JENARO

By ayufaziraa

192K 24.9K 57.3K

Oife yang dijebloskan ke rumah sakit jiwa oleh cowok tak dikenal akhirnya memendam dendam. Hingga tujuan hidu... More

1. PENJEMPUTAN CALON ANGGOTA INTI
2. CEWEK SINTING DAN PERMINTAANNYA
3. KEBETULAN YANG MENGGIURKAN
4. GAK PINTER BOHONG
5. BUTUH UDARA SEGAR
6. WARUNG MBAK CIMOY
7. OIFE VS JENARO
8. ULARGA?
9. SEBUAH ULTIMATUM
10. SAKIT HATI PERTAMA
11. HIJAU TAPI BUKAN LUMUT
12. PERANG MULUT
13. MASIH TENTANG JENA
14. DI DALAM BUS
15. MALAM PELANTIKAN
16. GAME SIALAN!
17. ANTARA OIFE, JENARO DAN JENA
18. PENGHUNI BARU
20. TERKEJUT
21. MENGUNGKAPKAN
22. GOSIP MIRING
23. MERASA TERTAMPAR
24. PANAS HATI
25. LEBIH DARI BRENGSEK
26. DI TENGAH KELUARGA ROQU
27. SUATU MALAM
28. PERINGATAN TERAKHIR
29. BEGITU BERHARGA
30. RENCANA
31. I LOVE YOU MOMMY
32. MULAI MENYERANG
33. PERMINTAAN TERBERAT
34. MISI BERHASIL
35. PERUSAK HARI
36. JAGAIN BAYI KOLOT
37. KEMARAHAN JENARO
38. MALEFICENT
39. PENJAHAT YANG SESUNGGUHNYA
40. TIDAK BAIK-BAIK SAJA
41. PILIHAN YANG SULIT
42. KEPUTUSAN
43. BEBAS
44. BOCAH-BOCAH REWEL
45. SECEPAT ITU
46. MENJADI TAMENG
47. DISAKSIKAN OLEH TIGA KELINCI
48. DEAL?
49. PERTENGKARAN-PERTENGKARAN KECIL
50. PESTA KECIL-KECILAN BERAKHIR RIBUT
51. ULAR PALING BERBISA
52. ANCAMAN
53. AKHIR DARI SEGALANYA
54. TITIK TERANG
BUTUH PENDAPAT!
55. KARMA BERJALAN
56. KARMA YANG DIRENCANAKAN
57. TERBUANG
58. KEBENARAN YANG TERUNGKAP
59. HARI PENYESALAN
60. DALANG SEBENARNYA
CERITA RETRO CRYSTAL
61. TERTANGKAPNYA SANG DALANG
62. GAGAL SEBELUM BERJUANG
63. OIFE DAN KEMATIAN
64. ADA APA DENGAN DIRINYA?
CLOSE MEMBER GC JENARO!
65. INGIN DAN TIDAK INGIN
66. SPEECHLESS
67. GIVE ME A HUG
68. TERLALU SEMPURNA
69. SEPERTI PERTAMA KALI (ENDING)
70. JENAROIFE (EPILOG)
EXTRA PART JENAROIFE
VOTE COVER NOVEL JENARO!
PRE ORDER NOVEL JENARO RESMI DIBUKA!
NOVEL JENARO SUDAH ADA DI SHOPEE
CERITA BARU: NAGEN MY TOXIC BOYFRIEND

19. TAK BISA BERKATA-KATA

2K 294 77
By ayufaziraa

19. TAK BISA BERKATA-KATA

Oife menggeliat kecil saat sinar matahari menembus dari celah tirai yang sedikit tersikap. Tampaknya pun matahari sudah bertengger manis memancarkan sinarnya ke segala penjuru. Menghangatkan kulit bila terkena paparannya. Berbeda jika panas di siang hari yang terasa membakar kulit.

Pukul 6 pagi. Terlihat dari arah jam weker di atas nakas samping ranjangnya. Oife segera bangun, menguap lebar seraya mengucek kedua matanya.

Selama-lamanya Oife tidur dan biasanya paling lama itu jam 2 pagi yang mana dihabiskan Oife dengan streaming film di Netflix. Oife tetap saja bangun cepat bahkan mendahului orang-orang di rumahnya. Sama sekali tidak ada yang membangunkan Oife. Baik Melani, Anta maupun Ozi.

