Keping 42 : Kenakalan Kelinci

3.6K 353 112
                                    

(Kasmaran)

Pun aku merasakan, getaranmu

Mencintaiku sepertiku mencintaimu

Sungguh kasmaran aku

Kepadamu

.

-uma membuat chap ini dengan resep 20% senyum2 sendiri dan 80% malu, terserah teman2 yang baca gimana. kekeke-

-kita rehat sejenak dari yang tegang2 ya-

-di sini santai dulu, kapan2 baru nanjak lagi-

-cinta dan sayang dari uma untuk kesetiaan teman2 masih mau berkunjung-

.

Happy reading

.................

Mobil itu sunyi sejenak. Dua orang yang di dalamnya sibuk dengan pikiran masing-masing.

Kalaulah kini ada pedagang tahu bulat yang lewat untuk menjajakan makanannya, atau tukang sate keliling yang mampir di dekat jendela mobil itu menyapa calon pembelinya, maka dapat dipastikan mereka akan lari terbirit-birit meninggalkan gerobak mereka, terkejut melihat rupa dua orang yang sedang duduk di kursi depan mobil itu.

Satu mukanya merah tak tanggung-tanggung bak kain pengumpan ngamuk banteng dan satunya lagi pucat putih seolah sudah meninggal dari kemarin. Mereka duduk berdua tanpa suara dengan warna wajah seperti itu, cukup menggambarkan betapa cintanya mereka pada pertiwi. Merah Putih.

Tadinya Ikhsan masih bisa bersikap sok dingin dengan mata tajam yang mengancam, tapi setelah menyaksikan betapa cemasnya wajah Lora, entah mengapa si tampan juga ikut cemas. Seolah menjadi perompak yang telah merenggut paksa masa depan gadis sanderaannya.

"Lora..." Ikhsan memaksa pita suaranya bergetar.

Si lesung pipi masih bertahan dalam diamnya, dengan wajah pucat yang tak karuan macam ayam pop yang diletakkan di atas piring hitam.

Ikhsan memiringkan tubuhnya ke arah Lora, menggigit bibir bawahnya sambil memikirkan kata-kata yang lebih enak untuk didengar, yang tanpa ancaman pastinya.

Tapi tanpa si tampan sangka, Lora juga ikut menghadapkan tubuhnya utuh pada Ikhsan, mengeluarkan kalimat pertamanya usai diam cukup lama dengan suara tertahan, "maksud Bang Sanul nyium Lora apaan? Lora bukan bocah tempat pelampiasan Bang!"

Mendengar kalimat dingin sang gadis, Ikhsan merasakan pembuluh darahnya bergejolak mulai dari ujung kaki hingga Ujung Kulon. Lah!

Si tampan bingung seketika dengan maksud kalimat Lora.

"Bang Sanul melewati batas. Terlalu lancang!" Lora menyambung kekesalannya usai berhasil menenangkan hatinya. Karena jujur, berbicara menatap Ikhsan seperti ini setelah kejadian tadi sungguh berat bagi Lora.

"Tidak ada pelampiasan, Lora." Ikhsan menimpali cepat usai paham ke arah mana sang dara berbicara.

"Bohong!" Lora memutar bola matanya jengah, menahan air yang tertampung di sana agar tak menetes keluar. "Lora bukan bocah yang tak mengerti keadaan Bang."

Ikhsan menautkan alisnya rapat. Berusaha mencari cara agar bisa meluruskan sangka Lora.

Namun, belum sempat si tampan mengeluarkan kalimat-kalimat metamfetaminnya yang bisa membuat siapa saja yang mendengar candu dan ketergantungan, Lora... dengan telapak tangan dingin dan bergetar telah lebih dulu menahan pipi Ikhsan. Kiri dan kanan. Mencengkramnya erat.

SanuLora (InsyaAllah, Rindu ini Halal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang