Pengagum Rahasiamu

By azlast

142K 9.9K 155

[SELESAI] "Semua yang kita harap, tidak sepenuhnya berakhir seperti yang diharapkan. Terkadang, membiarkan ta... More

Prolog
01 - Senam Pagi
02 - Sok Kenal Sok Dekat
03 - Kantin
04 - Aneh?
05 - Permulaan
06 - Ternyata Benar
07 - Pertandingan
08 - Ulang Tahun Devi
09 - Sahabat
10 - How Could it Be?
11 - Hari Patah Hati Nasional
12 - Temu dan Pisah
14 - Mata-Mata Harimu
15 - Unexpected
16 - Feeling
17 - ....
18 - Pulang
19 - Bertemu
20 - Pergi
21 - Untitled
22 - Demi Skripsi
23 - The Unknown Feeling
24 - Suratmu dan Suratnya
25 - Airport and Jack
26 - Indonesia
27 - Will You Marry Me?
28 - Kanjeng Ratu
29 - Akhir Kisah
30 - Akhir Kisah II
Extra Chapter (1)
Hm, ada yang baru nih!
Extra Chapter (2)
mau curhat :)

13 - Hurt to Remember

3.9K 283 1
By azlast

Waktu terus berjalan meninggalkan setiap kejadian. Tak terasa, penghujung semester pun kembali dijumpai. Namun bedanya, kali ini adalah semester akhir atau biasa disebut kenaikan kelas.

Setelah seminggu para siswa berjuang dengan dua belas mata pelajaran di ulangan kenaikan kelas, kini adalah waktu bagi orang tua atau wali murid untuk mengambil hasil nilai anak mereka selama satu semester ini.

"Orang tua Kirana Putri Pratama." Seru seorang guru sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh ruang.

"Saya, Bu." Dita pun melangkah menuju ke arah kursi tepat di depan guru yang tadi memanggilnya.

"Ini rapot Kirana, Bu. Untuk nilai dan lain-lain, Ibu tenang saja, Kirana selalu berhasil memberikan yang terbaik."

"Terima kasih, Bu. Maaf, jika ada sifat ataupun tingkah anak saya yang selama ini merepotkan Ibu dan guru-guru lainnya."

"Saya yang seharusnya berterima kasih kepada Kirana, Bu. Dia adalah anak yang baik dan rajin. Beasiswa ke Jepang itu memang sudah tepat jatuh ke tangan Kirana."

Dita pun tersenyum lembut.

"Iya Bu, saya merasa bangga karenanya. Kalau begitu saya permisi dulu, Bu. Terima kasih sekali lagi."

"Sama-sama Bu."

Kirana yang menunggu di luar pun menatap Mama-nya dengan cemas.

"Ma, gimana Ma?"

"Seperti biasa-" Dita pun menggantungkan ucapannya "Ngga pernah ngecewain. Peringkat ketiga dari dua puluh anak lumayan lah." Kata Dita sambil tertawa kecil merasa berhasil mengerjai putrinya.

Kirana pun mengerjapkan matanya tidak percaya.

"Mama serius? Akhirnyaa, aku masuk tiga besar." Kata Kirana sambil tersenyum lebar.

"Tapi, kamu jangan langsung puas dulu. Masih banyak yang harus kamu pelajarin. Sebentar lagi, kamu kelas dua belas. Jadi kamu harus lebih fokus belajarnya. Oh iya, kamu kan mau ke Jepang tuh, apa udah ada persiapan belajar bahasanya dan lain-lain?" Tanya Dita.

"Siap Ma, aku juga masih akan tetap les tambahan kok. Untuk masalah persiapan ke Jepang, Mama tenang aja. Dari pihak pemerintah udah disiapin bimbingan kok, kalo ngga salah tiga bulan sebelum pemberangkatan, lebih tepatnya seminggu setelah UN."

"Oke deh kalo begitu. Gimana kalo sekarang kita makan Mie Ayam Bakso Pak Tarno?"

"Boleh, siapa takut."

Dita dan Kirana pun berjalan beriringan menuju ke arah parkiran tempat sepeda motor Dita berada.

*

Sementara di sebuah perusahaan bidang periklanan, seorang gadis tengah memandang marah ke arah ayahnya. Karena kesalahan yang terus menerus terulang setiap tahunnya.

"Ayah. Ayah dengerin aku ngga sih?" Devi membuka suaranya.

"Dengar, Dev." Jawab Putra yang masih sibuk dengan berkas-berkas di hadapannya.