Tak peduli dibangunkan atau tidak, Oife enggan memikirkan hal-hal yang membuatnya sedih. Baginya di dunia ini, hanya Ibunya yang sangat mengerti maunya Oife. Oife memang pembangkang tapi tidak jika di depan Ibunya.

Ngomong-ngomong soal Ibunya, Oife jadi rindu. Rindunya terlampau berat sampai Oife sering menangis di tengah malam. Sendiri ditemani sepi. Oife ingin pergi ke tempat Ibunya namun dirinya belum sepenuhnya siap menghadapi kenyataan pahit yang masih membelenggunya.

"Anjrit cingeng banget lo, Fe!" Oife memukul pelan kepalanya saat menyadari pipinya basah oleh air mata. Sekeras-kerasnya menahan luapan kesedihannya, nyatanya pertahanannya runtuh juga tanpa disadarinya. Bisa dibilang ini perdana sebab sudah lama sekali Oife tidak menangis.

"Pokoknya lo gak boleh gini lagi. Di depan siapapun termasuk Jenaro. Lo gak boleh kelihatan lemah. Lo kudu jadi cewek tahan banting seperti biasanya. Harus." Oife bermonolog, menguatkan tekadnya. Setiap manusia memiliki sisi rapuhnya begitu juga Oife yang rapuh bila mengingat Ibunya. Kenangan indah yang membekas di hati dan pikirannya.

"Ya ampun, gue lupa gue harus mandi! Astaga mana udah setengah tujuh!" Oife buru-buru turun dari ranjang, mengambil handuk di sandaran kursi rias kemudian masuk ke kamar mandi.

Selang beberapa menit Oife siap. Memakai seragam, menyiapkan buku dan menata penampilannya. Rambut peraknya sengaja dia gerai dengan pita putih berbentuk kupu-kupu bertengger sempurna di atasnya. Menaburkan bedak tipis dan mengoleskan liptint di bibir mungilnya. Lantas Oife bergegas ke ruang makan di mana seluruh anggota sudah berkumpul bahkan derai tawa Anta terdengar lantang.

Apa yang sedang mereka bicarakan sampai wajah yang kerap terlihat serius sekarang sumringah lebar?

Sial!

Oife lupa kalau ada penghuni baru di rumah ini. Jadi, Ayahnya tertawa karena cewek asing itu?

Tunggu, namanya Jessica, kan? Oife kayak pernah dengar sebelumnya. Tapi lupa persisnya kapan.

"Nah, ini dia yang ditunggu-tunggu daritadi. Sini sayang, duduk di sebelah Jessica." Anta berujar dan dengan pengertian Jessica menarik kursi yang di maksud agar Oife tinggal mendudukinya saja. Oife duduk tanpa berkomentar. Dilihatnya lagi Jessica yang tersenyum ke arahnya.

"Tidur kamu nyenyak?" tanya Jessica ramah.

"Ya," jawab Oife jutek. Anta yang tidak suka nada bicara Oife langsung menegur puterinya.

"Kamu gak boleh begitu sama Jessica. Jessica itu sepupu kamu. Mulai saat ini Jessica akan menjadi bagian dari keluarga kita. Kamu jaga sikap di depan dia."

Oife mendengus, "Harus banget, Dad? Lagian aku gak pernah tau kalo aku punya sepupu dari Inggris."

Anta menghela napas, "Soal itu, maafin Daddy. Daddy gak ada niatan buat menyembunyikan ini dari kamu. Minimal sampai Jessica tiba di sini. Mama kamu yang menyarankan Daddy buat gak ngomong ke kamu dulu. Lagipula keputusan ini ada untungnya. Kamu jadi punya temen ngobrol di rumah."

Tuh, kan. Pasti ini ada sangkut pautnya sama Melani. Memang Oife tidak pernah suka akan sesuatu yang dibawa Melani ke rumah yang harusnya menjadi milik Ibunya ini. Pasti Melani punya rencana jahat. Melihat kelakuan buruknya di belakang Anta dan Ozi, Oife harus waspada.

"Dan harusnya Daddy minta persetujuanku dulu. Kalau Bang Ozi gimana? Setuju Jessica tinggal di rumah kita?" Oife melirik Ozi yang mengangguk cepat.

"Gak ada yang salah dari Jessica. Berhubung Jessica mendapat juara umum di sekolah lamanya, kamu bisa minta bantuannya semisal ada pelajaran yang gak kamu mengerti." Begitulah persamaan Ayah dan anak itu. Kompak dalam hal apapun. Oife yang dasarnya sudah tersisihkan mau bagaimana lagi menanggapinya. Oife pun heran kenapa Melani tidak bersuara. Ah, mungkin wanita itu sudah tahu mereka berpihak padanya.

"Kamu mau kan, Je?" tanya Ozi pada Jessica. Jessica menurut pandangan Ozi merupakan paket komplit. Jessica cantik, berbakat, pintar juga hobi memasak. Tipe idaman Ozi sekali. Sayangnya, Ozi sudah mempunyai pacar dan Ozi sangat mencintainya.

Jessica tersenyum sembari mengangguk, "Mau banget lah. Jangan sungkan ya Fe tanya-tanya aku."

"Nah, gitu dong. Kalau begitu mulai hari ini kamu boleh bawa mobil ke sekolah. Bareng sama Jessica karena Jessica murid baru di sekolah kamu." Perkataan Ayahnya membuat Oife secepat kilat menoleh. Oife terkejut mendengar berita itu.

"Apa?!"

Melani tiba-tiba menyahut, "Kenapa, Oife? Kamu keberatan kalau Jessica satu sekolah sama kamu?"

Oife mendengus, "Gak! Ya udah kami berangkat. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," serentak ketiga orang dewasa itu. Anta berujar lagi, "Jangan ngebut-ngebut, Oife." Nasihatnya.

Di luar rumah, nampak mobil Audi hitam terparkir di depan gerbang. Oife senang bukan main. Pasalnya Oife kemana-mana selalu naik angkutan umum atau memesan ojol. Kali ini tidak lagi. Oife berteriak kegirangan membuat Jessica yang memperhatikannya mengulum senyum.

Mulutnya baru akan terbuka saat desingan motor terdengar memekakkan telinga. Sebuah motor ninja hitam berhenti di depan mobilnya. Jessica mengernyit. Lain dengan Oife yang melotot. Oife langsung menitipkan kunci ke Jessica.

"Cowok itu temen kamu, Fe?"

Oife menggeleng, "Bukan, dia pacar gue. Btw, lo bisa berangkat sendiri? Kalo apa buka google maps aja."

"Kamu sama dia udah janjian, ya?"

"Gak sih. Gue juga gak nyangka di jemput sama dia."

Jessica tersenyum kecil, "Ya udah, sana gih samperin. Aku tau jalan ke sekolah kok. Soalnya aku pernah menetap di Jakarta sebelum pindah ke Inggris."

"Bagus dong. Kalo gitu sampai ketemu di sekolah, Jessica!" Oife melambaikan tangannya kemudian mengambil langkah lebar menghampiri sosok pemuda dibalik helm full facenya.

Tiba di samping motor, barulah Jenaro membuka kaca helmnya. Hanya menampakkan mata tajamnya yang melirik Oife sekilas.

"Naik!" titahnya.

"Ada gerangan apa lo ngejemput gue?"

"Ini bukan waktu yang tepat buat lo jadi wartawan dadakan. Udah mau bel. Kalo gak pergi sekarang, siap-siap buat keliling lapangan sepuluh putaran."

"Oke, gue terpaksa ikut sama lo!" jawab Oife cepat yang dibalas Jenaro dengan dengusan. Oife pun menjadikan bahu Jenaro sebagai pegangan untuk duduk di jok belakang. Suruh siapa bawa motor yang tingginya tidak nanggung-nanggung ini. Mana Oife pakai rok super pendek hingga paha mulusnya terpampang jelas.

"Besok-besok mending lo pake sempak aja. Heran, udah dilarang pake rok di atas lutut masih aja dipake." Jenaro mengomel saat di perjalanan membuat Oife menatapnya melalui kaca spion. Lalu Oife mencubit perut Jenaro tak berperasaan bikin motornya oleng karena badan Jenaro gerak-gerak.

"Sakit, anjir! Mau mati lo, hah?!"

"Iya, kenapa?! Mau mati bareng?! Hayuk atuh!" Oife mengeraskan volume suaranya diakibatkan kebisingan dari mesin kendaraan yang saling beradu.

