REAL - It's Different

redaries14

13.6K 3K 5.5K

Highest Rank 🎖 #1 180521 in Different #1 090621 in Softboy ❝ya Tuhan, aku mencintai hamba Allah❞ - Renjun ... Еще

For You
Renjun
Aliana
00. Begin
01. Promise?
02. It's Hurt!
03. Ah, sorry. I'm forget
04. Your'e not alone
05. The Difference
06. Bad Feelings
07. Where are you?
09. Love u ...
10. Tell the pain more painful
11. Be with me
12. Make a choice
13. Piano
14. Fact
15. Really okay?
16. Confess
17. The sin of love
18. Lovs way's

08. Angel like devil

395 115 270
redaries14

My First Work!

Selamat membaca🌹

• R E A L •

Secara batin aku terluka, secara emosi aku kacau, secara mental aku depresi, dan secara fisik aku tersenyum. -Aliana

🌹🌹🥀🌹🌹

Flashback on ...

2 hari yang lalu

Aliana pov

Baru kemarin malam kedua orang tuaku tiba setelah mengunjungi kakekku yang jatuh sakit karena terkena serangan jantung, tetapi Ayah sudah harus kembali bekerja lagi.

Hari ini hari minggu, apa Ayah tidak bisa istirahat sejenak? Ayah harus pergi ke Surabaya selama seminggu. Aku hanya berharap semoga Ayah sehat selalu.

Aku masih berdiri di depan pintu memandang kepergian Ayah, merasa kasihan karena harus bekerja mati-matian. Seandainya dulu Ayah tidak tertipu dengan proyek abal-abal, seandainya dulu Ayah tidak menanggung semua biaya ganti rugi untuk proyek itu, seandainya Ayah tidak diberhentikah secara paksa oleh perusahaan sialan itu.

Memang benar adanya, roda kehidupan itu berputar.

Aku mendongak menahan tangis, menghembuskan napas. Baru beberapa langkah setelah menutup pintu, tiba-tiba ada yang mengetuknya kembali. Mengernyit penasaran, aku berbalik berjalan menuju kearah pintu.

"Siapa? Ada yan-" ucapku terhenti, mematung menatap beberapa orang dengan luka perban dimana-mana. Aku menggertakkan gigi melihat rentenir yang pernah mengejarku bersama Renjun.

"Siapa yang datang, Aliana?" aku menoleh, menatap ibuku yang sudah berdiri tepat di sampingku. "Ada apa ini?" tanya Ibu yang sudah membuka pintu lebar-lebar.

"Bu Tari anda terkena denda dan harus membayar ganti rugi biaya rumah sakit serta asuransi kepada kami."

Aku tertawa sarkas mendengar ucapan para bajingan ini, "ganti rugi? Cih, yang seharusnya minta ganti rugi itu gue ya." Ucapku memicingkan mata menatap rendah bajingan di depanku ini.

"Saya tidak mengerti apa yang kalian bicarakan, sebaiknya kalian pergi." Kata ibu yang sudah hampir menutup pintu.

"Kekasih anak Ibu ini mengeroyok para anggota," kalimat itu lantas membuat ibu urung untuk menutup pintu.

Dia tersenyum miring, menatap ke arahku, "kami menghampiri putri anda yang sedang berduaan dengan kekasihnya, kami hanya ingin bertanya Ibu Tari sedang pergi ke mana, tapi kekasihnya malah memukuli kami dan berkata bahwa kami mengganggu mereka yang ingin bercinta."

Aku tertawa semakin kencang mendengar sesuatu yang tidak masuk akal barusan. Faktanya mereka yang ingin melecehkanku dan Renjun yang menolongku.

"Cih, lo bahkan nggak punya bukti, gausah muter balikin fakta deh"

Pria sialan itu menyodorkan ponsel kearah ibuku yang sedari tadi diam mematung, "silahkan Bu Tari lihat sendiri."

