Jawaban Sepertiga Malam [Re-p...

By Syafalyaaa_27

65.8K 5.2K 1.6K

[Ar-Rasyid Family1] [PROSES REVISI] Tentang harapan yang kutaruh pada manusia, kemudian Allah jatuhkan hingga... More

prolog
{1} Pertemuan buruk
{2} Menyebalkan Atau Baik Hati?
{3} Kunjungan
{4} Gadis Bermata Bening
{5} Perasaan aneh
{7} Ungkapan
{8} Rapuh
{9} (bukan) jodoh pilihan Allah
{10} Tatapan Perpisahan
{11} La Tahzan!
{12} Sang penulis
{13} Kok ketemu lagi?
{14} Penolong
{15} Pdkt
{16} Bertemu
{17} Pilihan
{18} Kabar
{19} Tulip putih
{20} Pertemuan dua keluarga
{21} Sah!
{22} Versi terbaik
{23} Healing
{24} Lucu
{25} Gara-gara kucing
{26} Malioboro dan mimpinya
{27} Pertemuan
{28} Gus Aqmal dan rasa cemburu
{29} Siapa dia?

{6} kode

1.8K 213 56
By Syafalyaaa_27

-o0o-
H A P P Y
R E A D I N G
-o0o-

Apa yang kalian pikirkan tentang cinta? Apakah sesuatu yang bisa membawa kebahagiaan? Ataukah sebuah rasa ingin memiliki? Atau mungkin, rasa yang menciptakan luka?

Pertanyaan-pertanyaan seputar cinta itu, berhasil membuat benak Gus Aqmal berdenyut. Antara gejolak rasa ingin memiliki dan takut menyakiti. Dua opsi yang harus dipikirkan matang-matang. Ketika cinta disimpan dalam-dalam, maka rasa cemas akan keterlambatan terus membayangi pikiran. Namun, ketika mengungkapkan, maka harus berani bertanggung jawab.

Ting!

Ummiku
Mas, bisa minta tolong nggak? Jemput Kanaya Aulia Najma santri kelas 12 Fathimah dan Adila Putri Sofiana di depan mall Semarang city? Mereka habis lomba matematika. Abah sedang ada di Jakarta.

Aqmal
Iya, Mi

Gus Aqmal menutup ponselnya, dia berjalan cepat menuju ndalem untuk mengambil kunci mobil.

Tiba-tiba kepalanya berdenyut, memikirkan sesuatu yang masih menjadi wacana. Apa ini saatnya? Ini terlalu cepat, tapi jika terlambat?

"Astaghfirullahhal'adziim, apa yang hamba pikirkan ya Allah," gumam Gus Aqmal sembari meraup wajahnya.

Laki-laki 22 tahun itu mengambil kunci mobil dari atas rak yang berisi jajaran kitab-kitab milik Abahnya. Setelah mengambil kunci, Gus Aqmal bergegas ke mall yang Umminya maksud.

Dalam perjalanan, lantunan shalawat menemani laki-laki itu. Membuat suasana mobil terasa sejuk. Al-Qur'an merupakan obat, penyejuk dan petunjuk. Barang siapa dekat dengan Al-Qur'an maka dia dekat dengan Allah.

Sudah dua Minggu Gus Aqmal kembali memijakkan kakinya di pesantren. Tempat di mana dia lahir dan menuntut ilmu hingga lulus Madrasah Ibtidaiyah. Setelah lulus, dia melanjutkan menuntut ilmu di salah satu Pondok Pesantren ternama di Jawa timur. Tidak hanya sampai di situ, setelah lulus Madrasah Tsanawiyah, dia belajar lagi ke Pondok Pesantren yang berbeda.

Menurutnya, menuntut ilmu di pesantren yang berbeda dari sebelumnya sangatlah menyenangkan. Menambah pengalaman juga wawasan tentang kearifan Islam. Tak ayal banyak putra putri kyai yang menuntut ilmu di pesantren-pesantren yang berbeda setiap jenjang pendidikan.

Gus Aqmal memarkirkan mobilnya di tempat parkir mobil. Sebelum masuk ke dalam, Gus Aqmal melirik jam terlebih dahulu. Sudah pukul dua siang, batinnya.

Beberapa kali dia memutari seisi mall, tapi tidak menemukan tempat olimpiade matematika. Hingga Gus Aqmal bertanya pada salah satu penjual toko di dalam mall.

Betapa terkejutnya dia, ketika mendengar acara telah selesai dua jam lalu. Lantas, kemana Kanaya dan Adila pergi?

