Story of Reina [SELESAI]

By deardess

157K 13.1K 2K

"Lupa lepas cincinnya, Fan." "Kenapa harus dilepas?" "Lo nggak baik-baik aja kalau cincinnya masih dipake. Iy... More

Trailer Reina
Story of Reina Mempersembahkan
BAGIAN 1: Berita Tidak Baik
BAGIAN 2: Gadis Itu
BAGIAN 3: Bertemu
BAGIAN 4 : Kejujuran
BAGIAN 5: Semua Tau
BAGIAN 6: Dijemput Alaric
BAGIAN 7: Birthday Party
BAGIAN 8: Kabar Buruk?
BAGIAN 9: Permintaan Maaf Reina
BAGIAN 10: Engagement
BAGIAN 11: Compulsion
BAGIAN 12: Bye Papa!
BAGIAN 13: Kecewa
BAGIAN 14: Rayyan
BAGIAN 15: Uncertain
BAGIAN 16: Uncertain 2
BAGIAN 17: Akhir Cerita Cinta
BAGIAN 18: Pacar Saya
BAGIAN 19: Terlanjur Mencinta
BAGIAN 20: Bye Mantan!
BAGIAN 21: Alissa?
BAGIAN 22: Dia Kembali
BAGIAN 23: Halusinasinya Alaric
BAGIAN 24: Mulai Mencoba
BAGIAN 25: Sea And Memories
BAGIAN 27: Prioritas Alaric
BAGIAN 28: Nyanyian Di Bawah Hujan
BAGIAN 29: Pesan Dari Mahessa
BAGIAN 30: Pemberontak Kecil
BAGIAN 31: Akhir Kisah Kita
BAGIAN 32: Gagal Married?
BAGIAN 33: Ujung Tanduk
BAGIAN 34: Saran Dari Alaric
BAGIAN 35: Kenal Lebih Dekat Dengan Alissa
BAGIAN 36: Bersama Mahessa
BAGIAN 37: Kepergian Alissa
BAGIAN 38: Tertampar Kenyataan
BAGIAN 39: Kekang
BAGIAN 40: Acha Dan Alaric?
BAGIAN 41: Jadi Mau Kemana?
BAGIAN 42: Sunset Elite
BAGIAN 43: Gimik
BAGIAN 44: Awal Sesungguhnya
BAGIAN 45: Milik Kamu
BAGIAN 46: Mengenal Sang Juara Umum
BAGIAN 47: Ambisi Romi
BAGIAN 48: Bubar
BAGIAN 49: Fase Menerima
BAGIAN 50: Kue Matcha Acha
BAGIAN 51: Sebuah Kesepakatan
BAGIAN 52: Solusi Move On
BAGIAN 53: Damai
BAGIAN 54: Malam Minggu
BAGIAN 55: Suka
BAGIAN 56: Exp
BAGIAN 57: Keadilan
BAGIAN 58: Kamu Tunangan Saya
BAGIAN 59: Melangkah Dari Awal
BAGIAN 60: Bertaut
BAGIAN 61: Diem, Dingin.
BAGIAN 62: Sesuai kenyataan
BAGIAN 63: Akhir
EPILOG
CHIT CHAT SOR

BAGIAN 26: Alissa Dan Kejutanya

1.6K 145 11
By deardess

Seorang perempuan berdiri di atas balkon sambil menikmati secangkir cokelat hangatnya. Pikirannya berkelana, memikirkan tentang masa lalu juga kehidupannya yang sekarang tengah ia jalani.

Temannya benar. Seharusnya urusan di masa lalu itu diselesaikan terlebih dulu. Agar pikirannya tenang dan tidak terbebani di kemudian hari. Dia merasa jadi pengecut sekarang. Nyatanya lari dari masalah bukan lah solusi yang baik, karena masalah itu akan terus mengejarnya.

"Nyonya?" panggil seseorang.

Perempuan itu berbalik, "iya?" katanya.

"Tuan Altair sudah tidur."

Perempuan itu mengangguk. "Kamu bisa kembali ke kamar," ujar perempuan itu.

"Baik. Permisi Nyonya."