Aku melirik saat Ibu mengambil ponsel itu memperlihatkan rekaman video diriku yang bersembunyi di belakang Renjun, saat Renjun berkata 'Jangan sentuh gadisku' dan melempar helmnya kearah salah satu rentenir.

"Anda harus membayar ganti rugi sebesar 50 juta ditambah bunga dan juga hutang-hutang anda, Ibu Tari."

Aku melongo mendengar fitnah dan ocehan tidak masuk akal ini, "bajingan, bisa-bisanya lo fit-"

PLAK

Aku menoleh ke samping, tepat setelah ibu menampar keras pipiku. Panas, sakit, dan kecewa itu yang aku rasakan. Aku bisa melihat Tasya melotot terkejut setelah keluar dari kamarnya mendengar perdebatan yang berada di depan pintu rumah kami.

"Kasih saya waktu untuk membayar. Saya minta maaf, benar-benar minta maaf." Ibuku terduduk, bersimpuh, dan memohon kepada orang-orang biadab ini.

"Baiklah." Pria itu berbicara sambil mengedipkan sebelah matanya ke arahku sebelum pergi meninggalkan rumah kami.

"Ibu, ibu nggak seharusnya bayar itu semua. Mereka semua bohong Bu, mereka semua bicara omong kosong."

Aku bisa melihat ibu berdiri, menatap marah ke arahku. "Anak gatau diri!!

PLAK

"Kamu bilang fitnah! Jelas Ibu lihat videonya dengan mata kepala ibu sendiri!"

PLAK

Aku memegang pipiku yang terasa kebas karena tamparan Ibu, tamparan dari Ibuku sendiri. Aku memekik saat Ibu menarik rambutku menyeretku masuk ke dalam.

"Ibu, lepasin! Kasihan kak Aliana, Bu." Ucap Tasya yang ikut menangis melihatku seperti ini.

"Diam kamu Tasya, kamu lebih baik belajar yang bener! Kamu mau jadi pelacur kaya kakak kamu ini. Hah?" Ibu menarik Tasya masuk ke dalam kamarnya, mengunci Tasya di dalam.

Perkataan Ibu tadi sukses membuat air mataku mengalir, pertahananku runtuh. Ibu kembali menyeretku, mengambil sapu yang berada di dekat dapur, menarik rambutku dan menyeretku masuk ke kamar mandi.

"Kita ini lagi kesusahan Aliana!! Kamu ngerti nggak sih."

Tersungkur ketika Ibu mendorongku, merasa lututku lecet terkena lantai kamar mandi. Aku memekik merasakan sakit ketika ibu memukul keras punggungku dengan gagang sapu beberapa kali.

"Ibu sakit, sakit bu." Lirihku dengan air mata yang tak kuasa kutahan, sungguh ini menyakitkan, Tuhan. Aku hanya bisa menangis dan memekik ketika ibu terus memukuli punggungku.

"Lihat Ibu, Aliana! LIHAT!! Ibu besarin kamu bukan buat jadi pelacur." Menarik rambutku kearah belakang, aku menatap ibu dengan tatapan memohon. Aku tercekat ketika ibu memasukkan kepalaku ke dalam bak mandi, meminum banyak air dadaku terasa sesak.

Menarik kembali rambutku, "jadi selama ini kalau nggak ada orang dirumah kamu tidur diluar bareng pacar kamu? Benar Aliana?!" bentak ibu marah menatap ke arahku.

Aku hanya menggeleng sebagai jawaban, sungguh aku tak kuasa untuk bersuara. Punggungku sakit, dadaku sesak, hidungku perih, dan hatiku sangat hancur mendengar ibuku berbicara seperti itu. Ibu kandungku sendiri.

"Jawab! Kamu bisu?!" aku hanya terus menggeleng dengan tangan ibu masih terus menjambak rambutku. Tak mendapat jawaban dariku ibu kembali menenggelamkan kepalaku ke dalam bak mandi.