"Lo aja sana! Yakali gue ngikutin jejak lo!"

"Ah, cupu lo!" cibir Oife, "Gini ketua Rebellion yang katanya pemberani dan gak takut mati? Hahaha, kalo gue ketemu lagi sama orang yang bilang itu, gue tampol bolak-balik mukanya."

"Gue masih pingin nikmati hidup asal lo tau. Tapi karena lo udah ngeremehin gue, yauda kita jemput ajal sama-sama." Dibalik helm, senyum miring cowok itu terukir, "Pegangan lo ntar jatuh!"

Oife mendengus, "Modus lo bisa banget. Tapi maaf aja gue gak sudi megang lo!"

"Yakin?" Jenaro pun menaikkan kecepatan motornya, menyalip dan sesekali mengangkat motornya membuat ban depannya tak lagi menyentuh tanah. Oife yang ketakutan berteriak histeris. Kedua tangannya tanpa sadar melingkar di perut Jenaro. Memacu adrenalin adalah kesukaan Jenaro. Maka dari itu dia semakin mempercepat lajunya. Meninggalkan kendaraan lain yang tadinya berada jauh di depannya.

"JENARO ANJIM! GUE MUAL, WOI!" Oife mengetatkan pelukannya, "PELANIN, GAK?!

"APA?! LO NGOMONG APA?! GUE GAK DENGER!" Jenaro balas teriak padahal dia jelas mendengar protesan Oife.

"PELANIN, BEGO!" teriaknya lagi.

"LO KUMUR-KUMUR YE?! ASLI, GAK KEDENGERAN!"

"TUNGKIK BANGET KUPING LO!" Oife memejamkan mata tak bernyali menatap ke arah jalanan di depan sana, "NARO GILAAAA! GUE BELUM MAU MATI! GUE MAU TURUN AJAAA!"

Jenaro puas dan dia salurkan dari ketawanya yang membahana. Ekspresi Oife kayak lagi nahan boker. Jenaro yang kasihan, memelankan kecepatan. Tahu-tahu sudah sampai di parkiran sekolah. Mesin dimatikan, Oife langsung menyerbu punggung Jenaro dengan pukulan-pukulan yang tak lebih kuat daripada memukul tilam menggunakan bambu.

"Gimana? Udah nampak belum pintu akhiratnya?" tanya Jenaro setelah menjauh dari motor.

Oife membungkuk, mengatur napas juga jantungnya yang berdetak tak karuan, "Sialan lo emang! Nyesel gue berangkat sama lo! Dalah gue ke kelas duluan!"

➖➖➖

Kelas XII IPA-2 sudah ramai penghuninya saat Oife datang. Semua pasang mata memandangnya heran dan kemudian tawa menggelegar menyapa. Tak terkecuali Hebi yang terkekeh geli sambil mendorong-dorong bahu Galan yang kebetulan pindah tempat duduk di depannya. Galan pun mengulas senyum tipisnya.

"Kenapa pada lihatin gue sebegitunya? Ada yang salah dari gue?" tanya Oife bingung.

"Lo abis nyatok apa kesentrum listrik, Fe? Anjirlah, ngakak gue." Hebi mengambil kaca kecil yang selalu dia simpan di tasnya lalu memberikannya pada Oife.

"Kacaan dulu gih. Lihat sendiri biar lo tau mereka ngetawain apaan."

Oife menurut dan dia terkejut nyaris membenturkan kepalanya ke meja, "SINGA DARI MANA GUE, ANJIR?! JENARO BANGKE! AWAS AJA GUE BAKAL BALES DENDAM!"

"Apa hubungannya sama Jenaro?"

"Dia bawa gue balap-balapan," adu Oife.

"Wah, enak dong! Gue jadi iri Fe sama lo! Nanti gue ajak Rainer ah! Pingin ngerasain juga."

"Sinting lo! Napas gue aja udah putus-putus gini apalagi lo. Jangan coba-coba deh."

Hebi cengengesan, "Becanda kok gue."

Di satu sisi Galan ingin menyapa Oife, menanyakan bagaimana kabarnya ataupula mengajaknya makan di kantin saat jam istirahat. Tapi Galan tahu posisi. Oife sudah diklaim Jenaro. Siapapun tak diijinkan untuk mendekatinya. Jenaro akan marah terlebih Jenaro membencinya. Galan tidak ingin menambah kebencian Jenaro padanya. Dan keputusan Galan... Tak peduli akan hal itu. Galan tetap ingin dekat dengan Oife. Saat ini Galan memilih diam karena Oife terlihat lelah.

