SanuLora (InsyaAllah, Rindu i...

By zerry_izka

291K 25.1K 6.5K

[CERITA KE 2] šŸ’ž kategori : baper somvlak Kepincut Gelora, gadis berhijab yang sudah sangat lama menginginkan... More

Yuta'arufan!
Keping 1 : Ustad Teknik Sipil itu Ternyata...
Keping 2 : H-1 Sebelum Upacara Penerimaan
Keping 3 : Asal Usul Sanul
Keping 4 : Ujian Ngampus Lora
Keping 5 : Gus Ganteng
Keping 6 : Apa? Gus Ganteng Tidur dengan Perempuan?
Keping 7 : Uma Mau Lora
Keping 8 : Sidang
Keping 9 : Membujuk Lora
Keping 10 : Selamanya Saja
Keping 11 : Besan to Besan
Keping 12 : Fix! Jumat Malam Harus Sah
Keping 13 : New Life is New Katastrope
Keping 14 : Ahlan Wa Sahlan, ya Zawjati
Keping 15 : Saya akan Temani Kamu
Keping 16 : Tahajud Pertama Lora
Keping 17 : Kapten Mulai Oleng
Keping 18 : Godaan Jiwa
Keping 19 : Pertunjukan Mevah
Keping 21 : Terbongkarlah Sudah
Keping 22 : Interogasi Dadakan
Keping 23 : Jangan Coba Tikung Saya
Keping 24 : Kenapa?
Keping 25 : Lora Beraksi
Keping 26 : I Wanna be Your Girl (1)
Keping 27 : I Wanna be Your Girl (2)
Keping 28 : Bang Sanul, Maaf
Keping 29 : Bocah Saya Kelewatan
Keping 30 : Kelinci atau Merak Putih? (1)
Keping 31 : Kelinci Atau Merak Putih (2)
Keping 32 : Gencet Lebih Greget
Keping 33 : Dua Hati Satu Dara
Keping 34 : Dipencarian Rasa
Keping 35 : Buka Saja Dulu, Sisanya Biar Allah yang Atur
Keping 36 : Uji Nyali
Keping 37 : Di Ujung Tanduk
Keping 38 : Gagal atau Nyaris?
Keping 39 : Terima Kasih, Lora
Keping 40 : Karena Kamu Penting, Lebih Penting
Keping 41 : Biarkan Seperti ini Sebentar, Lora
Keping 42 : Kenakalan Kelinci
Keping 43 : She Belongs to Me (1)
Keping 44 : She Belongs to Me (2)
Keping 45 : Kecikal vs Singus
Keping 46.A : Memincut 'Kepincut'
Keping 46.B : Berebut 'Kepincut'
Keping 46.C : Pilihan 'Kepincut'
Keping 46.D : Pemilik 'Kepincut'
Keping 47 : Urusan Perasaan
Keping 48 : Tidak Hanya Kamu, Saya pun Begitu
Keping 49 : Badum ... Badum
Keping 50 : Lakukan Karena Allah
Keping 51 : Bertahanlah Hati
Keping 52 : Grebek Halal
Keping 53 : Tidak Apa Jika Tidak Baik-baik Saja, Lora
Keping 54 : Saya akan Buktikan, Lora
Keping 55 : Semua Karena Allah 'kan Bang?
Keping 56 : Kamu Percaya Saya Percaya Kamu
Keping 57 : Siapa Bilang Penyempurna itu Harus Sempurna?
Keping 58 : Ternyata Begini Rasanya
Keping 59 : Menyibak Tabir
Keping 60.A : Bukan Lagi Rahasia
Keping 60.B : Gus Siapalah Itu?
Keping 61 : Suami Lora itu Sesuatu
Keping 62.A : Bang Sanul Lora Cuman Buat Lora
Keping 62.B : Ada Kesepakatan Ada Harga
Keping 63 : Gandanya Kita
Keping 64.A : InsyaAllah Rindu Ini Halal (1)
Keping 64.B : InsyaAllah Rindu ini Halal (2)
Keping 65.A Shakanura Fawwaza Ibram (1)
Keping 65.B : Shakanura Fawwaza Ibram (2)
AYAH, SHAKA, BUNDA DAN SURGA

Keping 20 : Bersanding

3.5K 333 47
By zerry_izka

(Fly Me to The Moon)

In other words, please be true

In other words, I love You

Happy reading

..................

Apa yang terjadi di atas panggung tenda utama kini adalah apa yang tak bisa semua orang ungkapkan dengan kata-kata. Kalaulah Ikhsan adalah anak tongkrongan simpang empat yang tahu dengan lagu-lagu viral, mungkin si tampan sudah berdendang heboh sambil mengangkat dua jempol tanganya, di depan orang tuaku... kau malukan diriku...