"Lalu kenapa Ayah masih saja tidak bisa meluangkan tiga puluh menit waktu ayah buat aku! Ayah aku itu Ayah Putra, bukan Pak Darto! Kenapa selalu dia yang datang setiap sekolahan menyuruh orang tua murid untuk datang?" Kata Devi dengan nada yang terdengar sedikit meninggi.

"Devi, dengarkan Ayah." Putra kini memfokuskan seluruh atensinya kepada putrinya.

"Apalagi, Yah? Apalagi yang harus Devi dengar dari Ayah? Anak Ayah itu Devi, bukan kertas-kertas itu!"

"Dev, Ayah hanya bekerja untuk masa depan kamu."

"Apa bekerja harus 24 jam? Apa bekerja selalu membuat Ayah lupa dimana rumah Ayah? Apa bekerja juga membuat Ayah lupa, kalo Ayah punya Devi? Devi kesepian, Yah. Devi kangen kaya dulu lagi. Devi kangen sama Ayah. Tapi semua berubah setelah kejadian itu." Kata Devi sembari menahan air matanya yang sudah siap lolos kapan pun ia mau.

"Stop, Devi. Don't talk about it."

"Bukan cuma Ayah, aku juga kangen sama Mama. Andai Mama masih hidup, pasti Mama dengan senang hati akan datang ke sekolahanku, melihat tumbuh kembang-"

"STOP DEVI!"

Devi pun tersentak mendengar suara tinggi Ayahnya. Air matapun mulai turun dengan deras di wajah cantik Devi.

"Please, Dev. Okay, Ayah minta maaf sama kamu. Ayah minta maaf, jika selama ini Ayah gagal jadi orang tua kamu. Tapi tolong ngertiin, Ayah Dev. Tolong, jangan ingatkan Ayah dengan kejadian itu. Terlampau sulit bagi Ayah untuk tidak menyalahkan diri Ayah sendiri."

"Tapi Devi ngga bisa sendiri terus, Yah. Devi butuh Ayah. Setidaknya, pulang ke rumah, Yah. Devi kangen cerita sama Ayah, nonton film kartun bareng Ayah." Kata Devi sambil terus terisak.

Putra hanya bisa memeluk putrinya erat. Mau sekuat apapun ia mencoba, ia akan sulit untuk masuk ke rumahnya sendiri. Putra memiliki alasan, kenapa dia tidak pulang ke rumah. Sudah pasti karena memori tentang istrinya sangat penuh ketika ia memasuki rumahnya. Dan ketika ia mengingat istrinya, ia akan selalu menyalahkan dirinya sendiri yang tidak bisa menyelamatkan nyawa istrinya di kecelakaan maut itu. Kecelakaan yang membuatnya koma selama beberapa hari dan membuatnya kehilangan istri yang ia cintai ketika anak mereka baru saja masuk sekolah dasar.

Putra sepenuhnya sadar bahwa ia sudah terlalu lama terpuruk dalam kenangan buruk itu. Sudah sepuluh tahun ia dihantui rasa bersalah. Dan sudah sepuluh tahun pula, ia menelantarkan anaknya dari kasih sayang. Sepertinya, ia harus segera mengakhiri semua ini demi Devi. Demi anak tercintanya. Jika istrinya tahu, ia pasti akan dimarahi habis-habisan karena telah membiarkan putri cantiknya selama ini.

Devi memang baru tinggal di Jakarta dua tahun terakhir ini. Tepatnya, ketika ia memutuskan untuk SMA di Jakarta. Sebelumnya, ia diasuh oleh kakek nenek dari ayahnya di London, namun kakek neneknya juga ikut pindah ke Jakarta ketika Devi memutuskan untuk pindah.

"Ya sudah, sekarang kamu pulang ya. Nanti malam, Ayah usahakan untuk pulang ke rumah." Kini keputusan Putra sudah bulat. Ia akan memulai semuanya demi Devi.

"Terima kasih ya Ayah, Devi sayang sama Ayah." Devi memeluk ayahnya semakin erat. Lalu Devi oun mendongakkan wajahnya menatap ayahnya. "Hm Ayah, maafin Devi ya tadi udah bentak-bentak Ayah."

"Ngga papa sayang, Ayah yang seharusnya minta maaf."

Tanpa sepengetahuan siapapun, seseorang yang sedang menunggu giliran untuk masuk ke ruangan tersebut tanpa sengaja mendengar seluruh percakapan antara anak dan ayah itu.

Ceklek

"Bang Gio?" Pintu terbuka dan menampilkan Devi yang sedikit terkejut melihat sosok yang ada di depannya saat ini.

Gio yang merasa tidak asing dengan gadis di depannya pun mengerutkan keningnya, sedang berusaha untuk mengingat-ingat siapa gadis di hadapannya saat ini.

