(Wrap in Plastic)
Let me be your fantasy
Play with me
I wanna be your girl
(wanna be your girl, wanna be your)
-hari ini double up yah, karena Sanul ulang tahun. Eh!-
-selamat menikmati ke-BAR-BAR-an calon istrinya Mark Tuan yang udah ketikung duluan oleh Sanul-
-ayo bermain bersama Lora-
-main apa Uma?-
-mainin hati Sanul, eaaa-
Happy reading
..................
Lora masih duduk mencongkong usai Amira benar-benar hilang dari pandangan mereka. Kaki gadis berlesung pipi itu tak mau diajak bekerja sama untuk menopang bobot tubuhnya.
Sementara Ikhsan yang berdiri di sebelah Lora, patah-patah menatap gadis dengan perlengkapan mandi yang sedang mencongkong itu sambil bersusah payah mengeluarkan suaranya, "jangan pikirkan apa yang barusan Uma bilang. Maklum sajalah, orang tua memang begitu."
Usai mendengar Ikhsan berkata-kata seolah mereka tak perang sebelumnya, Lora seperti mendapatkan tenaga dari seluruh alam. Tiba-tiba gadis itu langsung berdiri dan mendekat ke arah Ikhsan, "Bang Sanul udah nggak marah lagi? Udah nggak larang-larang Lora buat jatuh cinta ama Bang Sanul? Udah nggak ngancem-ngancem lagi?"
Lora yang tiba-tiba mendekat padanya dengan pertanyaan kekanak-kanakan seperti itu sukses membuat Ikhsan terkejut. Si tampan mengangkat alisnya dan bergumam kesal, "pertanyaan macam apa itu? bocah sekali kamu."
"Makanya Lora butuh Bang Sanul yang dewasa ini untuk selalu ada di sisi Lora buat ngimbangin kebocahan Lora." Lora mengeluarkan jurus penaklukkannya yang pertama. Berkata sambil memasang wajah se-kiyoot-kiyootnya.
Ikhsan tersedak. Lora tak henti-hentinya menggempur si tampan tepat dibagian dada tanpa tenggang rasa.
"Beneran nggak marah lagi, Bang?" Lora bertanya memastikan dengan membesarkan bola matanya, mengondisikan wajahnya seperti anak kucing yang minta digendong.
YA SALAM! Mana tahan Ikhsan dengan wajah memelas seperti itu, sambil memalingkan pandangannya, Ikhsan menjawab datar, "saya tidak marah. Tadi itu saya hanya terpancing karena kamu berkata yang tidak-tidak. Mana pakai bilang senyum saya buat otak kamu ngeblank lagi."
"Baguslah kalau Bang Sanul nggak marah. Lora lega." Lora sedikit menggoyangkan tangannya tanda gembira. Atau tepatnya, gembira dibuat-buat di hadapan Ikhsan. "Tapi jujur, senyuman Bang Sanul kayak air kelapa muda ditambah susu dan perasan jeruk nipis. Manis dan menggigit dalam sekali pandang. Buat Lora oleng tiba-tiba."
Untung di dekat Ikhsan kini tidak ada lubang. Kalau ada, usai mendengar kata-kata Lora seperti itu, sang Gus mungkin sudah mengubur dirinya dalam-dalam di lubang tersebut.
"Kamu memang bocah Lora. Gampang sekali oleng hanya karena senyuman." Ikhsan berkata sambil menahan semu dikedua pipinya, "terus Mark Tuan mau kamu taruh di mana ha?"
Lora menghampiri Ikhsan dengan jarak yang semakin dekat. Mata gadis itu disettingnya dengan sparkling yang memukau, entah bagaimana caranya. Setidaknya saat Ikhsan melihat mata itu, Ikhsan serasa melihat ribuan pendar bintang di langit malam.
Saat wajahnya ia hadapkan pada Ikhsan utuh tanpa malu-malu, Lora bersuara menyanggah kalimat senior tampannya barusan, "Mark Tuan itu Lora taruh di dalam ponsel. Kalau Lora ingat dia, Lora bisa liat dia dengan cari foto dia di galeri. Tapi kalau Bang Sanul, mulai sekarang Lora taruh di sini... (Lora menepuk pelan dada bagian kirinya, tepat dekat jantung)... dan kalau Lora rindu, Lora tak perlu lihat ponsel dulu seperti Lora hendak melihat Mark Tuan. Cukup hanya dengan memejamkan mata, maka rindu Lora pasti akan terobati. Lora tau kalau Bang Sanul itu ada dan nyata untuk Lora, tidak seperti Mark Tuan yang jauh di sana."
Alamak jang! Lora tak main-main dalam rencananya. Ia menyerang Ikhsan dengan senjata yang bertubi-tubi. Hanya saja Lora lupa, terkadang senjata bisa makan tuan.
Sudah cukup, cukup sudah, Ikhsan tak tahan, benar-benar tak tahan. Tanpa sepatah kata pun lelaki tampan itu berjalan meninggalkan Lora masuk ke pekarangan mesjid.
Mendapati sang senior memburu langkahnya, Lora tak punya pilihan lain selain mengejar, "Bang Sanul tunggu! Kenapa menjauh tiba-tiba ha?"
"Pikirkan sendiri kenapa saya menjauh tiba-tiba." Ikhsan menjawab cepat, tapi langkah kakinya tak dihentikannya sama sekali.
Lora berhasil menyamai langkah si tampan dalam hitungan detik. Tapi sayangnya mereka tak bisa menyambung kembali percakapan mereka karena di dalam pekarangan mesjid sudah ada beberapa santri yang mengantri di depan kamar mandi khusus laki-laki.
Lora harus jaga wibawa, ia adalah Nyonya Muda sekarang. Maka gadis itu memilih berjalan di belakang Ikhsan sambil menundukkan wajahnya demi menghindari pikiran 'iya-iya' para santri yang sedang berkumpul memerhatikan mereka.
Ikhsan yang menyadari situasi itu langsung memperlambat jalannya demi bisa menjadi tameng Lora dari depan. Mereka berdua bekerja sama dengan baik tanpa perlu bersuara. Seperti fullcream dan dalgona kocok, meski tak padu, tapi tetap cantik saat diletakkan dalam wadah yang sama.
Dua menit berjalan melintasi pekarangan mesjid yang cukup luas, dengan posisi satu di depan dan satunya lagi mepet di belakang, akhirnya Ikhsan bersuara samar, "sepertinya di kamar mandi khusus wanita belum ada yang ngantri, kamu cepat mandinya. Saya tanggu di luar."
"Sesuai perintah, Gus Ganteng." Lora menyahut pelan dari belakang.
Dan tentu saja sahutan Lora memberi efek pada bibir Ikhsan. Si tampan tersenyum tanpa sadar, tersentuh dipanggil 'Gus Ganteng' dengan nada sepatuh itu.
Tanpa membuang waktu, sesampainya di depan kamar mandi khusus perempuan yang kebetulan ada di samping kanan mesjid, Lora langsung ngacir masuk ke dalam kamar mandi itu, meninggalkan Ikhsan yang berdiri sendirian di depan pintu masuk. Melipat tangan sambil mengamati sekitar.
Tapi tak bertahan lama, lima santri datang dengan perlengkapan mandi mereka ke arah Ikhsan.
Mereka mengangguk memberi hormat pada Gus muda itu, lalu duduk sekitar satu setengah meter jauhnya dari Ikhsan. Apa yang ada dalam pikiran santri-santri itu adalah : Ikhsan sama seperti mereka, manunggu antrean untuk masuk kamar mandi.
Di bagian kamar mandi laki-laki sudah membludak antreannya, maka santri-santri yang menyadari makhluk bernama perempuan sangat langka di pesantren ini berinisiatif untuk menyabotase kamar mandi perempuan demi bisa membasuh tubuh.