Sayangnya Ikhsan adalah Ikhsan, yang tak tahu lagu-lagu viral, yang tak peduli dengan tongkrongan, yang dingin disatu sisi, tapi pengertian di sisi lainnya.

Semua santri kini sedang melongo. Pikiran mereka liar. Mereka serasa ingin menggantikan Ikhsan berdiri di panggung itu. Disandari oleh seorang perempuan imut seperti Nyonya Mudanya Gus Ganteng... ayolah, santri waras mana yang tak mau ha?

Musik sudah sedari tadi berhenti, sejak huyungan pertama Lora. Maka sekarang keadaan lapangan pesantren itu sangat-sangat sepi, meski orang-orang yang bersusun di dalamnya sangat-sangat rapat.

Ratusan pasang mata tertuju fokus pada Lora dan Ikhsan yang saling gencet di atas tempat tertinggi. Berdua saja. Tanpa ada siapa-siapa di dekat mereka.

Abah Latif tak bisa berbuat banyak. Ayah tua itu hanya berharap Lora tidak kenapa-napa. Karena baik Abah Latif atau pun yang lainnya, tak ada yang tahu apa yang sedang terjadi di atas sana. Mana paham mereka kalau gaun Lora tersangkut. Yang teramati oleh mata mereka hanyalah : mungkin Nyonya Muda sedang gerogi, makanya tumbang.

Sudah lewat lima belas detik, Lora masih tersandar utuh pada Ikhsan. Di telan bulat-bulat oleh tubuh tinggi tegap seniornya itu. Tak bisa melakukan pergerakan apa pun, kaku. Telinganya tertempel tepat dekat pangkal leher sang suami. seluruh pori-porinya serasa tercabik.

Wajah Lora menghadap ke belakang panggung. Tidak ke arah lautan manusia yang ada di tengah lapangan. Dan sedikit tertutup dengan lengan kanan Ikhsan.

Ikhsan yang tadinya membatu berusaha kembali bertingkah normal. Karena jika ia tak berusaha bertingkah normal, maka ia hanya akan membuat Lora bertambah malu di hadapan banyak orang.

Biar kata Ikhsan itu ketus pada istrinya, tak pakai rasa kalau bicara, tak punya kasihan kalau kesal, ia adalah laki-laki yang baik. Yang paham bagaimana wanita harus diperlakukan. Hanya saja, saat dengan Lora, ia tak bisa dengan gampang menampakkan kalau ia itu sebenarnya tidak sedingin dan sekaku yang Lora tahu. Maklum, sang Gus belum pernah sedekat ini dengan perempuan sebelumnya.

Bukankah pemahaman dan praktek itu adalah dua hal yang berbeda?

Lora berusaha mengembalikan akal sehatnya setelah sadar bahwa posisinya saat ini benar-benar tidak elok untuk dipertontonkan. Gadis berlesung pipi itu hendak memutar wajahnya ke arah depan, berniat untuk berdiri lagi dan menjauh dari tubuh Ikhsan.

Namun belum utuh sang gadis melakukan apa yang ia niatkan, Ikhsan yang sudah membaca gerakan Lora langsung menahan kepala gadis itu dengan tangan kananya sambil berkata pelan, "jangan putar wajahmu ke arah lapangan. Semua orang sedang melihat kita sekarang."

"Tapi Bang..." Lora menyahut dengan suara halus. Kerongkongannya kini terasa tercekat.

"Berikan saja tubuhmu pada saya. Percayakan saya." Ikhsan berkata menggantung, sama sekali tak menyelesaikan kalimatnya secara utuh.

Mendengar apa yang Ikhsan katakan barusan, Lora serasa ingin pindah ke Jupiter saat itu juga. Bagaimana gadis berlesung pipi itu tak ngerih? Apa-apaan maksud sang senior barusan?

Namun tak perlu menunggu jawaban Lora, Ikhsan langsung mengambil belakang lutut sang dara dengan satu tangan, dan menopang pinggang si gadis dengan tangan lainnya. Ikhsan mengangkat Lora, utuh menyandarkan istrinya ke bagian dada. Kalau anak-anak era perbucinan bilang, Ikhsan sedang melakukan gedongan ala-ala bridal style. Persis, tak kurang satu gerakan pun.

Lora terkejut tak kira-kira. Dunianya terasa terbalik seketika.

