"Suara samarmu yang terdengar
pada tanah di taman bermain,
menuntunku ke rumah
di mana aku pulang.
Aku akan berjalan selangkah demi selangkah ke arahmu.
Mari kita pulang bersama-sama."
....
****
Makanan yang diminta oleh Chaeryoung dan Minjeong sudah didapatkan olehku setelah menunggu selama 15 menit karena mengantri.
Aku mendengkus sambil menatap dua kotak kecil berisi makanan tersebut kemudian pergi ke arah mereka bertiga berjalan menuju Cafe Shopia.
Aku merasa sedikit khawatir karena terlalu lama menunggu antrian dan terlalu lama menunggu makanan ini selesai dibuat, sudah pasti mereka menungguku lama, untung saja mereka bertiga mampir ke suatu tempat terlebih dahulu.
Jika saja mereka bertiga menungguku mengantri pasti mereka akan merasa bosan dan menjadi kesal.
Aku terus berjalan sambil melihat sekeliling, menatap beberapa toko pakaian hingga sufernir ada di setiap jajaran toko, kemudian aku mulai menyadari sesuatu.
“Café Shopia yang mana,” gumamku bingung.
Tanpa sadar kakiku berjalan lurus, berharap dapat menemukan Café Shopia secepat mungkin walaupun sebenarnya aku tidak yakin dengan jalan yang kuambil.
Kawasan Namsan Tower ini sangat luas dengan lapangan besar dijadikan tempat untuk orang-orang menonton acara kembang api tengah malam nanti, jika seseorang tersesat ataupun berpisah dengan teman-temannya pasti akan sedikit sulit untuk ketemu lagi.
Satu-satunya cara adalah dengan menghubungi mereka lalu janjian akan bertemu lagi di mana, hanya saja aku belum memiliki nomor ponsel Minjeong ataupun Somi dan Chaeryoung.
Alhasil aku harus mencari Cafe Shopia sendirian.
“Kak, apakah kau tahu di mana Café Shopia?”
“Oh, itu di sebelah sana, kau lurus saja lalu berbelok sebelah kanan, terus ke arah kiri.”
“Terima kasih, Kak.”
Kakiku berjalan dengan santai menyusuri jalanan, mencari-cari di mana Café Shopia sesuai dengan yang diberitahu oleh kakak-kakak penjual minuman tadi.
Aku terkejut saat rintikan gerimis turun, astaga ….
Karena sekarang sudah jam sepuluh malam suasana Namsan Tower menjadi semakin ramai oleh pengunjung, sudah pasti mereka semua datang karena sebentar lagi kembang api akan dinyalakan.
Desakan dari orang-orang yang datang terkadang sampai menyenggol bahuku karena mereka ingin mencari tempat berteduh dari gerimis, untung saja aku masih bisa fokus jalan sambil mencari di mana Café itu.
Rupanya Café Shopia bukan tempat yang jauh.
Aku lega karena sudah menemukan di mana Café itu, akan tetapi aku tidak melihat Minjeong ataupun lainnya di dalam sana, hanya ada orang-orang yang tidak dikenal.
Aku terdiam di dekat dinding kaca sambil terus mengamati ke dalam Café, masih berharap kalau mereka bertiga ada di dalam sana, namun nihil.
Tiba-tiba langit yang semula hanya ada rintik hujan kemudian berubah menjadi hujan deras hanya dalam waktu lima detik.
Orang-orang menjadi kacau karena hujan turun dengan deras, mereka berlarian hingga menabrak bahu satu sama lain, aku terhuyung-huyung dan berpegangan pada dinding luar Café.
Aku masih harus tetap mencari mereka bertiga atau aku akan tetap di sini seorang diri dan tersesat.
Entah mengapa rasa takut kini mulai menghampiriku.
Dua bungkus makanan di dalam paperbox kecil pasti sudah dingin daritadi, aku menggigit bibirku.
Hujan turun semakin deras, jaket yang kupakai mulai basah dan aku semakin ketakutan karena orang-orang menabrakku sambil mencari tempat untuk mereka berteduh, setiap atap Café ataupun restoran sudah penuh oleh orang-orang bahkan mereka sampai masuk ke dalam.
Aku menggenggam tali paperbox dengan erat, bahkan kini bibirku mengatup dengan erat satu sama lain.
“Mungkin mereka sedang mampir ke suatu tempat, iya … mereka tidak mungkin meninggalkanku sendirian, aku harus mencari mereka lagi.”
****
Cookies 1
“Inilah mengapa aku tidak pernah suka pergi jalan-jalan bersama kalian semua, pasti saja terkena sial.”
Sunghoon tertawa pelan mendengar ucapan Shuhua.
“Waktu itu aku juga ikut jalan-jalan bersama kalian lalu tiba-tiba mobilnya pecah ban,” keluh Shuhua untuk kedua kalinya.
“Awas kau bisa terkena stroke, terus saja mengomel daritadi,” balas Jeongin.
Shuhua hanya bisa memasang raut cemberut kepada Jeongin.
Sunghoon dan Yuri tertawa mendengar perkataannya seolah-olah itu adalah hal yang lucu, padahal dia sedang mengkritik dan jujur atas apa yang diucapkan.
Hujan di luar sana masih saja belum berhenti meskipun sudah lebih reda, angin yang tertinggal masih terasa sangat dingin ditambah lagi AC di dalam restoran.
“Hei, orang itu mirip sekali seperti Sarang.”
Sunghoon langsung menoleh saat Yuri menyebut nama Sarang lalu dia menunjuk ke arah dinding kaca, memperlihatkan seorang gadis sedang berjongkok sambil menunduk di depan Café seberang, dari kejauhan seperti ini Sunghoon harus menyipitkan mata agar dapat memastikan siapa gadis yang ditunjuk oleh Yuri.
