JENARO

By ayufaziraa

192K 24.9K 57.3K

Oife yang dijebloskan ke rumah sakit jiwa oleh cowok tak dikenal akhirnya memendam dendam. Hingga tujuan hidu... More

1. PENJEMPUTAN CALON ANGGOTA INTI
2. CEWEK SINTING DAN PERMINTAANNYA
3. KEBETULAN YANG MENGGIURKAN
4. GAK PINTER BOHONG
5. BUTUH UDARA SEGAR
7. OIFE VS JENARO
8. ULARGA?
9. SEBUAH ULTIMATUM
10. SAKIT HATI PERTAMA
11. HIJAU TAPI BUKAN LUMUT
12. PERANG MULUT
13. MASIH TENTANG JENA
14. DI DALAM BUS
15. MALAM PELANTIKAN
16. GAME SIALAN!
17. ANTARA OIFE, JENARO DAN JENA
18. PENGHUNI BARU
19. TAK BISA BERKATA-KATA
20. TERKEJUT
21. MENGUNGKAPKAN
22. GOSIP MIRING
23. MERASA TERTAMPAR
24. PANAS HATI
25. LEBIH DARI BRENGSEK
26. DI TENGAH KELUARGA ROQU
27. SUATU MALAM
28. PERINGATAN TERAKHIR
29. BEGITU BERHARGA
30. RENCANA
31. I LOVE YOU MOMMY
32. MULAI MENYERANG
33. PERMINTAAN TERBERAT
34. MISI BERHASIL
35. PERUSAK HARI
36. JAGAIN BAYI KOLOT
37. KEMARAHAN JENARO
38. MALEFICENT
39. PENJAHAT YANG SESUNGGUHNYA
40. TIDAK BAIK-BAIK SAJA
41. PILIHAN YANG SULIT
42. KEPUTUSAN
43. BEBAS
44. BOCAH-BOCAH REWEL
45. SECEPAT ITU
46. MENJADI TAMENG
47. DISAKSIKAN OLEH TIGA KELINCI
48. DEAL?
49. PERTENGKARAN-PERTENGKARAN KECIL
50. PESTA KECIL-KECILAN BERAKHIR RIBUT
51. ULAR PALING BERBISA
52. ANCAMAN
53. AKHIR DARI SEGALANYA
54. TITIK TERANG
BUTUH PENDAPAT!
55. KARMA BERJALAN
56. KARMA YANG DIRENCANAKAN
57. TERBUANG
58. KEBENARAN YANG TERUNGKAP
59. HARI PENYESALAN
60. DALANG SEBENARNYA
CERITA RETRO CRYSTAL
61. TERTANGKAPNYA SANG DALANG
62. GAGAL SEBELUM BERJUANG
63. OIFE DAN KEMATIAN
64. ADA APA DENGAN DIRINYA?
CLOSE MEMBER GC JENARO!
65. INGIN DAN TIDAK INGIN
66. SPEECHLESS
67. GIVE ME A HUG
68. TERLALU SEMPURNA
69. SEPERTI PERTAMA KALI (ENDING)
70. JENAROIFE (EPILOG)
EXTRA PART JENAROIFE
VOTE COVER NOVEL JENARO!
PRE ORDER NOVEL JENARO RESMI DIBUKA!
NOVEL JENARO SUDAH ADA DI SHOPEE
CERITA BARU: NAGEN MY TOXIC BOYFRIEND

6. WARUNG MBAK CIMOY

3.2K 402 105
By ayufaziraa

6. WARUNG MBAK CIMOY

Di hari rabu jam terakhir, kelas Oife mendapat pelajaran penjaskes yang mengharuskan semua muridnya mengenakan pakaian olahraga dan disuruh melakukan pemanasan di pinggir lapangan.

Oife yang malas sekali dengan pelajaran menguras tenaga itu pun melancarkan aktingnya di mana dia berpura-pura sakit kepala. Pak Yono selaku guru bidang studi bertubuh atletis yang terkenal genit di SMA Galasky mengizinkannya untuk duduk saja di pinggir lapangan. Pak Yono dari awal datang sampai selesai pemanasan tidak hentinya menggombalinya. Oife muak tapi mau gimanapun guru tersebut sudah berbaik hati padanya. Oife meminta ditemani yang langsung Pak Yono kabulkan. Pak Yono langsung menunjuk Hebi.