"Jangan tegangkan tubuhmu, ini hanya sebentar." Ikhsan berkata datar sambil membawa Lora berjalan menuju kursi sandingan. "Berpeganganlah."

Ikhsan memang tak menundukkan wajahnya, sama sekali tak menatap Lora yang ada di bawahnya. Berlagak sok baik-baik saja. Bertingkah semua normal-normal saja. Walaupun saat ini sebenarnya Ikhsan sedang berjuang mati-matian menahan ginjalnya agar tak tukar tempat dengan usus dua belas jari.

Lora tercekat tak henti-henti. Menatap wajah Ikhsan dari posisinya saat ini sungguh mendebarkan hati, menggetarkan jiwa, dan membuat tulang belakangnya serasa tak bertenaga.

Tadi tubuh dara berlesung pipi itu hanya tertempel sekilas pada Ikhsan, tanpa tekanan juga tanpa rangkulan. Tapi sekarang, tubuhnya dan tubuh Ikhsan seolah merekat, dipepat erat oleh sang senior bak membawa galon lima kilo. Terlingkupi utuh.

Lora tak bisa mengeluarkan suaranya. Ini lebih dari sekedar malu. Bahkan lagu 'Kopi Dangdut' pun tak akan sanggup menghapus malu yang sedang menghampirinya.

Ikhsan berjalan hanya lima langkah dari tempat awal ia menggendong Lora menuju kursi bersanding. Tapi lima langkah itu serasa berjarak lima juta tahun cahaya. Berat dan mendebarkan.

Setelah sampai di kursi bersanding, sang Gus menurunkan tubuh istrinya pelan, mendudukkan Lora dengan sangat hati-hati.

Setelah memastikan Lora duduk dengan benar, Ikhsan mengikuti posisi sang istri, duduk di samping Lora dengan tegap. Mereka bersanding.

Mendapati bahwa pengantin baru itu sudah menempati posisi mereka, akang gendang di tenda grup marawis langsung beraksi, menabuh gendangnya dan menghidupkan suasana kembali.

Semua decak lega menggema di langit-langit. Banyak siulan dan teriakan yang terlempar. Diikuti juga dengan riuh tepuk tangan.

Aksi Ikhsan barusan sudah mengaburkan pandangan orang-orang tentang hal memalukan yang terjadi pada Lora. Awalnya memang ada anggapan liar tentang Lora yang gerogi, Lora yang tak siap, atau Lora yang tak ikhlas bersanding.

Namun setelah melihat apa yang Ikhsan lakukan pada Lora, persepsi bocah-bocah tengil tengah lapangan langsung berubah. Mereka malah bersemu. Mereka saling malu-malu. Bahkan sampai melempar peci tanda hormat.

Gema Gus Ganteng romantis, pasangan serasi, opening duduk bersanding paling yahut, cinta berbuah surga, rumah tangga sakinah, imam impian, wanita pilihan, hingga turunkan pajak kendaraan bermotor pun memenuhi langit-langit lapangan. Meruntuhkan segala kekhawatiran yang tadi sempat muncul.

Aksi Ikhsan mungkin ekstrim, tapi ia lakukan agar Lora tak mendapat penilaian buruk. Aksi Ikhsan mungkin di luar kendali, tapi ia lakukan agar jika Lora malu, gadis itu tak malu sendiri, ia juga menerjunkan dirinya dengan iklas untuk malu bersama. Setidaknya, seekstrim apa pun aksi Ikhsan, semengejutkan apa pun itu, niatnya hanya untuk menyelamatkan sang istri dari desas-desus yang tak enak.

Dan buktinya itu berhasil.

Kini semua orang tak lagi mempermasalahkan Lora yang tumbang. Dimata mereka, Gus Ganteng dan Nyonya Muda adalah pengantin paling romantis yang pernah mereka jumpai. Si perempuan datang ke arah pria, dan si pria menggendong perempuannya dengan perkasa.

Urusan ujung gaun yang tercepit papan panggung, buang saja ke Samudra Pasifik. Tak ada yang mau tahu soal itu.

...

Suasana kembali normal, orang-orang sibuk menikmati acara. Musik dan alunan irama menghibur semua telinga.

Lora masih duduk bersebelahan dengan Ikhsan, sedari tadi belum membuka mulutnya untuk bicara.

Ikhsan pun sama, menyadari menggendong Lora tiba-tiba adalah perbuatan yang melanggar harga diri, Ikhsan tak berani menjadi orang pertama yang mengajak bicara.

Tentu saja peristiwa sandaran dan gendongan tadi tak termasuk ke dalam list pembicaraan mereka jika seandainya mereka bicara nanti. Karena keduanya sudah membuang ingatan akan peristiwa itu jauh-jauh. Terlalu malu untuk diungkit-ungkit kembali.