Selang beberapa menit, rombongan kloter kedua datang, kali ini tujuh orang. Dan mereka adalah santri yang terlihat lebih junior dari yang tadi. Sama persis dengan rombongan sebelumnya, tujuh orang santri muda itu mengangguk sopan pada Ikhsan lalu ikut dalam antrian di samping senior mereka.
Ini tidak akan berakhir dengan mudah karena setelah itu datang gerombolan ketiga, keempat, kelima, keenam dan seterusnya.
Ikhsan mulai khawatir, sudah cukup untuk membuka dua kelas dengan jumlah mereka yang mengantri saat ini. Bagaimana nanti jika Lora keluar dari kamar mandi dan dilihat oleh santri yang mengantri panjang?
Namun sepertinya Allah memberi lelaki tampan itu kesempatan untuk memperbaiki suasana. Dalam bingungnya Ikhsan, tiba-tiba lima santri yang kebetulan akrab dengannya datang, ikut mengantri juga.
Yang membuat Ikhsan merasa suasana saat ini bisa diperbaiki adalah lima santri itu tidak hanya mengangguk atau menyapa sekedarnya, melainkan mereka mendatangi Ikhsan, bersalaman dan bercengkrama. Dan itu tentu saja menjadi kesempatan emas bagi Ikhsan.
"Gus Ganteng juga mau mandi? Udah nunggu dari tadi, Gus?" salah seorang dari lima santri yang akrab dengannya bertanya ramah.
Ikhsan menggeleng pelan, lalu tersenyum sambil menjawab tak kalah ramahnya, "saya memang menunggu dari tadi, tapi tidak untuk mandi karena saya sudah mandi sebelum subuh."
"Terus kenapa Gus Ganteng ikut bareng kami berdiri di sini?" seorang lainnya bertanya sambil membetulkan posisi handuknya yang hampir meluncur dari bahu.
"Saya sedang menunggui seseorang yang ada di dalam kamar mandi. Dia sedang membersihkan dirinya." Ikhsan menjawab cepat dan menatap kelima santri yang mengerubunginya dengan tatapan isyarat.
Kalimat Ikhsan barusan membuat santri paling pinggir di antara lima santri itu langsung bertanya berteriak, "NYONYA MUDA YANG ADA DI DALAM, GUS?"
Ikhsan mengangguk pasti sambil megerjap sekilas.
Maka usai teriakan si santri dan anggukan Ikhsan, enam puluh empat kepala santri yang ikut mengular mengantri giliran masuk kamar mandi langsung mendongak menatap Ikhsan. Kemudian tanpa menunda-nunda mereka serempak berdiri dari duduk mereka, menghentikan aktivitas bercanda mereka, mengucapkan kata-kata pamit pada Ikhsan, termasuk juga lima santri yang ada di hadapan Ikhsan.
Mereka berlarian menjauhi kamar mandi khusus perempuan itu tanpa sepatah kata pun. Mereka semua meninggalkan Ikhsan yang berdiri tegap di depan kamar mandi itu secepat kilat. Seperti kucing yang berlarian saat diuber sapu lidi.
Ikhsan tertawa pelan melihat tingkah santri-santri Abahnya. Tapi Ikhsan sangat lega, karena tak lagi ada remaja tanggung yang akan menatap istrinya saat Lora keluar dari kamar mandi nanti.
Ini semua bukan karena sifat malu-malu kambing yang para remaja itu punya. Tapi ini demi rasa saling menghormati dan seni dalam menghargai privasi.
Ikhsan adalah senior mereka, Gus mereka, orang yang mereka tuakan. Dan mereka dididik menjadi manusia yang mengerti apa yang patut dan tidak patut untuk dilakukan. Maka melihat istri Gus Ganteng yang baru saja selesai mandi bukanlah sebuah perbuatan yang baik dan bukanlah sesuatu yang patut untuk mereka lakukan.