Saat ini Oife dan Hebi hanya melihat teman-temannya bermain bola kasti saja diselingi ghibah yang Oife ciptakan. Tentu tidak jauh-jauh dari cowok yang ternyata nekat bin mesum. Siapalagi kalau bukan Jenaro. Padahal Oife bercanda dengan mengatainya cowok munafik tapi tidak disangka-sangka Jenaro beneran menciumnya.

Tidak tahukan Jenaro kalau sore itu jantungnya hampir mencelos keluar?

Oife tiba-tiba heboh saat menemukan kelima cowok berpenampilan urakan namun tetap ganteng dan mempesona, memasuki area lapangan futsal. Di Galasky, lapangan terbagi dua yang mana letaknya berdampingan. Lapangan futsal juga lapangan basket. Untuk kelas Oife, mereka memakai lapangan basket yang diberi skat pembatas dari jaring. Oife bisa melihat dengan jelas tanpa dihalangi apapun karena dia duduk di kepala pembatas. Tepat di pinggir.

"Kelas mereka kebagian jam olahraga juga?" tanya Oife tak memutuskan pandangannya ke arah lima cowok yang mulai sibuk dengan benda keras berbentuk bulat itu.

Hebi yang merasa jika Oife bertanya padanya pun mengangguk kecil, "Mereka ganteng-ganteng kan? Tapi sayang dua diantaranya berkelakuan minus."

Mendengar informasi itu Oife menoleh, menatap Hebi dengan kerutan di dahinya, "Maksud lo si Saguna sama Maxen?"

Hebi menjentikkan jarinya, "Nah bener tebakan lo. Rada sableng emang si Saguna. Asal lo tau nih ya, Saguna itu sebelas dua belas sama bokapnya. Dulu pas masih jaman sekolah, bokapnya suka jadi bahan nistaan sahabat-sahabatnya. Lo bisa bayangin gak tuh gimana tingkah bokapnya. Tapi semenjak menikah bokapnya udah gak slengean lagi. Sekarang gantian anaknya," jelas Hebi panjang lebar. Oife yang memang penasaran akan kelima cowok tersebut mendengarkan kata demi kata yang Hebi lontarkan. Oife tampak kalem sesaat sebelum dirinya kembali berseru.

Hebi melanjutkan, "Kalo Maxen gue kenal dia dari kecil. Maxen itu sepupu gue. Bokap dia adek dari bokap gue. Intinya bokap dia sama bokap gue saudara kembar. Maxen orangnya galak tapi gak pecicilan. Tapi sejak kenal Saguna hancur image anak baiknya. Bukan berarti Saguna cowok yang bawa pengaruh buruk, gak gitu. Lebih ke suka buat keributan aja sih. Kenakalan mereka juga masih dalam batas wajar."

"Terus-terus kalo Jenaro orangnya gimana?" Oife menyerongkan duduknya, sedikit menghadap Hebi yang melirikkan matanya singkat ke arah cowok yang namanya baru saja disebutkan oleh Oife.

"Lo suka sama Naro?" tanya Hebi pertama-tama.

"Gaklah! Ogah banget gue punya perasaan sama tuh cowok!" Oife mendelik tidak terima.

Hebi terkekeh, "Jangan gitu ntar lama-lama lo sayang terus jadi bucin, gimana?"

"Astaga omongan lo nyerimin, Bi. Yakali harus dia. Kayak gak ada cowok lain aja. Naro itu cowok gendeng, Bi. Gak tertarik gue." Oife bersidekap. Dia meluruskan tubuhnya dan pandangannya mengarah lurus ke depan bertepatan dengan Jenaro yang menendang bolanya ke gawang yang lagi di jaga Saguna. Berhasil. Bola masuk tepat sasaran. Membuat Jenaro melepaskan bajunya hingga menampakkan otot-otot tubuhnya yang berkeringat. Oife tertegun apalagi ketika Jenaro tengah menegak sebotol air lalu sisa airnya dia guyurkan ke poni berantakannya.

Semakin menghantarkan jauh pada batas sadarnya, sampai bibir tipisnya menganga lebar. Jenaro di ujung sana tersenyum tipis saat Saguna dan Maxen mulai saling serang-menyerang akibat Saguna yang tidak becus menjaga gawang dari serangan Jenaro yang begitu dadakan.