Guru Biologi datang dengan dua siswi di belakangnya. Guru bertubuh gempal itu berdiri di depan kelas. Menyapu sepenjuru ruangan.

"Anak-anak, kita kedatangan dua murid baru." Perkataan guru tersebut membuat bisik-bisik saling bersahutan. "Silahkan perkenalkan nama kalian."

Oife mematung dengan pandangan lurus ke depan sana. Dua orang yang sangat Oife kenali itu membalas tatapannya.

"Hai semua, kenalin namaku Jena Aliska. Kalian bisa manggil aku Jena. Aku pindahan dari London."

Gantian satunya lagi, "Halo, aku Jessica Naurelia. Terserah kalian mau manggil aku apa. Boleh Jessi, Sica, atau Nau."

"Kalau begitu kalian berdua duduk di bangku paling pojok ya. Di belakang yang rambut perak itu," tunjuk guru tersebut ke arah Oife.

"Baik Bu. Terima kasih." sahut keduanya.

Ketika melewati Oife, keduanya sama-sama tersenyum dan tahu apa respon Oife? Oife membuang mukanya ke arah lain. Oife tidak mau berteman dengan mereka yang berpotensi menghancurkan pembalasan dendamnya.

➖➖➖

Kala kupandang kerlap-kerlip nan jauh di sana.
Sayup kudengar melodi cinta yang menggema.
Terasa kembali gelora jiwa mudaku
Karena tersentuh alunan lagu semerdu kopi dangdut

Cemprengnya suara Saguna dan Maxen tak surut menghentikan mereka bernyanyi dengan semangatnya sambil menggoyang-goyangkan badan serta pingggul mengikuti alunan musik.

Kantin ramai. Semakin ramai saat kegilaan dua bocah itu kumat berujung main Tiktok di meja mereka. Menyandarkan ponsel di botol kecap, Saguna paling lihai berjoget bersama Maxen yang harus melakukan take berulang-ulang demi hasil yang memuaskan.

Sebut saja Gun dan Xen. Itulah nama akun Tiktok mereka. Satu akun untuk berdua. Kontennya paling mentok tentang keabsurdan mereka.

Gara-gara buat malu, Jenaro dan Rain memilih mengasingkan dirinya di tengah kantin sedangkan ketiga temannya di pojokan.

"Arah tangan lu salah Xen! Harusnya tuh ke kiri dulu baru ke kanan!" Saguna mencetus kesal. Habisnya Maxen diajarin payah nangkapnya.

"Bodo amat lah yang penting jadi, anjim!"

"Merusak videonya aje lu tong! Dalah ngambek gue!" Saguna manyun terus duduk seraya menyeruput es tehnya.

"Cewek banget lo, Gun! Cepetan ah buat lagi kita! Mumpung gue ada kuota nih!"

"Hotspotin gue dong, Xen," sambar Rainer mencari kesempatan dalam kesempitan.

"Anjrit, kagak! Gue gak rela bagi-bagi!"

"Udah kayak iklan coklat chungky bar lo, Xen!" Rainer berdecak, "Pelit lo tuh ngeselin!"

"Bodo amat gue kan kentang!"

"Ga nyambung lu, goblok!"

Alhasil, Maxen menyeret Rainer untuk masuk ke dalam video terbaru mereka. Biar fyp katanya. Gimana ya, wajah kekorean Rainer buat mereka makin terkenal. Pasti itu. Oppa Min Jun sekilas mirip Lee Min Ho. Menurut Maxen sih iya, bulu hidungnya doang.

Jadilah ketiganya goyang-goyang bikin seisi kantin gempar. Di meja lain, Jenaro tengah makan ditemani Jena yang memesan jus kuini saja.

"Udah dapet temen belum?" tanya Jenaro.

Jena mengangguk antusias, "Mereka baik banget. Aku juga sekelas sama Galan, Hebi sama Oife."

"Oife.... Gak ngapa-ngapain kamu, kan?" Itu pertanyaan Rain. Rain menatap Jena lekat. Seolah mencari jawaban dari sorot matanya.

