MIPA VS AKUNTANSI

By LuthfiSeptihana

24.3K 2.2K 282

Terlahir sebagai putri dari keluarga terpandang membuat Ivy merasa terkekang. Segala hidupnya selalu diatur... More

1. Prolog
2. MIPA
3. Akuntansi
4. Ivy's Family
5. Bintang'81
6. Terima Kasih!
7. Anastasya Shena Adipati
8. Ravinivy
9. SMA Galaksi
10. SMK Satu
11. No Progres
12. Bening Citra Lentera
13. Bimbingan Belajar Ivy
14. Pertengkaran
15. Cut Kayla Nazwa Ayuning
16. Lambe Turah!
17. Perihal Perasaan
18. Jawaban Ivy
19. Sebenarnya Ada Apa?
20. Pikiran Kayla
21. Kejadian Sebenarnya
22. Perubahan
23. Bluethetic Cafe
24. Cerita Ivy
25. Perkenalan Ivy
26. Full Day
27. Ketahuan!
29. Ivy Ngambek
30. Kedatangan Darka
31. 143=8, Ivy!
32. Gertakan Darka
33. Pengorbanan
34. Salam Terakhir
35. Pengorbanan Ravin
36. Pengorbanan Ravin(2)
37. Rencana Pindah
38. Surat dari Ivy
39. Good Bye, Jakarta!
40. Welcome, Semarang!
41. Janji Ivy
42. Perjodohan
43. Rakaivy
44. SMA Trisatya
45. Bahan Bicaraan
46. Keadaan Ravin
47. Satu Tahun Kemudian
48. Kehidupan Baru
49. Epilog
S E Q U E L

28. Perseteruan

288 36 0
By LuthfiSeptihana

Vero sedang menimang-nimang keputusan apa yang akan ia ambil. Antara peraturan keluarga yang memang harus ia turuti atau masa depan putrinya. Setelah mendengar alasan Vanya, Vero menjadi lebih mempertimbangkan dan memikirkan.

Benar, cinta itu tidak bisa dipaksa untuk siapa. Mau dengan dokter, akuntan, atau lainnya yang namanya cinta tetaplah cinta. Sudah tidak bisa dihitung dengan jari lagi seberapa sering Vero mengacak rambutnya dan merasakan kepalanya sangat berat.

"Apa yang harus aku lakukan?" Pertanyaan itulah yang selalu Vero ucapkan sejak tiga puluh menit lalu.

Saat ini Vero sedang berada di ruang kerjanya. Pria itu sedang memikirkan semuanya. Mengapa masalah selalu datang di kehidupannya?

TOK TOK TOK!

Suara ketukan pintu langsung membuat Vero mendongakkan kepalanya dan menatap ke arah pintu tersebut. Selang beberapa waktu, istrinya datang dengan satu cangkir teh manis hangat.

"Diminum, Mas. Aku tau kamu lagi banyak pikiran," ujar Vanya penuh pengertian.

Vero tersenyum manis dan langsung meneguk teh tersebut. "Aku harus berbuat apa ya, Van?" tanya Vero yang meminta pendapat.

Vanya langsung mengelus pelan bahu suaminya, wanita ayu itu tersenyum dan menguatkan Vero. "Apapun yang memang kamu yakini adalah suatu kebenaran. Kamu harus berani mengambil langkah tersebut, walaupun memang yang kamu yakini adalah menentang hubungan Ivy dan Ravin. Setidaknya kamu tidak berbohong mengenai keyakinan kamu sendiri."

"Lebih terbuka dan menerima hasil pemikiran sendiri," lanjut Vanya.

"Kalau aku nentang Ivy, apa dia akan marah ke aku?" tanya Vero lagi.

Vanya menaruh beberapa camilan di meja kerja suaminya. Wanita itu melangkahkan kakinya ke sofa dan mendaratkan tubuhnya di sana.

"Marah, pasti. Kecewa juga pasti. Anak mana yang gak marah, gak kecewa, dan gak sakit hati karena ditentang orang tuanya? Kayak yang udah aku omongin tadi, Mas. Cinta itu gak memandang apapun, kalau memandang apapun itu bukan cinta namanya. Untung aja dulu aku seorang dokter makanya kita bisa bersama sampai sekarang, kan? Kalau aja dulu aku bukan dokter, kita udah ditentang."

"Gimana perasaan kamu kalau kita ditentang, gak diterima oleh keluarga? Gak disukai oleh satu keluarga besar? Disuruh putus, disuruh meninggalkan orang yang kita suka?" tanya Vanya memberikan sebuah penggambaran. "Pasti rasanya gak enak, Mas."

Vero mengangguk, membenarkan ucapan istrinya itu. Benar, pasti rasanya sangat tidak enak. Dirinya saja tidak bisa membayangkan bagaimana jika dulu hubungan mereka berdua ditentang.

"Tapi kalau menurut kamu aturan adalah aturan yang sama sekali tidak bisa ditentang, tidak bisa dilanggar, aku ikut apa yang kamu yakini. Kamu itu imam keluarga. Kamu itu yang berhak menentukan dan mengambil keputusan."

Pusing.

Pening.

Bingung.

Semua keputusan sama sekali tidak bisa Vero bayangkan. Sepertinya Vero ingin tidak menjawab dan memutuskan hal ini. Sepertinya Vero ingin hal ini sama sekali tidak terjadi di kehidupannya.

***

Ivy masih menangis sesenggukan di kamarnya. Sudah setengah pack tisu ia habiskan demi mengelap air mata. Mata Ivy pun rasanya benar-benar sipit, hidungnya memerah, linangan serta jejak air mata tentunya terlihat sangat jelas.