"WOI, NEK, MINGKEM!" Sialan! Saguna menyadari tingkah konyol Oife yang dengan segera dia merapatkan bibirnya dan membuang muka ke sembarang arah. Hebi ngakak di sampingnya.

"Tuh, kan, bener. Lo udah jelas suka sama Naro. Ngapain segala lo tutup-tutupin sih. Menurut gue kalian cocok kalo disandingin. Paket komplit. Lo cakep, Naro cakep. Lo judes, Naro agak galak."

Oife menutup sebagian wajahnya dengan helaian rambutnya lalu berbisik pada Hebi, "Gue cuma mau balas dendam ke Naro. Itu doang Bi misi gue."

"Lah, ngapa dah?"

"Pokoknya ada deh. Ntar kapan-kapan gue kasih tau." Oife tersenyum misterius.

Hebi yang mati kepo pun menggoyang-goyangkan lengan Oife. Memaksanya agar buka mulut. Namun Oife mengabaikan guncangan di tubuhnya dan buru-buru bangkit sembari menarik pergelangan tangan Hebi saat bola yang sengaja ditendang Jenaro mengarah ke arahnya.

"INI SAMA LO!" Oife mengacungkan jari tengahnya pada Jenaro membuat tak hanya Jenaro tapi juga keempat temannya terkekeh geli melihat raut panik Oife.

Padahal bolanya mendarat di bawah pohon. Sangat jauh dari tempat Oife duduk tadi.

➖➖➖

"Serius, Mbak?"

Jenaro mengarahkan jari telunjuknya ke depan bibirnya saat mendapat telepon dari Mbak Cimoy. Mengisyaratkan teman-temannya untuk diam sebentar selagi Mbak Cimoy berbicara di seberang sana.

"Bocah-bocah itu lagi makan di situ?"

"Iya, tapi----"

Jenaro langsung memutuskan sambungan sepihak lalu menatap keempat temannya dengan senyuman sinis tercetak di wajahnya. Untung saja Jenaro dkk sudah berganti pakaian.

"Siapa Ro?" tanya Rain.

"Mbak Cimoy."

Dua kata yang direspon seruan Saguna juga Maxen. Keduanya pandang-pandangan sebelum Saguna mendekati Jenaro lalu merangkul bahunya.

"Ada hubungan apa lo sama Mbak Cimoy? Cieee, Naro mainannya janda sekarang." Saguna mencolek dagu Jenaro yang langsung ditepis kasar olehnya.

Maxen menyambar, "Pantes si Nenek ditolak mentah-mentah. Gak taunya Naro lebih milih janda bohay," ujarnya seraya terkekeh.

Nenek adalah panggilan baru dari Saguna dan Maxen untuk Oife seorang. Sebab rambut Oife kayak nenek-nenek bagi keduanya.

Tahu-tahu Rainer ikut ambil suara, "Jangan salah Xen, janda lebih menggoda daripada gadis. Goyangannya Mbak Cimoy udah mahir banget gila. Merem melek ntar Jenaro dibuatnya."

Jadilah trio bangsul itu mengolok-olok Jenaro sampai Rain yang biasanya selalu memasang wajah datar kini tertawa ringan. Jenaro mengumpat yang mana trio bangsul langsung nyanyi sepotong lirik lagu dangdut.

Kau masih gadis atau sudah jandaaaa

Jenaro menyumpah serapahi ketiganya sembari berjalan menuju warung Mbak Cimoy. Mbak Cimoy mengatakan jika bocah-bocah SMP yang waktu itu menjatuhkan motornya sedang makan bakwan di sana.

Asik-asik makan bakwan. Apa gak mabok bakwan tuh para bocah. Pikirnya.

Sebelum sampai gerbang belakang, Naro menutup kepalanya menggunakan topi yang dia simpan dalam tasnya agar mangsanya tidak dapat mengenalinya. Jenaro mengambil jalan motong yang membawanya dirinya ke pintu samping warung Mbak Cimoy. Keempat temannya yang tidak tahu apa-apa mengernyit bingung. Pasalnya Jenaro berjalan sambil nunduk-nunduk.

"Kita lagi masuk tivi gak sih ini?" bisik Saguna di telinga Maxen, "Itu kenapa si Naro pake nyembunyiin mukanya segala?"

Maxen ikut berbisik ria, "Kayaknya iya, Gun. Kita masuk acara katakan putus."

"Ah, serius?" Saguna malah percaya omongan ngawur Maxen. Pantes, dibanding Rainer, Maxen lebih klop sama Saguna.