Meski suasana riuh di hadapan mereka, santri-santri duduk gembira mendengar nyanyian dan menikmati kudapan, Ikhsan dan Lora masih mematung tak berusara. Tapi lucunya, mereka berdua saling curi-curi pandang melihat satu sama lain. Ketika Ikhsan melirik Lora, Lora pura-pura menatap ke depan. Dan ketika Lora diam-diam melerok Ikhsan, Ikhsan malah pura-pura menggaruk lututnya.

Hanya saja, diam mereka tak bertahan lama setelah Lora mendapati Ikhsan menatapnya cukup lama.

"Bang Sanul kenapa liatin Lora gitu amat ha? Ada belek di mata Lora? Atau hidung Lora miring?" Lora bertanya, memulai pembicaraan antara dirinya dan sang senior.

"Siapa yang melihat kamu? Terlalu percaya diri itu tidak baik untuk kesehatan mental, Lora." Ikhsan menjawab cepat, menutupi fakta bahwa ia baru saja ketahuan sedang menatap si cantik.

"Terus kenapa mata Bang Sanul ke arah Lora?" Lora bertanya mendesak.

"Sudah saya bilang, saya tidak melihat kamu." Ikhsan berusaha membela diri.

Usai Ikhsan berkata seperti itu, Lora membenarkan posisi duduknya, maju lima senti ke depan, duduk di ujung kursi. Lalu usil melirik Ikhsan yang kebetulan memang sedang memperhatikannya berpindah posisi, dan bersuara nyolot, "kalau nggak liatin Lora, kok mata Bang Sanul ngikutin arah Lora duduk?"

"Saya hanya ingin memastikan kamu wanita pemberani atau bukan." Ikhsan menjawab datar, kembali menghadapkan wajahnya ke arah depan, ke tempat para santri berpesta ria.

"Kenapa emangnya Bang?" Lora bertanya heran, "Bang Sanul kebiasaanlah ngomong nggak jelas."

Tanpa memutar wajahnya pada Lora, Ikhsan menjawab sambil menahan senyum, "ada kepik hitam besar di jilbabmu. Nempel dekat hiasan jilbabmu di kepala."

Mendengar ucapan Ikhsan barusan Lora membelalak ngerih. Gadis itu tiba-tiba ketakutan dan menggesar duduknya pada Ikhsan, "tolong Bang, buangin Bang... buangin, Lora takut."

Rintihan Lora yang sungguh-sungguh sukses membuat Ikhsan sedikit mencair dari kekakuannya. Menghadapi Lora seperti menghadapi bocah TK, Ikhsan serasa sedikit terhibur.

Sayangnya, bukan hanya Lora, Ikhsan pun geli dengan serangga satu itu. Jadi, saat Lora mendekat, Ikhsan menjauh, Lora mendekat lagi, Ikhsan tambah menjauh, sampai akhirnya Lora menyudutkan Ikhsan di kursi bersanding mereka, dan Ikhsan tak punya ruang lagi untuk bergerak.

Mendapati posisinya tersudut, Ikhsan tak punya pilihan lain selain memberanikan diri untuk menampol serangga hitam yang ada di kepala Lora. Lagian, Lora mana boleh tahu kalau ia juga geli dengan serangga itu.

"Pejamkan matamu, Lora." Ikhsan memerintah kilat.

"Buangin aja tolong Bang! Napa mesti merem sih?' Lora tak sabar, ia benar-benar geli.

"Sa-saya..." Ikhsan menahan kata-katanya, tak mungkin jujur kalau ia juga geli 'kan? Maka lelaki tampan itu berkata sok berani, "oke saya bantu, saya bantu."

Ikhsan menggunakan jari telunjuknya untuk menampol serangga yang ada di jilbab Lora, tapi senior tampan itu menampolnya sambil memicingkan matanya, menyembunyikan rasa gelinya.

Hanya saja, memang dasar serangga tak berakhlak, bukannya pergi, si serangga malah pindah nemplok di pipi kiri sang dara. Maka menggilalah Lora saat itu juga, "BANG SANUL! BANG SANUL! LORA GELI BANG! TOLONG BANG! TOLONG!"

Ikhsan tersedak. Ia pun sama gelinya. Tapi apa boleh buat, Lora sedang butuh pertolongannya. Maka dengan sisa keberanian yang ada, si tampan melayangkan telapak tangannya, menampol pelan pipi sang istri.

'Plum'

Sebuah tampolan yang lembut, lebih mirip belaian malah.

