakan dirinya memanggil wanita yang memilih tinggal di paviliun itu dengan sebutan Eyang Buyut.

"Banyak keluarga yang seperti itu, Bu. Bermain dan menusuk dari belakang walaupun dengan darah dan daging mereka sendiri. Harta dan tahta memang sangat berbahaya."

"Huum...begitulah. Tapi membuat orang yang sudah sepuh lega tidak ada salahnya. Lagi pula, itu memang harus ditanyakan kan? Tentang hak masing-masing itu? Kenapa adiknya berkhianat dan menyembunyikan kenyataan penting tentang keponakannya selama bertahun-tahun? Itu..."

Kiko menatap Ibunya yang terlihat termenung. "...seperti memisahkan Ibu dari anaknya. Tidak ada pembenaran dalam hal itu."

"Kalau mereka adalah saudara tiri tentu masuk akal."

"Dan sayangnya mereka adalah saudara kandung. Itulah yang membuat Eyang Siti merasa bahwa dia harus tahu. Ibu juga kalau jadi beliau pasti sudah ngulik ke akar-akarnya. Kenapa bisa seperti itu?"

Kiko mengangguk dan beranjak. Dia mematut diri di depan cermin dan membenahi bajunya.

"Kapasitas Bapak..."

"Kamu tahu kalau semua kekacauan ini asal muasalnya dari Eyang Roso. Jadi walaupun kita berusaha mengingkarinya, tetap saja semua berasal dari Griya ini, Michiko. Bapak tidak memiliki kapasitas besar dalam hal ini, tapi Eyang Buyut minta tolong dan kamu paling tahu...Bapak bukan orang yang bisa bilang tidak."

"Bapak pergi dengan siapa Bu?"

"Pakde kamu."

"Huum..." Kiko mengangguk-angguk dan meraih tasnya yang tergeletak di ranjang.

""Tidak usah khawatir. Bapak tidak akan membuat huru hara."

Kiko tertawa. Bayangan Bapaknya berkelebat di pelupuk matanya. Pria penyabar itu, mana mungkin akan membuat kerusuhan di rumah orang?

"Kamu kenapa kelihatan capek sekali, huum?"

Kiko menggeleng dan membiarkan Ibunya memijat tengkuknya. Sudah beberapa hari belakangan ini dia memang merasakan kelelahan tanpa sebab dan merasa dia tengah menggendong sesuatu yang berat di punggungnya. Mungkin karena dia terlalu banyak menunduk menekuni maketnya.

"Kiko jalan dulu, Bu."

"Jangan lupa sarapan."

"Dalem..." Kiko mengangguk dan mencium Ibunya. Dia tersenyum dan berjalan keluar dari kamarnya. Menyusuri koridor dan memaknai setiap ingatan masa kecilnya yang sering berada di rumah besar itu. Sangat banyak yang bisa dia ingat termasuk beberapa ingatan buruk yang sering membuatnya tersentak tiba-tiba.

PINK IN MY BLUEWhere stories live. Discover now