Langsung tambahkan cerita ini ke library kalian ya biar dapet notif update dari aku.
Ini sequel The Cool Boy.
Bisa dibaca terpisah tanpa harus baca cerita emak bapaknya. Jadi gak perlu panik, lanjut aeeee😊
Follow Official Instagram:
@ayufaziraaa
➖➖➖
1. PENJEMPUTAN CALON ANGGOTA INTI
"Ini daftar nama beserta tempat di mana lo bisa nemuin calon-calon anggota inti Rebellion yang baru."
Barja meletakkan sebuah catatan kecil di atas meja kayu yang sudah reot dengan seorang cowok berpenampilan urakan tengah memandangnya tanpa ekspresi.
Dia, Jenaro Kastara Roqu. Ketua Rebellion yang dilantik sekitar seminggu yang lalu. Cowok berpostur tinggi tegap berwajah datar. Bukan berarti dia cowok dingin. Jenaro itu kalau bicara suka blak-blakan cenderung pedas dan tajam. Jenaro adalah pahatan sempurna nyaris tanpa celah. Beralis tebal, memiliki sepasang mata elang yang sekali melirik mampu membuat nyali lawannya menciut juga dapat membius para kaum hawa, hidung mancung, bibir tebal yang tampak sangat seksi ketika menghembuskan asap rokoknya ke udara. Jangan tanya bagaimana bentuk tubuhnya. Jenaro lagi proses menuju sixpack.
"Gue gak butuh anggota yang lemah." Jenaro berkata sinis sebelum dia kembali menghisap rokok di sela jemarinya. Di mana dia sering menyentuh barang kecil itu hanya ketika dia ingin saja.
Ngomong-ngomong soal Barja. Dia itu mantan ketua Rebellion yang sekarang sudah hengkang alias sudah tamat sekolah. Berhubung Rebellion team butuh seseorang yang bisa mengurus dan menggerakkan pasukannya yang terdiri dari siswa dibeberapa sekolah, Barja memilih Jenaro untuk menggantikannya.
Bukan asal Barja memilih. Sudah lebih dari setengah tahun dia memperhatikan gerak-gerik seorang Jenaro yang katanya tidak dapat tersentuh. Memang benar saat Barja melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Jenaro mengalahkan sepuluh preman berbadan kekar yang tak dibiarkannya menyentuh sejengkal pun bagian tubuhnya. Jenaro balik dalam keadaan utuh tanpa luka lebam.
Barja sangat yakin jika Jenaro cocok menjadi ketua di mana Jenaro akan membangun sebuah team yang tangguh dan tak terkalahkan. Barja saja sempat terpesona waktu itu. Barja pun salut sebab Jenaro yang terkenal akan reputasinya sebagai pangeran SMA Galasky, tidak memanfaatkan kepopulerannya untuk mencari perhatian para siswi. Bahkan Jenaro terkesan cuek menanggapi kehebohan mereka.
Terkekeh pelan, Barja mengitari meja dan mendudukkan dirinya di sofa yang sama dengan Jenaro.
"Percaya sama gue, Ro. Empat cowok ini udah gue pantau dari beberapa bulan lalu. Semuanya masuk ke kriteria lo. Tangguh dan yang pasti seimbang sama lo. Gue tau lo gimana makanya gue pilihin yang mantep. Pokoknya lo lihat aja dulu. Sekiranya lo gak tertarik lo bisa hubungin gue. Mereka juga udah gue kasih tau segala hal tentang lo."
Jenaro menginjak-injak puntung rokok dengan sepatunya. Cowok berhoodie hitam itu berdiri sembari membenarkan rambutnya yang semakin dia acak-acakin. Menambah kesan bad boy dalam dirinya.
"Oke, gue pegang omongan lo. Tapi ingat, Ja, kalo sampe gak sesuai, gue bakal merekrut anggota berdasarkan pilihan gue sendiri," kata Jenaro dengan nada dingin.
Barja menyetujui, "Apa kata ketua dah. Jadi gimana? Langsung gerak ke lokasi gak nih?"
"Lo gak usah ikut. Biar gue aja."
"Emang lo tau mereka yang mana?" tanya Barja.
Jenaro menepuk bahu Barja dan sedikit meremasnya, "Zaman udah canggih, Bro. Lo bisa kirim foto mereka ke gue. Urusan beres."