"Feeling gue, Jenaro bakal mutusin Mbak Cimoy."

Saguna menggeplak kepala Maxen, "Kapan mereka jadiannya geblek?! Emang iya Naro demennya janda kembang?" tanyanya menggebu yang dibalas Maxen dengan gedikkan bahu.

Sesampainya di dalam warung, Mbak Cimoy terlihat mengulek-ulek sambal di atas cobek. Membuat Rainer, Saguna, Maxen melotot melihat pinggulnya bergoyang. Lain Rain yang memutar bola matanya jengah. Jenaro menepuk satu persatu jidat ketiganya.
"Napas woi! Napas!" Suara lantang Jenaro seketika menghentikan gerakan Mbak Cimoy. Wanita itu balik badan dan menemukan mereka tengah menatapnya.

"Eh, kalian udah di sini toh?" Mbak Cimoy mencuci tangannya di sebuah ember berisi air bersih lalu melap tangannya menggunakan kain bersih di atas steling.

"Mana orangnya Mbak?" tanya Jenaro tanpa basa-basi.

Telunjuk Mbak Cimoy mengarah ke satu meja di mana ada lima cowok berseragam putih abu-abu sedang menyantap gorengan sambil ketawa-ketiwi.

"Kamu masih ingat muka mereka gak?" tanya Mbak Cimoy.

Jenaro mengangguk, "Waktu itu kan mereka pake seragam SMP, Mbak. Kenapa sekarang beda?"

"Mereka anak baru di Galasky katanya. Mbak pun terkejut dengernya."

"Yauda Mbak makasih ya." Jenaro mengintip dari celah pintu warung yang sedikit tertutup. Jenaro melirik keempat temannya yang sibuk mengamati keadaan di luar.

"Gue mau ngasih pelajaran buat lima cowok di sana. Bantu gue. Tapi gue gak mau pake kekerasan." Jenaro berujar. Cowok itu melepas topinya dan memasukkannya kembali ke dalam tas.

"Mereka ada buat masalah sama lo?" Gila! Itu kalimat terpanjang yang pernah Rain ucapkan di depan orang lain selain keluarganya. Lihatlah, keempatnya langsung berdecak kagum.

Jenaro berdeham, "Beberapa hari lalu salah satu diantara mereka ada yang jatuhin motor gue sampe lecet. Gue dateng merekanya kabur gak tanggung jawab. Yauda gue minta Mbak Cimoy buat ngabarin gue semisal mereka ke sini lagi."

"Jadi lo gak menjalin hubungan terlarang sama Mbak Cimoy?" Saguna bertanya.

Jenaro mendengus, "Gadis masih banyak kenapa harus janda?"

"MANTAP!" Trio bangsul kompak berseru.

Tidak mau kehilangan mangsa berharganya, kelima cowok tersebut mengepung sekawanan itu dengan seringai mengerikan. Membuat para mangsanya terkejut-kejut. Ekspresi yang paling mencolok yaitu cowok berhoodie hitam. Sepertinya dia pelaku utamanya.

"Siapa diantara lo berlima yang udah buat motor gue jatuh waktu itu?" Jenaro bersidekap dengan tampang datar.

"Bu-bukan gue, bang!"

"I-iya, bang! Bukan gue juga bang!"

"Ngaku sebelum gue sentil ginjal lo pada." Jenaro hanya menggertak tapi reaksi kelimanya terlalu berlebihan. Wajah mereka pucat pasi.

Tiba-tiba pelakunya mengangkat telunjuk perlahan sambil menyengir lebar. Cowok bertindik itu pun memegang tangan Jenaro.

"Maafin gue, bang. Gue khilaf. Gue ngaku salah bang," mohon cowok itu.

Jenaro menepuk-nepuk bahunya, "Menurut lo gue bakal semudah itu maafin perbuatan lo?"

Cowok itu menggeleng pelan. Sementara teman-temannya yang lain gemetaran sebab rambut mereka dibelai-belai lembut yang berarti tanda bahaya.

"Bagus kalo lo tau. Sekarang lo jongkok di bawah sana." Jenaro menarik kerah seragam si pelaku dan menggeretnya untuk melaksanakan perintahnya, "Ini juga berlaku buat lo berempat," ujarnya tanpa menoleh ke belakang.

