5(2020)

1.1K 100 1
                                    

Mark menatap kedua orang tuanya, mereka sekarang ada di ruang makan. Makanan sudah tersaji bahkan sejak 30 menit yang lalu, tapi tidak satupun dari mereka yang menyentuh makanan itu. Baik Taeyong dan Jaehyun masih menatap sendu sebuah tiket yang ada di depan meja itu.

" Kenapa kalian tega sekali padaku... tidak pada kami" Mark menekankan suaranya di akhir kalimatnya

" Maafkan kami nak... saat itu kami tidak punya pilihan.." Taeyong berusaha menahan tangisnya

" Aku tidak mengerti dengan pola pikir pendek kalian itu. Kalian mengatakan kalian tidak punya cukup uang untuk merawat kami berdua, sehingga kalian membuang satu anak kalian? Hah lucu sekali, lalu bagaimana sekarang, tidakkah perusahaan JUNG sudah memiliki cabang hampir di negara bagian barat? Bahkan sekarang kau mau mengembangkan sayapmu ke negeri asia sana, kenapa kalian masih merahasiakannya padaku?"

" JUNG MARK! Jaga ucapanmu!" Teriak Jaehyun

Begitulah Mark, saat ia sudah tersulut emosi kadang ia lupa dengan siapa ia berbicara

" Sejak kita pindah ke kanada, kami selalu mengirimkan uang untuknya....tapi semenjak kalian berumur 15 tahun, kami tidak bisa lagi menemukan keberadaannya... dan... kabar itu ...aku baru tau dari mu" Tangisan Taeyong pecah, ia masih tidak percaya dengan kabar yang baru saja ia dengar beberapa hari yang lalu

" Kufikir kalian tidak berhak menangis, salah kalian sendiri menelantarkan anak kalian seperti itu dan menggunakan ku sebagai kambing hitam kalian"

" Tapi Mark dengan kondisimu... tidak aku tidak mengizinkanmu pergi"

" Hah... kalian masih memikirkan kondisiku dan tidak memikirkannya? Aku tidak peduli aku akan pergi dan mencari tau kebenarannya sendiri,selamat malam"

Mark beranjak dari meja makan dan menutup pintu kamarnya dengan cara dibanting. Ia melihat jam tangannya yang berbunyi, itu adalah alat untuk mengecek detak jantungnya jika bekerja terlalu keras. Mark meremas dadanya, ia tidak pernah marah seperti itu kepada kedua orang tuanya, dan tentu saja melihat Taeyong menangis membuatnya lebih sakit hati.

Tapi Mark lebih sakit hati, beberapa hari yang lalu ia mendapatkan sebuah email yang cukup panjang. Mark awalnya heran, email ini dikirimkan dari Korea dan Mark tidak mengenal siapapun disana dan tidak membaca email itu dengan segera. Mark hampir pingsan ketika membaca surat itu, beruntung ia bisa mengendalikan detak jantungnya dan tentu saja dibantu dengan obat-obatan.

Email itu dikirimkan oleh saudara kembarnya bernama Lee Minhyung, Mark selama ini tidak tau akan kebenaran itu, ia selalu menganggap dirinya anak semata wayang dan kesayangan dari keluarga Jung yang sangat terhormat itu. Berkat bantuan temannya Lucas, Mark berhasil mencari tahu mengenai orang bernama Lee Minhyung itu, ia bersekolah di Seoul dan meninggal karena bunuh diri tepat di hari dimana email itu dikirimkan.

Satu hal yang membuat Mark kesal adalah, Minhyung mengetahui tentang dirinya sedangkan Mark sama sekali tidak tahu bahwa saudaranya itu sedang membutuhkan bantuan darinya. Mark sangat menyesal andai saja ia membaca email itu segera, tidak membiarkannya beberapa hari, mungkin kembarannya itu masih hidup dan mungkin mereka sekarang sedang mengobrol.

.

.

.

" Kami tidak akan ikut... dan tidak akan mencampuri urusanmu, tapi setidaknya gunakan kartu ini dan kabari kami apa yang terjadi" Jaehyun memberikan sebuah kartu debit, tidak itu adalah black card.

" Ayah..." Mark sempat terharu, awalnya ia sedikit takut untuk pergi ke Seoul sendiri karena tidak mendapat izin dari orang tua, tapi kini ia sedikit lega karena mereka mengizinkannya untuk pergi

" Maafkan ayah karena tidak mencarinya lebih cepat.. Kami tidak ingin kehilangan anak kami lagi, membiarkanmu hidup mandiri sudah cukup membuat hati kami sakit dan kami akan menerimanya dengan lapang dada, mungkin ini juga hukuman untuk kami sebagai orang tua" Jaehyun memeluk Taeyong  yang tengah menangis, membiarkan anakmu yang sakit-sakitan hidup mandiri adalah suatu keputusan yang tersulit

" Ini, Namanya Soe Johnny, dia teman ayah dan dia seorang dokter, hubungi dia jika terjadi sesuatu" Jaehyun memberikan sebuah kartu nama kepada Mark

" Kalian tidak usah khawatir aku sudah cukup besar untuk hidup mandiri, aku akan menghubungi kalian jika sudah sampai disana"

.

