Bab 13 Dalih Dalam Sebuah Topeng

2.6K 616 145
                                    

"Bisa bertemu dengan Ibunya Mbak Kinan sekalian dong Bude

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Bisa bertemu dengan Ibunya Mbak Kinan sekalian dong Bude..." Suara Kiko mengambang. Tangannya berhenti bergerak merajut dan dia menoleh ke arah Bude Nesa.

"Tidak. Tidak ada yang keluar ketika Bude ke sana kemarin."

"Loh...kok begitu?" Kiko menggeleng kesal. Dia kembali menatap Bude Nesa yang tersenyum ke arahnya.

"Tidak apa-apa, Michiko."

Kiko menunduk dan tangannya kembali cekatan menggerakkan jarum rajutnya. Yang bercokol di kepalanya sekarang adalah bahwa tidak seharusnya Budenya itu mendapatkan perlakukan tidak sopan seperti itu.

"Kinan itu seperti...kasihan. Hidup di suasana keluarga yang seperti itu."

Kiko mendongak dan menoleh. Dia mengangguk ragu ketika mendengar perkataan Budenya yang sesaat kemudian menghela napas panjang. Mereka berdiam diri dengan jari yang terus sibuk dengan rajutan di pangkuan mereka.

"Seandainya dunianya Ilman itu isinya hanya kamu dan dia tidak mengenal yang lain, Nduk."

Kiko mendongak dan terpaku. "Bude, yang sabar. Kiko sedih kalau seperti ini."

"Hanya kamu yang bisa menerima Ilman tanpa melihat masa lalu kami, orang tuanya. Orang lain, tidak akan ada yang mengerti. Yang mereka lihat hanya skandal-skandal yang muncul di permukaan."

"Kita tidak tahu rahasia di balik jodoh, Bude."

Kiko menatap budenya yang mengangguk dan mengusap tangannya lembut. "Maafkan bude ya Nduk. Bude tidak bisa melihat gadis lain selain kamu. Kamu pasti merasa terbebani."

"Tidak, Bude. Tapi, akan ada masanya, datang seseorang yang mengerti dan menerima Mas Ilman dengan tulus, Bude. Lagi pula, Mas Ilman masih muda."

"Seandainya tidak?"

Kiko meraih tangan Budenya dan menggenggamnya lembut. "Kata seandainya itu tidak boleh diucapkan loh Bude. Bude mengajarkan agar kita berprasangka baik sama Allah, seperti halnya yang sering Ibu katakan."

"Iya. Duh...Bude semrawut banget pikirannya kalau sudah menyangkut Ilman."

"Kiko tahu. Huum...Bude istirahat dulu saja."

"Kamu mau kemana?"

"Pulang Bude. Mau meneruskan pekerjaan."

"Ya sudah. Hati-hati di jalan. Bude juga mau ke rumah sakit sebentar. Ilman hari ini shift panjang karena diminta temannya untuk menggantikan di IGD. Dan dia meninggalkan jaketnya."

"Huum, Kiko saja kalau begitu sekalian pulang nanti lewat jalur barat."

"Tidak usah. Nanti kamu capek."

"Tidak Bude. Mana jaketnya?"

"Itu, Bude sudah siapkan."

Kiko mengikuti arah yang ditunjukkan oleh Budenya. Sebuah paper bag berwarna hitam ada di atas sofa. Kiko menghampirinya dan meraih paper bag itu. Dia lalu mencium tangan Budenya dan tersenyum ketika Budenya mengusap lengannya lembut. Kiko mengucapkan salam dan sekali lagi mencoba mengatakan pada Budenya kalau semua akan baik-baik saja.

PINK IN MY BLUEWhere stories live. Discover now