"Apa yang harus aku omongin ke Ravin? Aku takut Ravin marah dan gak mau maafin aku," batin Ivy.

***

Hari sudah hampir selesai, saat ini waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Vero masih berada di ruang kerjanya dan masih memikirkan nasib putrinya. Vero benar-benar dilema, aturan keluarga adalah sumpah yang selama ini Vero junjung tinggi. Namun di sisi lain, cinta itu benar-benar tidak bisa dipaksakan.

Daripada kebingungan mencari jawaban, akhirnya Vero meraih ponselnya dan menelepon ibunya yang berada di Bali. Pasti ibunya itu belum tidur.

"Halo?" Nada berat dari seberang sana langsung membuat Vero merasakan rindu kepada sang ibu.

"Halo, Bu! Ibu belum tidur?" sahut Vero.

"Belum, ibu belum bisa tidur. Ada apa telepon jam segini, Nak? Ada masalah lah di sana?" Benar ya kata orang, insting seorang ibu itu selalu tepat. Selalu tahu bagaimana kondisi anaknya.

Vero mengambil napas dengan pasrah. Ia bingung bagaimana caranya menceritakan semua dengan Tifanya—ibunya.

"Ivy, Bu. Dia punya pacar tapi bukan berasal dari keluarga dokter, aku awalnya menerima, saat tau seperti itu aku langsung menolak. Tapi Vanya membela Ivy, Bu. Dia bilang cinta itu gak bisa dipaksa, Vero jadi bingung. Di satu sisi Vero harus menjalankan peraturan keluarga, namun di sisi lain Vero harus melukai hati putri Vero sendiri. Vero takut kalau ayah tau soal ini dan marah."

Satu hal yang memang Vero takuti dari tadi hanyalah itu, ia takut Darka mengetahui hal tersebut dan marah. Darka adalah seseorang yang keras kepala, yang temperamental, egois, semua keinginannya harus ditepati.

Terdengar helaan napas di seberang sana. "Ayahmu pasti marah, Nak. Pasti nyuruh Ivy putus. Ibu gak tau lagi, kenapa Ivy selalu menentang peraturan keluarga. Pasti ayahmu sangat marah. Dia selalu menghalalkan segala cara untuk bisa membuat keluarganya menjadi dokter."

Diam sejenak, tak ada yang mengucapkan suara, baik Vero maupun Tifanya. Keduanya sama-sama terdiam membisu dengan pikiran masing-masing.

"Putuskan Ivy dengan pacarnya," lanjut Tifanya selang beberapa waktu setelah berpikir panjang. "Sebelum ayahmu yang memutuskan dan menghancurkan pacar Ivy."

Oke, sekarang Vero tahu harus berbuat apa. Ini yang terbaik untuk Ivy. Ini yang memang harus Vero lakukan.

"Oke, Bu. Makasih ya udah bantuin Vero, ibu istirahat, ya. Selamat malam, Bu."

"Malam."

***

Ivy masih belum bisa tidur saat ini. Ia masih kepikiran, keputusan apa yang akan Vero ambil nanti. Semoga keputusan itu tidak membuat Ivy sakit hati. Semoga keputusan itu tidak membuat siapapun terluka.

Sedari pulang dari toko kue, Ivy sama sekali belum menyentuh ponselnya, tidak tahu ada berapa pesan yang masuk ke sana. Ivy bahkan tidak menyentuh soal-soal yang tempat lesnya berikan. Bodo amat, Ivy tidak mau memikirkan itu semua, kepalanya terasa pening saat ini.

Dengan satu tangan, Ivy meraih ponselnya yang ada di ransel, gadis itu langsung menyalakan ponsel tersebut dan membuka pesan yang masuk dari Ravin.

Ravindra Atmawidjaya: Vy

Ravindra Atmawidjaya: Are you okay?

Ravindra Atmawidjaya: Kamu gapapa kan, Vy? Baik-baik aja, kan? Aku khawatir

Ravindra Atmawidjaya: Vy aku khawatir.

Ravindra Atmawidjaya: Gapapa kan?

Ivy menyunggingkan senyuman di bibirnya. Ia merasa takut kehilangan sosok pria yang sedang memberikan pesan singkat kepadanya.

Sylvia Ivy: Gapapa, Vin. Iam okay, kamu gak perlu khawatir.

Ravindra Atmawidjaya: Baru on tengah malam, bikin orang khawatir aja sih:(

Sylvia Ivy: Maaf yaa:'

Ivy langsung menonaktifkan ponselnya kembali. Ia sudah ingin tidur saja rasanya. Dengan satu tangan Ivy langsung menaruh ponselnya di nakas dan tidur.

***

Hai, Guys! Selamat pagi, selamat siang, selamat sore, dan selamat malam buat kalian semua yang baca part ini!

Semoga enjoy selalu yaa!

See you!

Xoxo,

Luthfi Septihana🌹

Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 144K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
420K 22.5K 60
Sedang dalam tahap revisi, jadi maafkan bila ada kata typo atau kalimat yang kurang enak dibaca(⁠✿⁠^⁠‿⁠^⁠). ~~~~~~~~~~~~~~~ Bercerita tentang seoran...
2.4K 1.3K 43
Sinopsis : Biru mencoba melambai-lambaikan tangannya tepat di hadapannya tapi hasilnya tetap sama. Tatapan yang sama. Raga yang diam. Pikiran yang ke...
51.1K 2.8K 70
• Based on true story • Don't copy my story, please be creative. Happy reading. ------ Aku hanya seorang perempuan yang menyayangimu dalam diam,dalam...