Jena menggeleng lemah, "Dia malah nganggap aku gak ada."

"Jangan dimasukin ke hati, ya. Anaknya emang begitu. Suka aneh." Jenaro menyambar.

"Kamu.... Beneran udah nembak Oife?" tanya Jena kemudian.

"Dia cuma mainan gue doang. Ngapain juga gue sampe nyatain perasaan ke dia. Gak mungkin lah. Gue sama sekali gak ada rasa ke dia."

"Kamu udah tunangan, Naro. Sekali lagi aku ingetin, kamu udah terikat sama cewek lain. Kenapa sih harus jadiin dia selingkuhan kamu?" Jena bersedih.

"Tenang, Jena. Aku tau konsekuensi dari keputusanku ini. Jangan khawatir."

"Percaya banget lo sama cewek busuk kayak dia!" Suara lain mengalihkan atensi kedua cowok itu dari Jena. Jenaro menajamkan tatapannya saat Oife duduk di samping Jena.

"Dan lagi, temen lo si Rain ini pengkhianat!" tambah Oife membuat tiga orang tersebut terdiam, menampilkan ekspresi bingung. Sementara segerombolan murid mulai memasang pendengaran sebaik mungkin.

"Maksud lo?" tanya Rain.

"Ngadi-ngadi lo! Minggat sana! Muncul cuma bikin keributan aja lo!" usir Jenaro.

"Nanti, setelah gue bongkar kebejatan mereka." Oife tersenyum sinis, "Jena tunangan lo, kan? Apa lo tau sewaktu di Villa, Rain dan Jena ciuman?"

Manik Jenaro membola. Sedangkan Jena sudah tidak nyaman di tempatnya dan Rain malah santai saja.

"Gue lihat dengan mata kepala gue sendiri. Rain ciuman sama Jena. Yang gak nyangkanya Jena gak ngehindar. Cewek macam apa lo, Na?!" Oife berdecih, "Murahan lo!"

Jenaro menggebrak meja, suasana kian mencekam ketika tangan besar Jenaro, menangkup kasar wajah Oife.

"Sialan, apa lo bilang?!"

"Jena. Murahan." Sisi Oife Katrina kembali. Kelemahannya bersembunyi entah di mana.

Wajah Oife dihempas kuat olehnya. Urat-urat lehernya menegang, Jenaro sudah akan kalap ingin menampar pipi Oife kalau saja suara seseorang tak menghentikan pergerakannya.

"Oife, udah ya. Jangan bertengkar." Jessica memegang lengan Oife dan selanjutnya dia beradu pandangan dengan jenaro yang terpaku.

Melawan degupan jantung yang semakin bertalu-talu, Jenaro menelan salivanya sebelum kembali berkata diiringi senyuman penuh arti.

"Lo salah paham. Tunangan gue bukan Jena yang ini. Tapi...." Jenaro menunjuk Jessica, "Yang itu. Cewek yang berdiri di belakang lo. Jessica Naurelia."

➖➖➖

Bagi yang ngikutin dari awal, kalo kalian paham maksud ucapan Jenaro, berarti kalian luar biasa.

Penasaran? Yuk atuh jan lupa tekan bintang plus komennya. Biar akunya makin semangat nulis terus bisa up cepet deh.

Btw aku jadi teringat pas Hazel ikut Guiza balapan, Hazelnya sampe teriak" bahkan pingsan wkwk. Untungnya Oife ga sampe begitu

Yang belum baca kisah tentang emak bapaknya Jenaro cus lihat work aku judulnya The Cool Boy

Oife Katrina

Jessica Naurelia

Continue Reading

You'll Also Like

3.2K 1.1K 49
Karena kekeliruan dalam mengenali presensi tubuh, Najma salah memeluk sembarang orang. Kesalahan itu menjadi alasan garis hidup Najma bersinggungan d...
4.7M 256K 91
[tersedia di gramedia dan tbo] wattys2021. #1 ceritafiksi #1 fiksiremaja "LO SERANG, KAMI HADANG. LO MAJU, KAMI HABISKAN!" Bara Alvero Januar - ALEXI...
1.5M 130K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
85.4K 1.8K 3
[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!] Kenzie Delaide. Gadis cantik yang memiliki segudang prestasi dan menjadi Duta Puteri di SMA Cakrawala. Disukai banyak...