Laki-laki itu mengitari mall yang masih tetap ramai, tidak ada tanda-tanda kehadiran kedua gadis itu. Terhitung sudah satu jam lebih Gus Aqmal keliling mall. Hingga suara adzan ashar dari Handphonenya membuat Gus Aqmal berhenti melangkah.

Gus Aqmal memutuskan untuk shalat terlebih dahulu, sambil terus mengawasi sekeliling mencari Kanaya dan Adila.

"Gadis itu benar-benar," ujar Gus Aqmal setelah keluar dari Musholla.

Dia duduk di serambi untuk beristirahat sejenak. Hingga iris matanya terpaku pada satu objek.

Kanaya.

Gadis itu sedang duduk sembari merapihkan jilbabnya. Dari jarak yang tidak terlalu jauh, Kanaya tampak cantik di mata Gus Aqmal. Bukan cantik karena polesan make up, tapi cantik karena basuhan air wudhu. Wajah gadis itu basah, sama halnya dengan ujung hijab yang dikenakannya.

Dua menit menatap Kanaya, membuat Gus Aqmal tersadar. Dia beristighfar dan memalingkan wajah, menyembunyikan rasa gugupnya. Aneh memang, kenapa dia yang gugup? Sedangkan yang sedari tadi menjadi objek pandang Gus Aqmal biasa-biasa saja.

"Kanaya," panggil Gus Aqmal berhasil membuat Kanaya menoleh. Gadis itu dengan langkah ragu menghampiri Gus Aqmal.

"A-ada apa, Gus?"

"Dari mana?"

Kanaya menggigit bibir bawahnya. "Saya habis shalat Dzuhur lalu saya lanjutkan shalat Ashar. Memangnya kenapa, Gus?"

Gus Aqmal menghela napas, dia mengisyaratkan agar Kanaya duduk. Gadis itu manut saja, Kanaya duduk di samping Gus Aqmal dengan jarak yang cukup jauh.

"Adila?"

"Masih shalat."

"Jangan buat saya khawatir," lirih Gus Aqmal. Sangat lirih, mungkin hanya dirinya yang bisa mendengarnya.

"Hah? Pripun, Gus?"

"Tidak, tunggu Adila, setelah itu kita kembali ke Pesantren." Kanaya mengangguk patuh, mereka duduk di serambi sambil menunggu Adila menyelesaikan shalatnya.

"Nay--- eh, Gus Aqmal, hehe." Tiba-tiba tubuh Adila sudah berada di belakang Kanaya, gadis itu menyengir lebar tak lupa tangannya menenteng tas ranselnya.

Kanaya melotot. "Pelanin suara kamu, Dil!"

"Iya-iya, Afwan."

"Bagaimana?"

Kanaya yang awalnya tengah fokus menatap Adila, spontan mengangkat kepalanya. Begitupun Adila yang masih beradu mulut dengan Kanaya.

"Apanya, Gus?" tanya Adila bingung.

"Hasil."

Kanaya dan Adila saling berpandangan, mereka menghela napas panjang. Ternyata berbicara dengan Gusnya ini sangat merepotkan. Tidak bisa jelas, selalu to the poin sekali eperibadeh!

"Ah iya, Alhamdulillah, Allah memberi kemudahan. Juara satu, Gus," balas Kanaya.

Gus Aqmal tersenyum tipis. "Selamat. Semoga ilmunya bermanfaat. Adila?"

Lagi-lagi gadis itu menyengir lebar. "Tadi hampir menang, Gus. Tapi gara-gara saya kebelet berak jadi saya tinggalin. Gak jadi menang, deh," celetuknya enteng. Hal itu membuat Gus Aqmal menggeleng pelan.

"Astaghfirullah, tadi kamu lari itu kebelet ke wc?!"

Adila mengangguk cepat. "Iya, Nay. Udah gak tahan."

Dalam hati, Gus Aqmal tidak berhenti beristighfar melihat tingkah santrinya yang kelewat bobrok ini. Sungguh ajaib murid Abahnya.

Teringat sesuatu, Gus Aqmal melirik arlojinya, sudah sore. Sepertinya mereka harus segera pulang. "Sudah-sudah, ayo kem---"


Kruyuk-kruyuk

Kanaya memegang perutnya yang baru saja berbunyi, dia mengangkat wajahnya menatap Gus Aqmal dengan cengiran khasnya.

"Belum makan?"

Kanaya dan Adila menggeleng cepat.