Menarik rambutku secara paksa, menyeret diriku ke luar kamar mandi menuju ke gudang belakang rumah. Aku meringis merasakan perih di kakiku ketika bergesekkan dengan rumput, batu, dan tanah ketika ibu menyeretku dengan menjambak rambutku kasar.

"Jangan harap kamu bisa keluar dari sini! Tidak ada minum bahkan makanan untuk pelacur kecil sepertimu, Aliana!" Ibu mendorongku masuk ke dalam gudang mengunci diriku setelah memaki-maki dan menendang tulang keringku.

Aku memekik saat punggungku membentur lantai, aku melirik kakiku yang terdapat banyak luka, menggigil karena tubuhku basah terkena semilir angin di luar tadi. Menangis, terisak, hanya itu yang bisa kulakukan saat ini. Aku merangkak menuju ke sudut ruangan, memeluk lututku sendiri.

Mencoba memejamkan mata dan berharap bahwa ini semua adalah mimpi.

🥀

"Kakak, kak Aliana."

Mengerjapkan mata beberapa kali, merasakan guncangan kecil pada tubuhku. Aku menoleh, Tasya berada di sampingku menatapku sembari menangis.

Mencoba untuk terduduk, aku menatap kearah Tasya, "kok nangis?" tanyaku dengan suara serak, tenggorokanku terasa sakit.

Tasya semakin menangis dia menunduk menatap kearah kakiku yang memar. Jujur lebih terasa sakit punggungku, tetapi aku tidak boleh menunjukkan rasa sakit di depan Tasya. Tidak, tidak akan pernah.

Aku melihat ke arah luar, rupanya langit sudah mulai menggelap, "jangan nangis, udah malem. Ntar kamu dikira mbak kunti." Kataku mencoba menghibur Tasya.

Tasya mengusap jejak air matanya, "kakak belum makan, Tasya bawain kakak makan." Ucapnya masih sesenggukan sambil menyodorkan piring berisi nasi dan lauk pauk untukku.

"Maaf Tasya baru bisa bawa makan pas malem, ibu tidur jadi nggak akan tau." Aku tersenyum mendengarkan ia berbicara.

"Kenapa kamu ngga tidur? Besok senin lho," aku baru teringat jika besok adalah hari senin, kenapa bocah ini belum tidur.

Tasya kembali menangis, "kakak hiks, besok kakak juga sekolah, kan?" tanyanya masih menangis.

"Kenapa nangis terus sih," aku menaruh piring mengulurkan tangan mengusap air mata Tasya. Astaga ternyata adikku begitu cengeng.

"Wajah kakak...kaki kakak...kak kalau sakit bilang. Jangan diem aja!" Tasya semakin menangis, memarahi diriku.

"Kakak yang dipukul kok kamu yang nangis."

Tasya melotot ke arahku, "kak!" aku meringis, sepertinya aku salah bicara.

Aku mulai memakan makanan yang Tasya berikan, terkejut ketika Tasya menyelimuti kakiku yang sedari tadi menggigil.

"Makan kak! Gausah tanya-tanya," ujar Tasya tepat setelah melihat diriku membuka mulut ingin bertanya.

Brak

Menoleh terkejut kearah pintu gudang yang baru saja di dobrak, Tasya berdiri terperanjat bingung dan takut.

"I-ibu...Tasya datang kesini atas kemauan Tasya sendiri, kak Aliana ngga salah." Tasya berjalan menuju kearah Ibu kami, memegang lengan Ibu menenangkan.

"Kamu dapat ini dari mana, Aliana?" Aku melotot terkejut saat Ibu mengangkat tangannya, memperlihatkan beberapa lembar uang ratusan ribu.

Merintih merasakan sakit di sekujur tubuhku tak kala aku berdiri, mencoba meraih uangku. Itu uang tabunganku, uang yang kudapat dari perlombaan yang kuikuti.

Uang itu akan kugunakan untuk membayar uang sekolah, karena beasiswaku telah dicabut oleh yayasan tanpa alasan yang jelas.