Setelahnya dia kembali sendiri. Hembusan napas kasar terdengar keluar dari mulut perempuan itu. Tangannya bergerak merogoh saku, mengeluarkan ponsel berlogo apel digigitnya. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum memutuskan untuk menghubungi seseorang di masa lalunya. Ya, semoga keputusannya ini benar.

Bisa kita ketemu?
Sore ini, jam 5 sore aku tunggu di Kafe Emerald

* * *

Hujan mengguyur kota Jakarta di hari Senin sore ini. Alaric berdecak kesal ketika lagi-lagi dia harus terjebak dalam kemacetan. Alaric menghela napasnya panjang. Sesekali juga dia melirik jam di pergelangan tangannya. Alaric resah dan kalian harus tau itu.

Setelah bersabar dalam menghadapi kemacetan, akhirnya mobil yang Alaric kendarai pun tiba di tempat tujuan. Cowok itu memandang Kafe di hadapannya dari dalam mobil. Sudah lama sekali dia tidak berkunjung ke Kafe ini, padahal dulu ini adalah Kafe langganannya. Hampir setiap hari Alaric selalu berkunjung ke sini.

Alaric menghela napasnya berat. Setelah persiapannya matang, dia pun keluar dari mobil dan berlari dengan tangan di atas kepala. Menghalau air hujan agar tidak membasahi tubuhnya.

Sesaat sebelum masuk ke dalam Kafe Alaric berdiam diri di luar, menepuk-nepuk pakaiannya yang terkena air hujan. Setelah dirasa penampilannya cukup rapi, dia pun masuk ke dalam Kafe. Pandangan Alaric mengedar ke seluruh penjuru Kafe yang ramai, dia mencari seseorang. Hingga atensinya teralihkan ketika ponselnya baru saja berbunyi.

Ting!

Meja nomor 23.

Begitulah isi dari pesan itu. Alaric segera berjalan menuju meja yang di maksud. Seorang perempuan dengan rambut sepunggungnya terlihat sedang duduk membelakangi Alaric di sana. Dengan sedikit ragu Alaric pun berjalan mendekatinya.

"Sa?" panggil Alaric dengan suara seraknya. Perempuan itu-yang tak lain adalah Alissa itu menoleh. Dia tersenyum manis kepada Alaric, lalu bangkit dari duduknya. Memeluk Alaric sangat erat.

"Long time no see, Al!" serunya bergelayut manja di leher Alaric. Alaric terpaku di tempatnya. Lidahnya kelu, tak sanggup berkata-kata. Tanpa ragu Alaric pun menggerakkan tangannya membalas pelukan Alissa.

"I miss you so bad, Al," ujar Alissa.

Sesaat mereka saling berpelukan hingga akhirnya Alaric mengurai lebih dulu. Alaric tidak ingin menjadi pusat perhatian karena berpelukan di tempat umum seperti ini. Dia lantas menyuruh Alissa untuk kembali duduk.

"Kamu kemana aja selama ini, Sa? kenapa ngilang gitu aja?" tanya Alaric.

"Hm? Kayaknya kita mending pesan makanan dulu deh Al, aku udah laper banget soalnya," ujar Alissa terkesan mengalihkan topik pembicaraan. Namun Alaric tetap mengangguk setuju.

Alissa membuka buku menu. Ia tampak membolak-balik tiap lembar isinya. Setelahnya, perempuan itu melambaikan tangan. Memanggil seorang pelayan.

"Ya? Ada yang bisa kami bantu?" tanya pelayan itu.

"Chicken fettucinne alfredo satu, sama lemon squash-nya satu," ujar Alissa yang langsung dicatat oleh pelayan itu. "Al, kamu pesan apa?" tanya Alissa kepada Alaric.

"Nasi goreng sea food, sama espresso," jawab Alaric. Pelayan itu mencatat semua pesanannya.

"Oke saya ulangi. Chicken fettucinne alfredo satu, nasi goreng sea food satu. Minumannya lemon squash satu sama espresso satu. Ada tambahan lain?" tanya pelayan itu memastikan.

Alissa menggeleng. "Itu saja."

"Baik. Ditunggu ya Kak." Setelahnya, pelayan itu pun pergi.

"Menu makanan kamu masih sama ya Al. Aku kira udah berubah," ujar Alissa pada Alaric.

Alaric tak menanggapi. "Sejak kapan ada di Indonesia?" tanya Alaric. Alissa menggigit bibir bawahnya ragu.

