༊ Treffen

2.1K 312 101
                                    

       ∧_∧ 
(。・ω・。)つ☆・*。
⊂  ノ  ・゜+.
しーJ  °。+ *'¨)
        .· '¸.·*'¨) ¸.·*¨)
         (¸.·' (¸.·' ENJOY✨

Kriet...

Ditengah pemikirannya, pintu kamar yang ia tempati terbuka perlahan. Memperlihatkan sesosok laki-laki yang melangkah masuk. Hendery tidak dapat melihat wajahnya, ruangan ini terlalu gelap.

Sosok itu mengeluarkan suaranya, "Anda sudah sadar?" Dia terus melangkahkan kakinya hingga sekarang tepat berada di samping ranjang yang Hendery tempati.

Dengan cahaya lentera yang menggapai sosok itu, Hendery dapat melihat wajahnya. Dengan jelas.

Hendery terkesiap.

"Ka-kau..... "

Tidak salah lagi.

Laki-laki ini... Ibunya.

"Ibu...?" Suara Hendery bergetar. Matanya mulai memanas.

Pria yang dipanggil 'Ibu' itu terkesiap. Senyum yang dia tampilkan sebelumnya kini memudar. Dia terlalu kaget dengan panggilan yang tiba-tiba itu. Namun, tak lama dia bisa menguasai dirinya kembali. Sebuah senyum kecil kembali tampil di bibir mungilnya. "Maaf, apa maksud pangeran? Saya adalah seorang laki-laki, tidak mungkin saya adalah ibu dari Pangeran Mahkota."

Hendery menggelengkan kepalanya cepat. Tidak setuju dengan ucapan lelaki tadi. Dia yakin, dia telah mengingat setiap detail wajah dari ibunya yang terlukis pada gulungan yang diberikan Winwin. Dia seratus persen tahu bentuk dan rupa wajah ibunya. Dan pria yang sedang menatapnya ini sungguh-sungguh perwujudan dari lukisan ibunya itu. Jadi Hendery yakin jika dia tidak salah mengenalinya. Laki-laki ini adalah ibunya.

"Tidak! Aku yakin kau ibuku! Paman Winwin telah memberitahuku semuanya! Dia memberikanku lukisan wajahmu! Kau adalah Ten! Ibuku!" Hendery berteriak. Matanya membola memancarkan semua emosi yang dia rasakan. Kesedihan, kerinduan, kemarahan, kegembiraan, semuanya terpampang pada sepasang matanya yang berkaca.

Ten terkesiap. Tubuhnya kaku mendengar teriakan itu. Dia tidak percaya jika Winwin memberitahukan kebenarannya pada Hendery. Apa yang dipikir Winwin sebenarnya? Apa yang Jenderal itu rencanakan? Ten hanya bergeming. Dia tidak tahu harus membalas apa. Apakah dia harus jujur ataukah tidak? Apa yang harus dia lakukan?

Suasana di dalam kamar itu menjadi hening. Hanya suara napas terburu Hendery yang mengisi keheningan itu. Tak berapa lama suara isakan mulai terdengar. Itu adalah tangisan Hendery.

Bocah itu menangis terisak. Kepalanya menunduk, tidak lagi melihat Ten. Matanya tertutup dengan air mata yang terus keluar. Tangannya menggenggam selimut dengan erat. 

Ia mengeluarkan suaranya, parau dan kecil. "Aku... Aku merindukanmu. Aku selama ini terus bertanya-tanya siapakah ibuku? Dimana dia? Bagaimana kabarnya? Apakah dia juga merindukanku?"

Hendery menghela napas, "Akhirnya setelah bertahun-tahun aku bertanya-tanya, Paman Winwin mau memberitahukan semuanya tentangmu. Dia bilang namamu adalah Ten. Paman juga menceritakan tentang Paman Quentin. Tapi sayangnya Paman Winwin lupa tepatnya kamu tinggal, jadi dia memberitahuku untuk bertanya pada paman Quentin. Akhirnya aku menemui paman Quentin dan mendapatkan lokasimu tinggal. Aku mencari ke rumahmu yang di hutan perbatasan Barat, tapi kamu tidak ada. Kamu tidak ada. Aku- ...Aku kecewa. Aku putus asa"

Hendery mendongakkan kepalanya. Matanya terbuka dan menatap tepat ke mata Ten. Masih dengan air mata yang keluar dari kelopak indah itu. Bibirnya tersenyum, isakkannya berhenti, "Tapi kamu disini. Aku akhirnya bertemu denganmu. Takdir benar-benar baik denganku, 'kan Ibu?"

♛ BUTTERFLY's CURSED [JOHNTEN] (SLOW UPDATE) Where stories live. Discover now