Emang dasar serangga plus enam dua, eh dianya sama sekali tak kena tangan Ikhsan. Terbang begitu saja dengan mudahnya, melengos tanpa beban.

Sementara Ikhsan, tangannya kaku di pipi Lora. Berat untuk digerakkan.

Ini pertama kalinya lelaki tampan itu menyentuh pipi seorang gadis. Dan apa yang disentuhnya kini... sangat sangat sangat lembut. Membuat Ikhsan merasakan kesemutan dalam lambungnya.

Sementara Lora yang tadinya kegelian karena serangga, kini sama mematungnya seperti Ikhsan. Area sensitif pada wajahnya disentuh seorang pria. Hal gila luar biasa yang tak pernah Lora sangka akan dialaminya dalam hidup. Mana yang menyentuh bukan Mark Tuan lagi.

Namun, seolah sudah seperti pemandangan biasa, semua santri yang ada di hadapan mereka tak lagi terlalu peduli dengan apa yang terjadi pada Lora dan Gus Ganteng. Toh Gus Ganteng dengan istrinya, mau pegangan, mau tertawa, mau kayang, bahkan mau salto sekali pun, mereka sudah sah. Biarkan sajalah lagi, tak perlu diamati, karena hanya akan membuat jomblo semakin iri.

Dalam kekakuannya, Ikhsan mencoba menarik kembali tangannya pelan-pelan, diikuti Lora yang mengambil jarak agak menjauh.
Dalam ritual bersanding yang aneh ini, keduanya sama-sama merasakan perasaan bingung di dada masing-masing.

Hanya hitungan detik, tiba-tiba ponsel Lora yang dibawanya dalam tas tangan kecil berdering. Lora merasa bersyukur, setidaknya dia bisa lepas dari suasana canggung walau hanya sebentar.

Bergegas Lora mengambil ponselnya dan mengangkat panggilan telepon itu tanpa mempedulikan Ikhsan yang kini sedang susah payah mengatur detak jantungnya.

Mendapati yang memanggilnya adalah Ajeng, teman satu jurusannya, Lora langsung bahagia, mengangkatnya tanpa curiga.

Dan dari seberang telepon sana, suara Ajeng terdengar bersemangat, "Lora, Burhan ama Dito ngajakin nonton. Sekarang 'kan hari Sabtu, kita hangout bareng yok? Lo share-loc tempat kos lo di mana ya, ntar gue jemput. Jangan lama-lama dandannya ya Nyonya Mark."

Usai berkata demikian, Ajeng tak menunggu jawaban Lora, sambungan telepon langsung terputus.

Maka tinggalah Lora dengan perasaan kacau dan jantung berdegup. Hangout? Hangout kecoa beranak ikan, dia sekarang sedang bersanding, duduk di antara lautan manusia. Masa bermainnya terenggut. Sudah jadi istri orang. Bagaimana mungkin bisa pergi nonton? Aaarrrrgg!

Ikhsan yang menyadari wajah Lora berubah langsung bertanya, mendekatkan wajahnya pada sang dara, "ada apa, Lora?"

Deg! Lora tak tahu jawaban apa yang harus diberikannya pada si tampan yang bertanya itu.

.

.

TBC

10/11/20

-selamat hari pahlawan-

-chap ini dibuat dengan sepenuh cinta untuk pembaca tercinta-

-Uma bahagia teman2 semua masih setia berkunjung, mendukung, dan menyukai tulisan ini-

-tanpa dukungan teman2 semua, lapak ini hanya seperti cangkang kosong yang ditinggal pergi siputnya. Eh!-

-bagaimana perasaannya? gregetan lagi karena Uma gantung? Uma udah berguru ama jemuran, jadi sedang pratekin ilmu gantung perasaan. Eaaaa-

-sampai jumpa secepatnya-

-secepatnya kapan???-

-zerryizka-

IG : @zerryizka

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 3.6K 15
Ingin cerita lebih lengkapnya lagi, Silahkan klik Link di profil saya... šŸ™šŸ™šŸ˜Š
362K 2.5K 12
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...
189K 10.3K 57
šŸŽ–ļø#1 in Tni [ 15-01-2020] šŸŽ–ļø#3 in Perfectcouple [18-02-2020] šŸŽ–ļø#1 in Bangga [26-02-2020] Tentang impian yang tak pernah Arsyi sangka akan menjadi...
936K 30.2K 44
[T E R B I T] [Beberapa part sudah dihapus] Dokter tampan, mapan, beriman, bertanggung jawab juga tahu diri harus menikah sama anak lulusan SMK yang...