Bab 32 Belenggu Yang Hilang

2.1K 562 80
                                    

Tawa sumbang terdengar sebelum Kinanti tumbang dan bergumul dengan kegelapan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tawa sumbang terdengar sebelum Kinanti tumbang dan bergumul dengan kegelapan. Dia berkali-kali mengatakan bahwa dia baik-baik saja dan ingin melihat Ibunya. Semua orang melihat sisi lain dari Kinanti yang terlihat rapuh. Wanita itu menangis dan berteriak memohon pada Ilman agar segera bisa melihat Ibunya. Ilman memberinya suntikan penenang setelah berkonsultasi dengan dokter kepala.

Kiko menatap Bapaknya yang berdiri bersebelahan dengan Pakde Farel dan Dokter Angger. Mereka sedang mendengarkan penjelasan dari Ankaa. Kiko menatap sekelilingnya dan menoleh ketika Mbak Dida mengusap punggung tangannya pelan. Lorong ruang ICU kelas satu yang dingin.

"Polisi sepertinya tidak dilibatkan, Mbak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Polisi sepertinya tidak dilibatkan, Mbak. Apa kasus ini akan ditutup dengan kematian dari sebuah kecelakaan yang wajar?"

"Apa yang bisa kita harapkan kalau kekuasaan memegang kendali, Dek."

Kiko mengikuti arah tatapan Mbak Dida. Dari pintu utama ruang ICU yang bergeser secara otomatis, muncul sosok Ferdian Sanusi Baco di kawal beberapa orang dengan setelan hitam. Pria itu memakai baju kasual celana berwarna khaki dan atasan kemeja hitam dan dengan luwes mengambil kendali. Sepertinya, titahnya sulit dibantah karena semua orang merasa segan. Sangat elegan. Setidaknya itulah yang dilihat oleh Kiko. Atau, semua orang memilih tak acuh dan menolak bersinggungan dengan pria itu?

Kiko kembali menatap Bapaknya yang tetap terlihat tenang. Juga Pakdenya yang tak acuh saja. Mereka menerima uluran tangan Sanusi Baco dan mempersilahkan pria itu mengambil alih kepengurusan jenazah.

"Kita pulang dulu, Dek?"

Kiko menoleh lagi ke arah Mbak Dida dan mengangguk. "Kira-kira kapan jenazah akan dikuburkan ya Mbak?"

"Nanti tanya Ankaa saja. Kalau melihat gelagatnya sih pasti disegerakan." Mbak Dida berkata lirih. Dalam kata-katanya yang halus tersembunyi nada sarkasme yang kental. Wanita itu jela tidak menyukai situasi sekarang. Mereka beranjak dan menghampiri para orang tua untuk berpamitan.

Dan, meninggalkan ruang ICU tanpa menoleh lagi. Mereka sadar betul, tidak ada yang bisa mereka lakukan bahkan untuk sekedar menyiapkan kembang dan hal-hal kecil lainnya. Sanusi Baco jelas membuat semuanya beres olehnya sendiri dan orang-orang di sekelilingnya.

PINK IN MY BLUEWhere stories live. Discover now