Barja menepuk keningnya sambil memasang cengiran lebar, "Ah, gak kepikiran sampe sana gue. Oke lah ini gue kirimin langsung. Lokasi pertama di perempatan jalan depan ya."
"Siap, gue cabut dulu." Jenaro berlalu menuju motor ninja hitamnya tak lupa memakai helm full face lalu pergi dari area markas utama Rebellion.
Seperti apa kata Barja tadi, Naro memberhentikan motornya di pinggir jalan. Naro menepi untuk menyandarkan punggungnya di badan pohon yang menjulang teduh. Mata elangnya membaca sederet kalimat pada kertas yang Barja berikan. Ternyata bukan hanya calon nama anggota dan tempat yang tercantum di sana. Tapi juga ciri-cirinya.
1. Saguna Baureksa.
Ciri-cirinya: Lumayan tinggi, rambutnya selalu berantakan dan emang sengaja diberantakin. Saguna sering nonggok di perempatan menunggu mangsanya muncul sebelum dan sesudah pulang sekolah.
Jenaro menarik sudut bibirnya membentuk senyuman geli, "Udah kayak banci aja nih cowok pake mampir ke sini."
Pandangannya beralih ke sekitar. Mencari-cari cowok bernama Saguna ini. Cukup lah menggambarkan bagaimana sosoknya. Mata Jenaro berhenti di satu titik di mana dia mendapati anak cowok berseragam putih abu-abu yang mana dia menggunakan masker hitam dan jaket kulit hitam tengah berdiri sembari memainkan baru krikil dengan kakinya. Tak lama muncul segerombolan pria bertato bersama anak-anak kecil yang mereka giring layaknya anak kambing.
Naro bersiap menghidupkan pemantik dan dia mulai menghisap sebatang rokoknya sambil melihat pertunjukan tak jauh dari posisinya. Naro tahu akan berakhir seperti apa karena instingnya begitu kuat.
Benar saja dugaannya, segerombolan pria itu sudah dihajar habis-habisan oleh Saguna.
"UDAH GUE BILANG JANGAN NYURUH ANAK-ANAK KECIL INI BUAT NGAMEN, BANGSAT! MEREKA BUKAN BUDAK LO SEMUA!" Saguna menghantamkan pukulan telak di wajah masing-masing dari mereka. Sementara anak-anak itu berdiri ketakutan tepat beberapa meter di belakangnya.
"KALO KALIAN BUTUH UANG, KALIAN AJA SANA YANG NGAMEN! KERJAAN DI KOTA INI BEJIBUN! KALO KALIAN MAU KALIAN BISA JADI TUKANG SEMIR SEPATU! ITU JUGA MENGHASILKAN UANG!" Saguna berteriak lantang disela aksinya. Membuat Jenaro menatapnya takjub.
Terkapar sudah mangsa-mangsanya, Saguna meludahi mereka sebelum menghampiri anak-anak kecil itu. Berjongkok di hadapan mereka lalu mengeluarkan lima lembar uang seratus ribu dan memberikannya pada mereka.
"Ini uang buat kalian makan sama beli vitamin ya. Kalo ada yang malakin sebut aja nama Abang. Biar besoknya bang Agun hajar sampe mereka babak belur. Paham?" Anak-anak itu mengangguk cepat dan mengucapkan terima kasih pada Saguna.
"Yauda kalian langsung pulang ya. Jangan keluyuran lagi." Saguna berbalik setelah mereka menghilang di belokan gang. Tatapan Saguna terfokus ke arah Jenaro. Saguna mendekat.
"Gue pantas apa enggak?" tanya Saguna to the point. Seakan tahu maksud pertanyaannya, Jenaro pun mengangguk singkat.
"Yakali gak pantas. Dah lah cabut ke lokasi selanjutnya." Jenaro membuang rokoknya yang tinggal setengah, "Motor lo mana?"
"Gue tinggal di parkiran sekolah."
"Kuy naik. Kita kesananya samaan."
Motor Naro melesat dengan Saguna di boncengannya. Memasuki kawasan sepi yang mana sekelilingnya ditumbuhi rerumputan liar sampai tiba di depan ruko besar tak terpakai yang berada di ujung gang. Naro dan Saguna turun, memandang seksama bangunan itu.
"Tempat apa nih, njir? Serem bener."