Gus Aqmal mendengus, dia melirik sekeliling. "Mau makan apa?"

"Terserah Gus aja," jawab Kanaya yang masih malu-malu. Biasanya aja gak punya malu!

Gus Aqmal berjalan menyusuri mall yang bertambah ramai, dia mencari tempat makan yang higienis dan enak.

Hingga mereka menemukan restoran di pojok mall, Kanaya, Adila dan Gus Aqmal duduk di salah satu kursi yang ada di sana.

Gus Aqmal membolak-balikkan menu. Tanpa sadar, sedari tadi iris mata seorang gadis meliriknya. Entah memberi kode atau apa.

"Ah, iya. Mau makan apa?" Tanya Gus Aqmal sembari menyerahkan lembar menu pada kedua santrinya.

"Jamur asam manis, kamu apa, Nay?"

"Samain aja."

"Oke. Gus, jamur asam manis dua ya, gratis kan, Gus?" tanya Adila serius.

"Hm."

Kedua gadis itu tersenyum lebar mendengarnya. Kapan lagi, kan, ditraktir Gus gurun es?

Kanaya menyergitkan keningnya. "Njenengan, mboten, Gus?"

(Anda tidak, Gus?)

"Tidak, kalian saja."

S

eorang waiterss datang dengan kertas dan bolpoin. Seakan tau apa yang waiterss itu inginkan, Gus Aqmal menyebutkan menu yang ingin mereka pesan.


"Gus," panggil Kanaya saat waiterss itu sudah meninggalkan meja. Sontak Gus Aqmal menoleh menatap Kanaya dengan sorot mata penuh tanda tanya.

"Terima kasih."

"Iya."

Kanaya mendesis, cuma iya? Alamak, apa manusia di depannya kekurangan kosa kata?

"Gus." Kini giliran Adila.

"Hm?"

"Gak jadi deh, anda nyeremin." Kanaya menjawil kening sahabatnya itu.

"Bocah edan!"

"Biarin toh, Nay. Orang mulut-mulutku, kok!"

Kanaya mendengkus kesal. "Yowes, sakarepmu, Dil."


"Mau kuliah di mana?" Tanya Gus Aqmal setelah beberapa saat hening.

Kedua gadis itu mengalihkan atensinya.

"Yang dekat-dekat saja, Gus," balas Kanaya yang diangguki oleh Adila.

"Tidak ada niatan untuk ke luar negeri?"

Kanaya menghela napas panjang. "Kalau itu sih, semua orang pasti mau, Gus. Tapi, saya merasa kuliah di luar negeri tidak seindah apa yang hadir dalam bayangan saya. Selain jauh dari keluarga, tentunya juga harus menyesuaikan lingkungan sekitar. Termasuk toleransi."

"Kamu benar, tapi kulaih di luar negeri juga tidak seburuk apa yang kamu bayangkan."

"Maksudnya?"

Gus Aqmal membantu menggeser gelas kala makanan sudah datang, sesekali dia melirik Kanaya.

"Kamu berprestasi, besar kesempatan kamu untuk bisa kuliah di luar negeri. Jangan sia-siakan kesempatan, kesempatan hanya datang satu kali. Kalau dua kali, namanya takdir."

Kanaya berdehem, dia mengaduk es teh miliknya.

"Kamu pintar Kanaya, banyak orang yang menyukaimu. Termasuk saya."

****
”Bahkan saya tidak perlu belajar mencintaimu, karena kamu sendiri yang mengajarkan saya betapa indahnya mengagumimu.”

~Muhammad Aqmal Ar Rasyid~

~~~~~~
Bersambung...

Continue Reading

You'll Also Like

386K 21.9K 86
"Manusia saling bertemu bukan karena kebetulan, melainkan karena Allah lah yang mempertemukan." -Rashdan Zayyan Al-Fatih- "Hati yang memang ditakdirk...
228K 16.1K 47
ini cerita pertama maaf kalo jelek atau ngga nyambung SELAMAT MEMBACA SAYANG(⁠≧⁠▽⁠≦⁠)
175K 16.5K 52
Spin-off Takdirku Kamu 1 & 2 | Romance - Islami Shabira Deiren Umzey, dia berhasil memenangkan pria yang dicintainya meski dengan intrik perjodohan...
62.9K 2.9K 29
"Wanita itu suci, bagaikan sajadah. Karna, diatas wanita lah lelaki akan beribadah." Fatimah mengerutkan keningnya. "Maksudnya? Perempuan dijadikan s...