.

.

Mark menatap sendu kamar yang ia tempati, kamar itu tidak terlalu besar bahkan kamar mandi Mark di rumahnya lebih besar dari ini. Mark masih bisa melihat masih banyak barang yang tersisa. Post it yang tertempel memenuhi dinding juga masih ada disana. Mark berjalan menuju dapur mini, disana tertempel banyak resep makanan, Mark sedikit tersenyum ternyata kembarannya ini pintar memasak, berbeda dengan Mark yang akan menghancurkan dapur jika ia menyentuhkan kakinya ke dapur.

" Aduh maaf ya nak, aku tidak menyangka ada yang mau menyewa kamar ini secepat ini, aku tidak sempat membereskannya karena kejadiannya terjadi begitu tiba-tiba" Penyewa kamar membungkuk meminta maaf pada Mark.

" Uh? Tidak apa apa... kejadian? Memangnya sesuatu terjadi disini?" Tanya Mark berbohong, Mark padahal sudah disiapkan sebuah apartemen yang lebih layak untuknya tapi ia memilih untuk tinggal di kamar kecil ini dimana tempat kakaknya itu tinggal selama ini.

" Oh... sebenarnya aku tidak ingin mengatakannya padamu, tapi ya jika setelah mendengar ini kau tidak jadi menyewa kamarnya tidak masalah, dulu kamar ini ditempatkan oleh seorang pria sepertinya dia seumuran denganmu, aku tidak mengerti kenapa ada anak yang sangat mandiri di dunia yang sangat keras ini, dia sudah tinggal disini sejak ia lulus dari bangku SD, saat itu dia sedikit kesulitan mendaftar sekolah karena tidak memiliki wali bahkan ia tidak memiliki marga, karena aku kasihan padanya aku mengangkatnya sebagai anak angkatku"

" Tapi anak itu benar-benar baik, ia tidak pernah telat membayar uang sewa padahal aku sudah menawarkan untuk tinggal bersama di rumahku, aku tidak memiliki anak, jadi kehadirannya sedikit membuatku senang, ia juga sering mengajakku makan bersama di kamar ini, selama ini ia selalu tampak bahagia tapi entah kenapa dia memilih mengakhiri hidupnya" Bibi itu mulai menitikkan air matanya

" Ah.. maaf setiap kali mengingatnya membuat hatiku hancur"

Mark tersenyum kecut menatap wanita tua di depannya yang kesusahan menahan air matanya agar tidak jatuh. Mark sedikit bersyukur setidaknya ada orang yang menganggap kakaknya sebagai anak.

" Aaah.... Begitu,  aku minta maaf atas kehilangan mu, tidak apa aku akan tetap menyewa kamar ini, lagi pula aku baru pindah dan hanya membawa sedikit barang, mungkin beberapa bukunya dan barangnya akan ku gunakan apa itu tidak masalah?"

" Ya... tentu saja.. Tidak masalah, terimakasih.. Aku akan mengemasi barang-barangnya yang lain nanti"

" Terimakasih bibi, tapi ngomong-ngomong kenapa bibi mau menceritakannya kepadaku?"

" Entahlah...saat pertama kali melihat mu masuk, aku seperti melihat Minhyung... ah benar juga nama anak itu Minhyung... aku juga tidak mengerti mungkin aku sangat rindu padanya"

Mark tersenyum dan membungkuk pelan.Setidaknya hari pertamanya di korea berjalan dengan lancar. Mark cukup lancar untuk berbahasa korea karena selama di Kanada orang tuanya itu selalu berbicara menggunakan bahasa negara kelahirannya itu.

" Hyung.... Maaf aku terlambat, akhirnya aku bisa sampai disini...."

Mark menatap langit kamar kakaknya itu, ia tidak tau pasti apa alasannya pergi ke korea, apakah untuk membalas dendam? Tapi kepada siapa? Jika Mark tau apa alasan kakaknya memilih untuk mengakhiri hidupnya lalu apa yang akan ia lakukan setelahnya? Atau Mark merasa sangat bersalah dan ingin meminta maaf, tapi bagaimana caranya?

Mark menggelengkan kepalanya kasar menghilangkan semua pikiran negatif yang ada di kepalanya. Mark memantapkan hatinya pertama tama ia harus masuk dulu ke dunia yang ditempati kakaknya itu, mempelajari bagaimana hidup kakaknya dengan begitu ia akan tau alasan kakaknya memilih untuk mengakhiri hidupnya. 

[COMPLETED] Our Story || MarkHyuck Where stories live. Discover now