Jenaro melirik Saguna sekilas, "Sasana tinju ilegal," ujarnya seraya membaca sederat kalimat berikutnya.
2. Narain Rawi Cato.
Ciri-ciri: Petinju handal. Dia dipanggil Gobel sama lawan mainnya. Kalo ngomong irit banget. Hampir gak pernah senyum. Dia punya satu keistimewaan. Lo akan tau kalo lo lihat secara live gimana cara dia menumbangkan lawannya.
Saguna yang tadi ikut mengintip pun berseru heboh, "Anjay, pasti orangnya gede tuh kayak buto ijo. Lagian itu siapa sih yang nulis? Sok misterius banget perasaan."
"Mantan ketua Rebellion."
Saguna manggut-manggut saja kemudian mengekori Jenaro yang lebih dulu masuk. Pengap, gelap, berisik, itulah yang mereka temukan setibanya di dalam. Terus berjalan ke suatu ruangan di mana ratusan manusia menyerukan nama Gobel. Mata Saguna dan Jenaro refleks menyipit guna mencari sang target. Narain ternyata lebih kurus dari tebakan mereka.
Decakan malas meluncur dari arah Naro, "Barja buta kali ya. Masa cowok cupu gitu diajak gabung ke team gue. Mana kalah lagi."
Saguna menyahut, "Gak ada istimewanya sama sekali. Salah riset tuh si Barja. Dalah balik. Kesian motor gue kesepian di sana."
Ruangan sepetak itu dipenuhi teriakan penonton. Suasananya benar-benar ramai sampai Jenaro sesak napas padahal dia tidak berdesakan dengan yang lain. Jendela-jendela tertutup rapat.
"GO GOBEL GO GOBEL GO! GOBEL BERAKSI! GOBEL BERAKSI! GOBEL BERAKSI!" Mereka meneriaki sosok Gobel yang saat ini berusaha bangkit. Wajahnya penuh lebam. Sudut bibirnya berdarah.
Bisa keduanya lihat bagaimana kondisi Narain saat dirinya saja sudah lemas bahkan Jenaro yakin kalau satu pukulan saja mendarat di lengannya, Narain pasti jatuh pingsan.
Narain tertawa remeh ke arah lawannya yang mana dibalas dengan ejekan. Narain meraih sehelai kain panjang putih yang diberikan oleh asistennya untuk menutupi matanya. Narain kembali ke arena dan ketika masuk ronde kedua, Narain menghujam lawannya dengan bringas tanpa ampun, tanpa keringanan, tanpa mengenal kata 'stop'.
Alih-alih balik, justru Jenaro dan Saguna terdiam melongo. Buset, itu si Gobel jago amat anjir! Mata ketutupan aja santai banget mukulin lawannya sampai kewalahan begitu! Jelas ini mah keterima!
Jenaro dan Saguna saling pandang sebelum keduanya melangkah ke ruangan Narain. Narain yang sudah mengenakan seragam sekolahnya lantas menatap mereka dengan datar.
"Kenal kita, kan?" Saguna bertanya yang dibalas Rain dengan anggukkan singkat.
"Mulai hari ini kita satu team." Naro menyeletuk. Lagi-lagi Rain mengangguk, enggan bersuara. Jenaro paham dan tak banyak protes. Lain dengan Saguna yang komat-kamit mengutuk teman barunya itu.
"Yauda lanjut ke lokasi berikutnya."
Siang semakin terik saja. Naro beserta dua anggotanya yang akan menjemput anggota ketiganya telah sampai di lapangan terbuka di mana sedang diadakannya konser. Dari jarak yang lumayan jauh, lautan manusia di depan panggung sudah seperti kumpulan semut. Naro mendekat diikuti Rain dan Saguna. Naro yang namanya cukup melambung dimana-mana sebab pernah menolong pria tua dari jeratan penjahat yang ternyata seorang pejabat, diperbolehkan masuk lebih dekat ke samping panggung. Jenaro membaca kalimat ketiga.
3. Rainer Saka.
Ciri-ciri: Putih kayak orang Korea karena nyokapnya keturunan sana. Penyanyi solo yang lagi naik daun. Matanya agak sipit. Kalem anaknya. Lemah lembut kalo ngomong. Nama Korea nya Min Jun.