"Aku Devi, Bang. Temennya Kirana." Ucap Devi dengan nada seriang yang ia bisa. Karena saat ini ia berharap bahwa Gio tidak berada di sana dari tadi. Karena kalau sampai Gio tahu yang sebenarnya, tidak menutup kemungkinan Gio akan cerita ke Kirana. Selama ini, Devi tidak pernah menceritakan masalah keluarganya kepada Kirana, se-detail pembicaraannya dengan Ayahnya siang ini.

Sedangkan Gio sendiri sibuk menatap gadis di hadapannya. Terlihat mata yang sedikit sembab dan jejak air mata di pelupuk matanya.

"Bang Gio, udah daritadi?" Pertanyaan Devi sukses mengembalikan kesadaran Gio.

"E-eh ngga, baru aja. Mau ngasih ini ke Pak Putra." Kini Gio tersenyum kepada Devi. Gio sudah ingat semuanya. Devi adalah teman Kirana, tidak sulit untuk mengingatnya karena teman Kirana memang hanya sedikit. Atau mungkin hanya Devi.

"Bang, kalo gitu aku permisi dulu mau pulang. Selamat siang."

"Selamat siang."

Gio lantas masuk ke dalam ruangan Putra.

"Selamat siang Pak." Sapa Gio ramah.

"Selamat siang. Kamu, sekretaris baru saya 'kan?" Tanya Putra.

"Iya Pak. Sebelumnya perkenalkan, nama saya Giovanni Erza Pratama, bisa dipanggil Gio. Tadi pagi saya belum sempat bertemu langsung dengan bapak, karena kata Bu Siska, bapak sedang ada rapat di luar kota." Ucap Gio dengan lancar.

Hari ini adalah hari pertama bagi Gio untuk bekerja di perusahaan ini. Sebelumnya Gio bekerja di daerah Bekasi, hanya saja ibunya selalu ingin dekat dengan Gio. Akhirnya, Gio memutuskan untuk kembali ke Jakarta dan berhasil menjadi sekretaris di perusahaan milik Putra Pramono. Hanya saja tadi pagi, ketika ia akan memperkenalkan dirinya, Pak Putra sedang ada rapat di luar kota. Begitulah penuturan dari sekretaris lamanya, Bu Siska.

"Iya, benar. Saya baru saja sampai sini satu jam lalu. Kamu bawa berkas-berkas yang saya perlukan?"

"Iya Pak, ini berkas-berkas yang Bapak minta. Sebelumnya, mohon maaf kalau saya masih ada beberapa kesalahan pak. Mohon untuk dimaklumi." Kata Gio sambil menyerahkan beberapa map yang sebelumnya sudah ia kelompokkan.

"Iya, santai aja. Lama-lama juga terbiasa." Putra menenangkan Gio yang terlihat sedikit nervous. Sangat dimaklumi oleh Putra, namanya juga hari pertama.

"Kalau sudah tidak ada yang diperlukan lagi, saya permisi pak."

Baru saja Gio akan memutar tubuhnya, Putra kembali memanggil.

"Eh tunggu Gio. Bisa tolong pesankan saya makan siang seperti biasanya ke pantry? Kamu tinggal bilang OB disana saja. Biar nanti dia yang mengantar ke ruangan saya. Sekarang, kamu boleh keluar."

"Baik pak, permisi."

Putra hanya menganggukkan kepalanya. Memang benar, ia baru saja pulang dari luar kota, tadi di jalan ia memutuskan untuk makan siang di kantor saja, namun kehadiran putri kesayangannya itu membuatnya mengundur waktu makan siangnya. Tidak apa, yang penting masalahnya dengan Devi bisa selesai.

* * *

Gara-gara kangen sama Sean, sampe ngga mood nulis 2 hari.

Ini ya guys, maafin typo²nya.

Luv,
Azliana Astari✨

Continue Reading

You'll Also Like

517K 25.6K 73
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
1.7M 122K 62
"Aku ingin kita sendiri-sendiri dulu, sungguh, aku lelah menjadi suamimu." Hamiz pergi meninggalkan Dita yang tak paham maksud dari ucapan sang suami...
5.9K 800 12
JANGAN LUPA FOLLOW YA 😊😍 Mari kita dukung para penulis yang sudah berusaha keras mempublikasikan dan menyelesaikan setiap tulisannya dengan memberi...
92.6K 3K 31
Crush menikah dengan kakak kandung? itu adalah berita buruk bagi Reta Kejadian di mana Sang kakak bersanding dengan pria yang di cintainya menjadikan...