Tidakkah milik Ikhsan hanya boleh Ikhsan yang menatapnya? Apa lagi kalau wanita itu baru saja selesai mandi.
...
Tak berapa lama dari suasana sepi yang terbangun, Lora keluar dari kamar mandi. Gadis itu benar-benar terlihat segar. Sangat-sangat segar. Wajahnya berseri dan wanginya menguar.
"Bang Sanul nggak mandi?" Lora bertanya ramah setelah memastikan posisinya dan posisi Ikhsan bersisian.
"Saya... saya..." Ikhsan bingung mau mengatakan bahwa ia sudah mandi karena dia masih berusaha menghilangkan wajah segar Lora dari pelupuknya.
"Kalau Bang Sanul mau mandi, pakai aja peralatan mandi Lora." Lora menawarkan ember perlengkapan mandinya dengan wajah tulus.
"Tidak. Saya tidak mandi." Ikhsan menolak dengan mengibaskan dua telapak tangannya ke arah Lora.
"Ntar jangan deket-deket Lora ya Bang." Lora bercanda ringan sambil melangkah maju, bermaksud kembali ke rumah.
"Saya bilang saya tidak mandi bukan karena saya tidak mandi, tapi tadi subuh saya sudah mandi." Ikhsan mencoba menjelaskan sambil menyusul langkah kaki gadis itu.
"Yaaah, padahal Lora seneng kalau Bang Sanul mandi pake sabun Lora. Entar wangi kita bisa samaan." Lora membalas usil, wajahnya ia atur semanis mungkin.
Ikhsan yang sedang berjalan di samping Lora, mendengar ucapan gadis itu tiba-tiba reflek menyahut tanpa tahu malu, entah apa yang merasukinya, nampaknya karena rayuan Lora, lidahnya bekerja lebih cepat dari pada otaknya, "kesinikan sabunmu. Saya akan mandi."
Glup! Usai Ikhsan berkata demikian, Lora tak bisa untuk tak merasa aneh dalam dadanya. Padahal dia yang menebar umpan, dan saat umpannya ditangkap, dia pula yang bergetar. Patah-patah gadis itu mengambil kantung baju kotornya dan menyerahkan hanya sabun kepada Ikhsan, "seriusan Bang Sanul mau mandi?"
Ikhsan mengangguk pelan.
"Terus Lora nunggu di sini atau masuk ke kamar mandi bareng Bang Sanul?" Lora bertanya polos tanpa merasa berdosa. Usilnya sudah naik level ke level playgirl.
Ikhsan terdiam tanpa kata, kakinya mulai gemetar tak berdaya.
"Atau mau Lora mandiin sekalian?" Lora membuang jauh-jauh harga dirinya tanpa tahu malu.
Ikhsan menelan ludahnya susah payah. Terasa mencekat di kerongkongan.
"Bang Sanul kok diam aja? Mau Lora tungguin atau sekalian Lora mandiin?" Lora masih menggoda bak remaja gila.
Ikhsan susah payah menahan sesuatu dalam perutnya.
"Bang Sanul?" Lora pantang mundur.
Ikhsan mengangkat wajahnya dan menatap nanar gadis usil di depannya.
"Bang Sanul kenapa?" Lora sok polos bertanya.
"Jika kamu tak selamat pulang dari sini, maka jangan salahkan saya atas apa yang terjadi, Lora." Ikhsan mengeluarkan kalimat bergetarnya usai menahan cukup lama.
Lora "........."
.
.
TBC
20/11/20.
-pokoknya habis ini kencangkan saja sabuk pengaman teman2 ya, karena Lora akan benar-benar menggila-
-ada pesan yang mau disampaikan untuk Lora sebelum gadis itu lupa diri?-
Uma sayaaaang semua teman2, qaqa2 dan terima kasih atas dukungannya.
-level uwunya bisa-bisa naik, tapi kalau ada rollercoaster sikit maklumin aja, Uma emang hobi ngegantung-
-zerryizka-
IG : @zerryizka