"Waw, keturunan Koriya nih cowok," cuit Saguna. Saguna memindai tatapannya ke arah depan bertepatan dengan naiknya Rainer. Rainer tersenyum membuat sorakan penonton kian menggelegar.
"Wadidaw, kinclong amat tuh muka. Bisa lah ya gue seluncuran di pipinya. Gemesin banget sih jadi pingin nyubit." Saguna bermonolog, menghadirkan gedikan ngeri dari arah Jenaro dan Rain.
Cowok yang hanya mengenakan kaos hitam bermotif dipadu celana hitam sobek-sobek dibagian lutut juga pahanya itu mulai bernyanyi. Suaranya adem banget. Saguna sampai terbuai lalu melambai-lambaikan tangan. Rain dengan cepat menahan kedua tangannya agar tak lagi bertingkah konyol. Rain paling tidak suka acara musik.
"SALANGBEO MIN JUN! ANYONG PASEO!" Saguna berteriak lantang. Dia pernah dengar kalimat itu ketika adik perempuannya tengah asik nonton drakor. Saguna yang tidak tahu pelafalannya jadilah ucapannya begitu.
Rainer terganggu dengan suara cemprengnya dan cowok itu menoleh padanya. Rainer memberikan finger heart-nya. Jenaro maupun Rain asli mau pergi saja dari sana. Tapi Saguna malah makin teriak.
"SALANGBEO MIN JUN OPPA!"
Semakin lama konser pun mendadak tidak kondusif saat tahu-tahu sepatu bot melayang mengenai perut Rainer. Rainer yang awalnya kalem auto kayak setan. Wujud aslinya kelihatan coy! Tak peduli akan pamornya, Rainer lompat untuk menarik kerah si pelaku dan menghajarnya bertubi-tubi. Jenaro berdecak kagum. Meskipun mukanya tampak polos, kekuatannya patut dibanggakan.
Ketiganya lalu menunggu Rainer dengan tenang di atas motor. Rainer nongol sembari menebar senyuman.
"Gue tersanjung lho dapat tamu spesial yang gantengnya gak lebih dari gue." Rainer alias Min Jun berujar. Jenaro menyimpulkan satu hal kalau si Min Jun ini suka tebar pesona. Hadeh.
"Min Jun keren!" Saguna memeluk Rainer yang ogah-ogahan diperlakukan begitu.
"Sonoan lu!" Rainer menggaplok kepala Saguna yang malah memeluknya erat.
"Min Jun, mianhae."
"Apasih lu? Jijik tau gak!" Rainer berdecak kesal.
Lokasi terakhir. Jenaro rasanya ingin cepat sampai di rumahnya. Badannya sudah lengket daritadi kesana kemari. Mana nggak minum-minum. Kan dia dehidrasi.
Sepuluh menit tibalah mereka di taman. Jenaro membuka kembali kertasnya.
4. Maxen Akai Senior.
Ciri-ciri: Suka baca buku sambil pake kacamata. Putih. Mukanya muka ramah. Tapi ternyata galak euy. Udahlah gitu doang. Gatau lagi gue mau bilang apa.
"Lah, si Barja oneng juga ye. Ngapa harus ditulis segala. Ngeselin." Rainer mengayunkan kakinya ke salah satu bangku taman yang kosong. Beberapa langkah ke kiri, Rainer menemukan sosok Maxen yang lagi memegang buku tebal.
"Itu bukan sih orangnya?" tunjuk Rainer. Jenaro mengikuti arah pandangnya lalu mengangguk yakin.
Diteliti lekat, Maxen terlihat anteng membaca sampai ketika dua orang cowok mengusilinya, Maxen mengabaikannya dan itu memancing amarah mereka. Satu diantaranya mengambil bukunya kemudian mengoyaknya. Maxen diam. Namun saat kacamatanya ditarik barulah Maxen bertindak dengan membogem mereka. Sesudah puas, Maxen berjalan ke arah Jenaro dkk yang masih terperangah.
"Masih mau pada bengong? Kalo gitu gue tinggal!"
Dih, si Maxen galak bener!
➖➖➖
Ada yang bisa nebak mereka berempat anaknya siapa? Yang baca The Cool Boy pasti tau nih😋😋
🔥🔥
REBELLION TEAM
Jenaro Kastara Roqu
Saguna Baureksa
Rainer Saka a.k.a Min Jun
Maxen Akai Senior
Narain Rawi Cato a.k.a Gobel