Setelah sadar kalau itu benar-benar Sarang, Sunghoon sontak berdiri dari bangkunya kemudian buru-buru keluar.
Dia berjalan cepat menerobos gerimis hanya untuk ke seberang menemui gadis itu, agaknya dia sedikit terkejut melihat bagaimana keadaannya, dia menggigil kedinginan hingga tubuhnya bergetar.
Gadis itu juga basah, air hujan menetes dari ujung rambutnya bahkan tangan itu menggenggam sebuah paperbox kecil dengan sangat erat seperti menahan sesuatu.
“Sarang,” panggil Sunghoon seraya berjongkok.
Perlahan gadis itu mengangkat kepala dan memperlihatkan seberapa pucat wajahnya kepada Sunghoon, dia tidak mengerti mengapa Sarang bisa begitu menyedihkan.
Kedua matanya tampak sembab memerah, sesengguk pelan masih lolos beberapa kali dari bibirnya, sepatu yang dia kenakan sudah dipenuhi oleh air hingga membuat kakinya seperti mati rasa.
Buru-buru Sunghoon melepas jaket dan memakaikan jaket itu pada Sarang yang basah karena kehujanan.
“Dia benar-benar Pacar Resmi mu?” tanya Jeongin sambil mendekat kepada mereka berdua, bersama dengan Yuri dan Shuhua.
Sunghoon buru-buru berdiri, “Jeongin, cepat lepas jaketmu,” pintanya.
Jeongin segera melepas jaket miliknya kemudian Sunghoon mengambil jaket itu untuk dipakaikan kepada Sarang.
Tak hanya mereka berdua, bahkan Shuhua juga melepas jaket miliknya untuk diberikan kepada Sarang agar dia tidak menggigil, Shuhua terlihat benar-benar iba dengan kondisi Sarang.
“Bawa ke toko baju saja agar dia ganti baju!” saran Yuri.
Sunghoon menjadi bingung sendiri, dia sampai mengerutkan dahi dan menyibak poni rambutnya ke atas, baru kali ini Sunghoon terlihat begitu bingung selain saat dia sedang mengerjakan tugas.
“Kalau begitu aku akan membeli handuk dulu, nanti kita bawa Sarang ke toko baju, Jeongin tolong beli minyak angin dan minuman hangat!” suruhnya dengan cepat.
Mereka berdua segera pergi untuk membeli apa yang mereka perlukan sedangkan Shuhua dan Yuri tetap di situ untuk menjaga Sarang.
“Ayo berdiri dulu, kita duduk di kursi itu,” ujar Shuhua sambil meraih kedua lengan Sarang, memintanya untuk berdiri.
Kaki gadis itu bergetar hebat saat Shuhua membantunya berdiri, dia berjalan dan duduk di kursi seolah-olah sudah tidak ada lagi tenaga yang tersisa pada kakinya ditambah lagi tubuh itu terus saja bergetar.
Sebenarnya Shuhua dan Yuri ingin bertanya mengapa Sarang bisa hujan-hujanan dan menjadi seperti ini, mereka juga penasaran dengan siapa Sarang pergi, namun mereka berdua tidak menemukan kalimat yang tepat.
Jeongin lebih cepat kembali daripada Sunghoon dan dia membawa minyak angin dengan teh hangat yang masih mengepulkan asap putih.
Rupanya tidak hanya kaki saja yang bergetar rupanya tangan dia juga ikut bergetar ketika memegang teh hangat, dia membuat Jeongin merasa sangat kasihan hingga membantunya memegangi wadah itu.
“Minum pelan-pelan,” ujar Shuhua sambil terus menggosok punggung Sarang agar lebih cepat merasa hangat.
Tak lama kemudian Sunghoon kembali membawa handuk, sepatu dan selimut bulu, entah mengapa Shuhua justru terbelalak melihat selimut yang dibeli oleh Sunghoon, dia tidak menyangka kalau lelaki itu sampai membelikan selimut bulu super hangat.
Dia berjongkok untuk melepaskan sepatu Sarang yang dipenuhi air, mengeringkan kaki itu dengan handuk lalu memakaikan sepatu yang baru.
Shuhua dan Yuri sampai saling menatap satu sama lain.
“Sudah lebih hangat?” tanyanya sambil mendongak menatap Sarang.
Gadis itu masih sangat-sangat pucat, tetapi dia tersenyum tipis sambil menganggukkan kepalanya yang lemah.
Mereka membantu Sarang untuk berdiri agar bisa membawanya menuju toko baju, namun gadis itu tampak terlalu lemah untuk berjalan lebih dari beberapa langkah, terlebih lagi dia terus saja bersin.
“Naik ke punggungku!” ucap Sunghoon sambil berjongkok di depan Sarang, menepuk punggungnya untuk segera dinaiki.
Sarang tampak terengah-engah karena lelah sekaligus bingung, dia tidak mengerti mengapa Sunghoon sampai seperti itu.
“Sudahlah cepet naik sebelum kau pingsan,” kata Shuhua tidak sabar.
Akhirnya tidak ada alasan untuk Sarang menolak.
Dia naik ke atas punggung Sunghoon, membiarkan laki-laki itu menggendongnya hingga masuk ke dalam toko sekaligus memilihkan baju, parahnya dia justru membawa Sarang ke toko baju yang bagus.
“Mengapa kita ke toko baju yang ini, semua bajunya mahal!” keluh Yuri.
“Biarkan saja, baju yang bagus biasanya lebih hangat untuk dipakai, lagipula aku yang akan bayar,” jawab Sunghoon dengan cepat.
Kali ini Jeongin yang menoleh sambil menggelengkan kepala lantaran bingung melihat tingkah aneh dari teman SMP-nya ini.
.
.
.
TBC