18 [Sebuah Perbedaan]

162 97 98
                                    

LEWAT vitrase putih pada jendela kamarnya, Rachel memicingkan mata saat melihat samar ada motor hitam telah terparkir di depan fasad rumahnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

LEWAT vitrase putih pada jendela kamarnya, Rachel memicingkan mata saat melihat samar ada motor hitam telah terparkir di depan fasad rumahnya. Tak hanya motor saja, tetapi juga ada seorang lelaki yang masih mengenakan helm full face. Sepertinya lelaki itu adalah si pemilik motor.

Untuk memastikan penglihatannya, Rachel dengan tangkas mendirikan tubuhnya dari kursi belajar. Ia mengambil tas sekolah dan ponselnya yang berada di kasur, kemudian melangkah menuruni tangga untuk menemui lelaki itu.

Setelah membuka pintu rumah, kening Rachel langsung mengerut tajam. Pikirannya terasa deja vu saat ia tiba-tiba melihat Dillo, sosok lelaki yang tadi diintipnya dari jendela kamarnya.

Sekarang Dillo tengah berdiri gagah dan menatap intens Rachel. Helm yang tadi dikenakannya, kini sudah dilepas. Sehingga semakin mengekspos wajahnya yang begitu rupawan dan sangat nyaman untuk dipandang.

"Lo?!" Rachel menunjuk Dillo dengan kening yang masih mengerut. "Lo ngapain ke sini, sih?"

"Gue?" Dillo bertanya balik dan menunjuk dirinya.

"Ya, siapa lagi kalo bukan lo. Mau ngapain ke sini?!" Rachel bertanya lagi sambil menengok kanan kiri. Berharap para tetangganya tak ada yang tahu kedatangan Dillo di pagi-pagi buta seperti ini.

"Jemput lo."

"Hah?! Ngapain lo jemput gue?" tanya Rachel bingung. Lalu melangkah mendekati posisi Dillo. "Ikut gue sekarang!" Tangannya menarik kasar tangan kiri Dillo untuk menuju ke teras rumahnya.

"Enggak sekalian gue diajak masuk?" tanya Dillo setibanya di teras rumah Rachel.

"Gue nggak ngundang penyelinap untuk masuk ke rumah gue!" Rachel menghardik dan membuang kasar tangan kiri Dillo yang sempat ditariknya tadi. "Cepat jawab, lo ngapain ke sini?" Lagi, lagi dan lagi Rachel bertanya. Padahal sang mentari sudah menampakkan diri di tengah kumpulan awan. Nanti kalau telat siapa yang salah?

Dicecar pertanyaan yang sama untuk ketiga kalinya, membuat Dillo mengacak kasar rambutnya yang bergaya two block haircut. "Kan gue udah bilang tadi, gue mau jemput lo. Katanya kalo mau nawarin tumpangan untuk lo nggak usah banyak nanya. Ya, udah, gue langsung ke rumah lo aja."

"Ih, tapi lo jangan seenaknya juga datang pagi-pagi ke rumah orang. Kalo tetangga gue liat, gimana?" ucap Rachel yang ujung-ujungnya bertanya lagi.

"Lo enggak belajar dari kejadian kemarin? Kalo lo kebanyakan nanya, kita bakalan telat sekolah lagi," kata Dillo. Netranya masih setia menatap intens Rachel. "Terus kalo udah telat, gue lagi yang salah?"

"Makanya lo jangan sok-sokan kayak adegan di film Dilan. Tiba-tiba datang ke rumah orang. Enggak sekalian nanya Tuhan gue juga?"

Mendapat pertanyaan seperti itu, Dillo langsung menyipitkan matanya dengan keningnya yang bergelombang meliku-liku. "Beda," jawabnya datar dan ambigu.

RAFALEONWhere stories live. Discover now