Mereka pun berjongkok membentuk barisan memanjang ke samping. Jenaro memposisikan dirinya tepat di hadapan mereka yang seperti tersangka tindak pembegalan. Rain dan Rainer berjaga di balik punggung mereka jika sewaktu-waktu mereka berniat kabur sementara dua lagi berada di sisi kanan-kirinya.

"Kenapa lo langsung kabur setelah buat motor gue nyungsep di tanah?" tanya Jenaro setengah berjongkok di depan cowok yang mengenalkan dirinya sebagai Acung.

"Ma-maaf b-bang. Gu-gue g-gak sengaja bang." Acung tergagap.

"NGOMONG YANG JELAS!" sentak Jenaro membuat semua orang berjengit.

"GUE GAK SENGAJA BANG!" Acung auto ngegas. Jenaro manggut-manggut disertai seringainya.

"Sekarang lo berdiri terus pukul gue. Terserah mau dimanapun yang lo mau. Gue izinin lo untuk meninggalkan memar di tubuh gue." Jenaro berdiri dan Acung pun mengikuti. Acung tidak mau menyeruakan keluhannya takut ketua Rebellion itu semakin mengamuk. Acung bersiap mengepalkan tangan lalu mendaratkannya di perut Jenaro namun Jenaro dengan sigap menahannya.

"Lemah banget lo! Yang kuat mukulnya!" Jenaro melayangkan tatapan tajamnya.

Acung panas dingin, "Itu udah yang paling kuat bang."

Jenaro tertawa sumbang. Dia menyuruh kelima anggotanya untuk melakukan hal yang serupa pada masing-masing bocah tersebut yang dengan senang hati mereka turuti. Hasil akhir, semuanya cupu. Cowok-cowok lemah yang tidak punya nyali sama sekali. Jenaro anti orang-orang lemah.

Momon, temannya Acung menginterupsi, "Bang, le-lepasin gu-gue ya bang. Se-sesak pipis gue bang."

Tawa Saguna hampir meledak saat dilihatnya Momon menekan perut bagian bawahnya dengan tampang nelangsa.

"Oke, awas aja kalo lo gak ke sini lagi. Gue patahin anu lo," ancam Jenaro.

"SIAP BANG!"

Selang dua detik, ada lagi yang bersuara. Dia, Gatot. Gatot berdiri dengan kakinya bergerak-gerak gelisah.

"Kenapa lo? Ayannya kambuh?" Maxen menyeletuk.

"Gini bang, kancut gue masuk gigi bang. Gue risih. Gue benerin kancut dulu ya bang." Gatot menjawab sepelan mungkin lantaran dia malu pada abang-abang kelasnya itu.

Pecah. Trio bangsul ketawa ngakak saat melihat Gatot berlari-lari ke arah toilet. Jenaro terpaksa menunggu lalu dia mengumumkan sesuatu pada mereka ketika dua orang tadi sudah bergabung.

"Lo berlima gue rekrut jadi anggota Rebellion Team." Perkataan Jenaro sukses membikin mereka terdiam. Beberapa pasang mata itu membola.

"Serius bang?" Acung membalas.

Jenaro mengangguk, "Tapi ada syaratnya."

"Apa bang?"

"Kalo lo mau tau, minggu nanti kumpul di markas Rebellion."

Tentu saja mereka menyanggupinya. Kapan lagi bisa satu tim sama Jenaro yang terkenal sebagai cowok baja.

"SIAP BANG!" jawab mereka serempak.

Sesudah melewati situasi penuh ketegangan, Jenaro mentraktir semuanya makan di warung Mbak Cimoy. Mbak Cimoy pun senang bukan main. Lumayan uang pendapatannya bertambah. Mereka pun membuka obrolan ringan dan saling melempar canda.

"JENARO, YUHUUUU!" Oife muncul bak kuntilanak. Soalnya rambut peraknya terbang-terbang karena tidak dia ikat. Saguna langsung membaca ayat kursi sedangkan Maxen menyembur-nyemburkan air dalam mulutnya berlagak menjadi mbah dukun. Rainer menyumbangkan lagu Ya Toybah membuat Rain menyikut lengannya tanpa perasaan.

Min Jun salah server!

"Pergi lo kunti! Jangan ganggu kita-kita! Hus-hus sana! Mati lo kunti!" teriak Saguna kalang kabut.

Oife menatapnya berang, "Heh, kutil landak! Lo pikir gue setan?! Sembarang banget congor lo ye! Belum pernah kena isap sampe mampus apa gimana nih lo?!"