"Waktu Sabtu malam kamu datang Ke Kafe Lan's kan?" tanya Alaric. Alissa tampak memejamkan matanya. Lalu hembusan napas kasar itu keluar dari mulut cantiknya. Sesaat kemudian Alissa menganggukkan kepala.

"Iya. Bener. Perempuan yang malam itu kamu kejar, itu aku," ujarnya.

"Terus kenapa menghindar?" tanya Alaric. Cowok itu menatap Alissa intens.

"Waktu itu aku belum siap ketemu kamu, Al," ujar Alissa.

Alaric menaikan sebelah alisnya. "Kenapa?" tanyanya. Alissa tak menjawab. Alaric menghembuskan napasnya kasar.

"Kamu tau Sa? Selama lima tahun kamu ngilang tanpa kabar. Dan selama itu pula aku selalu nunggu kabar dari kamu," ujar Alaric. Suaranya terdengar berat.

"Lima tahun itu bukan waktu yang sebentar Sa. Bahkan anak SD pun udah hampir mau lulus. Kamu tahu perasaan aku gimana?" tanya Alaric. "Sakit, Sa. Dan perasaan itu jauh lebih sakit ketika aku tau kemarin kamu ngehindar dari aku," ujar Alaric.

"Oke, aku nggak akan ngebahas tentang apa yang aku rasain. Tapi di sini aku cuma pengen tau alesan kamu. Kenapa ngilang dan menghindar dari aku?" tanya Alaric. Alissa tampak menundukkan kepala, mungkin ini sudah saatnya Alaric mengetahui semuanya.

"Aku nggak tau harus mulai cerita dari mana Al," lirih gadis itu. Alaric tau lima tahun bukanlah waktu yang sebentar. Dan dia yakin pasti banyak hal yang tidak ia ketahui tentang kehidupan Alissa selama itu.

"Aku nutup semua interaksi sama kamu dan teman-teman yang lainnya, karena aku malu Al. Semuanya hancur. Pendidikan aku, cita-cita aku, masa depan aku, semuanya," ujar Alissa. Dia tersenyum getir ketika mengingat hari itu kembali.

"Aku kecolongan, Al. Aku kehilangan harta berharga aku." Alissa mendongakan kepala. Menatap Alaric yang tengah serius mendengarkannya. Mata Alissa mulai memerah, membuat Alaric mengalihkan atensinya ke arah lain. Dia tidak akan sanggup bersitatap dengan Alissa.

"Kamu tahu sendiri kan kalau Papa sama Mama nggak pernah peduli sama aku. Dulu aku capek Al, mereka selalu sibuk sama pekerjaannya. Dan di Amerika aku bener-bener ngerasa sendiri. Aku nggak punya temen kaya kamu, Mahessa, maupun Zafran yang selalu luangin waktunya buat aku."

"Kadang aku nyesel ikut pindah ke Amerika, karena nyatanya kehidupan aku di sana jauh kebih buruk. Saat Papa dan Mama sibuk sama kerjaannya, sewaktu di Indonesia pasti selalu ada kalian yang nemenin aku. Tapi waktu di Amerika beda, Al. Di sana aku bener-bener ngerasa sendiri."

"Tepat saat perayaan tahun baru, temen aku ngajak pergi ke bar. Dan bodohnya aku malah ikut ajakan dia," ujar Alissa dengan tawanya yang terasa memilukan.

"Waktu itu pikiran aku pendek. Aku cuma pengen orang tua aku sedikit lebih peduli sama aku, Al. Makanya aku nekat pergi ke tempat itu untuk pertama kalinya," ujar Alissa. "Dan di sana awal dari segalanya. Aku minum and ya kamu tau apa yang terjadi selanjutnya," tutur Alissa. Raut terkejut jelas sekali terlihat di wajah Alaric.

"Terserah setelah ini kamu mau anggap aku apa Al. Kamu mau ngatain aku, ngehina aku, jelek-jelekin aku, aku terima semuanya. Aku emang pantes dapetin itu," kata Alissa. Air mata gadis itu baru saja luruh. Namun Alaric hanya diam. Dia tahu sebenarnya Alissa itu sangat rapuh. Dan dia tak ingin membuat Alissa semakin rapuh.