"Waduh, cantik selo. Agun bercanda doang kok. Suer." Saguna meringis.

Maxen menimpal, "Nek, sabar atuh nek. Nenek-nenek gak boleh marah-marah lho. Makin keriput yang ada."

Oife melotot, "Apa?! Lo manggil gue nenek?!"

"Kan emang iya. Rambut lo kan udah beruban."

Oife maju untuk menjewer Maxen sampai Maxen mengadu kesakitan, "GUE MASIH MUDA! KULIT GUE MASIH KENCENG! DAN LAGI, GUE BELUM SETUA ITU LO PANGGIL NENEK!" teriak Oife tepat di telinga Maxen.

"TERAKHIR, RAMBUT GUE WARNA PERAK BUKAN PUTIH! NGERTI LO?!"

"Ngerti nek. Ampun nek." Maxen berusaha melepaskan diri. Oife semakin kencang menariknya.

"OIFE, MAXEN!"

"Iya-iya, Oife cantik!"

Oife pun menjauhkan tangannya sembari tersenyum manis, "Nah, gitu dong."

Atensinya beralih ke Jenaro yang tengah bermain ponsel di atas motornya. Oife menyodorkan ponsel bercase pink miliknya.

"Bagi nomor lo."

Jenaro meliriknya sekilas lalu lanjut fokus pada benda pipih di genggamannya.

"Jenaro sayang, jangan pelit ih. Gue cuma mau telpon-telponan manja sama lo kalo misal gue kangen." Percuma. Jenaro mengabaikannya seolah Oife tidak ada. Oife menggeram kesal.

"Eh, bentar, itu di pipi kanan lo ada apaan tuh?" Oife mendekat dan secepat kilat menciumnya. Tidak peduli bagaimana respon Jenaro atas tindakan kurang ajarnya, Oife mesem-mesem tak jelas. Sekumpulan cowok di warung hanya bisa melongo.

Jenaro menghela napas kasar, "Seberapa sering lo nyium cowok kayak barusan?"

"Lo yang pertama dan gue mau lo juga yang terakhir."

"Murahan banget sih lo!"

Oife berkilah, "Ini adalah bentuk pancingan agar lo memusatkan fokus lo ke gue."

"Oh ya? Sayangnya gue lebih tertarik sama benda mati ini daripada lo." Jenaro memperlihatkan ponsel ke depan wajah Oife kemudian menaruh ponselnya di saku celana.

"Jangan gitulah. Ntar kalo suatu saat lo lebih tertarik sama gue dan cinta sama gue, itu artinya lo ngejilat ludah lo sendiri. Emang mau?"

Jenaro menatap Oife datar, "Udah ngehalunya?"

"Belum nih."

Jenaro menepis tangan Oife yang hendak menyentuh stang motornya. Jenaro menoleh ke arah Saguna, "Gun, cewek sinting ini nih yang jatuhin motor lo semalam. Minta ganti rugi mumpung dianya di sini. Gue cabut dulu."

Shit!

Motor Jenaro sudah menghilang di persimpangan jalan. Oife kaku di tempat. Dia pun memutar badannya untuk memandang Saguna yang raut wajahnya sesuram dompet yang tidak ada isinya. Oife cengengesan lalu lari terbirit-birit.

"WOI, NENEK GAYUNG!" Saguna mengumpat, "Bangke, jadi dia orangnya?!"

➖➖➖

Saguna & Maxen

Momon, Acung, Maxen, Saguna, Gatot

Continue Reading

You'll Also Like

RAVEN [END] By Ree

Teen Fiction

310K 47.4K 55
⚠️⚠️⚠️ Bagi Alsava, Raven itu aneh. Dia seperti 32° Fahrenheit ke Celsius. Yang dulu rasa pedulinya 32 derajat Fahrenheit, sekarang berubah menjadi 0...
232K 8.3K 63
[PLAGIAT DILARANG MENDEKAT] # 1 - Zhea # 5 - Athalla # 11 - storylove Bercerita tentang kisah seorang gadis yang tiba-tiba ditembak oleh pria tampan...
902K 66.8K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
1.2M 134K 45
(Tersedia di toko buku online.) .... Garesh Sarega Vegario, namanya. Ketua OSIS SMA Abadi, sekaligus Ketua Geng Astercyo. Sifat Garesh tidak beda jau...