"Kalau kamu tanya aku hamil atau engga. Jawabanya iya. Anak itu kemarin baru ulang tahun yang ke empat," ujar Alissa dengan senyumannya. Sukses membuat Alaric kembali terkejut.

"Hal apa lagi yang nggak aku ketahui selain itu?" tanya Alaric. Dia sudah basah, jadi sekalian saja menyeburkan diri.

Alissa tampak berfikir sejenak sebelum akhirnya tangan gadis itu bergerak merogoh bagian kerah bajunya. Mengeluarkan sesutau dari sana. Mata Alaric membola ketika dia melihat sebuah kalung dengan liontin salib mengalung di leher Alissa.

"Sa?" ujar Alaric tak percaya. Alissa menganggukkan kepala.

"Aku murtad," ujarnya. Sukses membuat Alaric jatuh untuk yang kesekian kalinya.

"Kenapa?" tanya Alaric. Suaranya mulai terdengar bergetar.

"Aku nggak mau anak aku lahir tanpa seorang ayah, Al."

Alaric kembali menghembuskan napasnya kasar. Kenyataan macam apa ini. Dia menundukkan kepala, memijit pangkal hidungnya pelan.

"Maaf Al. Aku terlalu banyak nyakitin kamu," ujar Alissa. Gadis itu memegang tangan Alaric dan mengusapnya pelan.

"Nggak masalah, lagian aku juga udah tunangan," kata Alaric. Ya, dia mengatakan itu semata-mata hanya tak ingin terlihat terlalu lemah oleh Alissa.

"Seriously?" Alaric menganggukan kepalanya.

"Wow, selamat ya Al," ujar Alissa. "Aku udah satu minggu lebih sebenernya ada di Indonesia. Suami aku ada urusan kerjaan di Bali, sekalian liburan juga. Aku ke Jakarta karena emang kangen suasananya. Suami aku masih di Bali dan mungkin sekitar dua mingguan lagi aku baru pulang ke Amerika," ujar Alissa lagi. Alaric mendongakkan kepalanya, menatap Alissa yang tampak menganggukkan kepala.

"Aku bakal tinggal menetap di Amerika, Al," jelasnya. Membuat Alaric lagi-lagi merasakan hal aneh dalam tubuhnya. Dering ponsel mengalihkan atensi keduanya. Alissa merogoh tasnya karena merasa ponselnya lah yang berbunyi.

"Aku angkat telfon dulu," pamit Alissa pada Alaric. Wanita itu tampak berdiri dari duduknya, lalu pergi mencari tempat yang lebih sunyi. Alaric menatap punggung Alissa yang mulai menjauh. Ya, seharusnya dia menuruti ucapan Mahessa sejak dulu.

Alaric menghembuskan napasnya kasar. Tanpa dijelaskan pun hubungannya dengan Alissa sudah pasti berakhir. Bahkan mungkin Alissa menganggap itu sejak lama. Alissa sudah mempunyai kehidupannya sendiri dan Alaric tidak ingin menghancurkannya.

Alissa kembali. "Al, kayaknya aku nggak bisa lama-lama deh. Altair rewel," ujar Alissa.

"Altair?"

"Ah, anak aku maksudnya," jelas Alissa. Alaric mengangguk paham.

"Eh iya, kamu mau ketemu sama Altair?"

- Bersambung -

Ini Alissa👇

Ini Alissa & Alaric 👇

Continue Reading

You'll Also Like

1M 78.7K 51
Happy reading ✨✨✨ Cerita ini tentang pernikahan kontrak antara sepasang remaja. Apakah mereka akan bisa melewatinya sampai akhir? Atau apakah mereka...
811K 39.1K 44
Hidup menjadi anak tunggal dari keluarga yang berkecukupan tak menjamin kebahagiaan Anindya. Hidup dengan dihantui bayang bayang masa lalu yang membu...
1.3M 48.6K 50
"Tante mau gak jadi mama nya caca" ucap anak kecil dengan rambut di kepang dua sambil menarik-narik baju seorang gadis. . . . . . seorang gadis yang...
406K 19.5K 65
(END) ----- "Gara-gara pesta sialan itu, gue terpaksa nikah sama cewek yang engga gue kenal. Baru juga sehari gue dapat ktp, eh, langsung di susul bu...