"Tidak bu, jangan. Kumohon berikan uang itu padaku." Aku memohon agar Ibu mau mengembalikan kembali uang itu.

Bisa kulihat Ibu menatapku dengan raut wajah kecewa, "ini uang hasil jual diri?" pertanyaan itu membuatku menatap ibu dengan raut wajah tak kalah kecewa.

"Ibu udah kak Al-"

"KEMBALI KE KAMAR! TASYA!" terkejut ketika ibu berteriak, membentak Tasya. Tasya sudah menangis menatapku, aku hanya mengangguk meyakinkan bahwa aku akan baik-baik saja.

Aku menatap punggung kecil Tasya yang sudah menghilang di balik pintu, "argh!!! Sakitt!" aku meringis ketika tiba-tiba ibu mendorong tubuhku.

Perut sebelah kananku tak sengaja menghantam meja yang ada digudang, aku menangis merasakan sakit yang luar biasa pada perutku.

"Uang haram ini Ibu gunakan untuk bayar hutang," aku menggeleng ingin memberi penjelasan tentang uang milikku tapi aku tak bisa, aku bahkan tak punya tenaga lagi untuk berbicara.

Aku tersentak saat Ibu kembali menjambak rambutku, "setelah Ayahmu pulang kita akan pergi ke dokter kandungan! Ibu yakin kamu sedang mengandung saat ini, cih anak tidak berguna." Menyentak kasar kepalaku, pergi meninggalkanku dan kembali mengunci pintu gudang yang tidak pernah kutahu kapan akan terbuka.

Badanku remuk tetapi hatiku jauh lebih remuk, hatiku sakit mendengar perkataan yang terlontar dari Ibuku. Apa aku memang anak yang tidak berguna?

Aku meringkuk, memegang perutku yang terasa nyeri. Air mataku tumpah entah karena sakit pada fisikku atau hatiku. Kepalaku pening, sungguh. Aku meraung saat merasa kepalaku seperti terhantam.

Sedetik kemudian semua memburam dan setelahnya menggelap.

Alana pov end

🌹🌹🌹

Author pov

"Argh"

"Tasya! Fokus!" pelatih itu menghampiri anak didiknya yang lagi-lagi terjatuh, padahal Tasya adalah atlet wanita taekwondo terbaik disekolah ini.

Pelatih taekwondo sekolahnya, Nadia memapah Tasya menuju matras mencoba mengurut kaki Tasya yang terkelir.

"Kamu kenapa sih! Dari kemarin ngga fokus terus, ini sudah kedelapan kalinya kamu terjatuh, Tasya!" kak nad selaku pelatih taekwondo itu terus mengomeli Tasya.

Tasya menunduk, bagaimana gadis itu bisa fokus jika pikirannya saja selalu dipenuhi oleh bayang-bayang kakaknya. Sudah dua hari kakaknya terkunci digudang, tidak makan minum bahkan kakaknya itu terkunci dalam keadaan terluka.

Bahu gadia itu begetar, Tasya menangis, "maaf, maafin Tasya kak"

"Eh, k-kok nangis. Aduh maafin kak nad ya jangan nangis." Nadia berusaha menenangkan muridnya ini.

"Kamu sakit? Yaudah kamu pulang aja ya, istirahat yang cukup awal bulan kita sudah berangkat ke provinsi." Jelas Nadia mengelus surai Tasya menenangkan.

Tasya hanya mengangguk, tapi ia tidak berniat pulang. Melainkan meminta bantuan, Tasya tidak mungkin terus-terusan diam saja kan? Ponselnya disita sang ibu ketika ketahuan akan menelefon sang Ayah.

Berjalan gontai menuju kesuatu tempat, dimana akan ada seseorang yang membantunya. SMA ia akan menuju ke SMA kakaknya meminta bantuan kepada tiga sahabat gila kakaknya atau bahkan Kak Renjun.

Flashback off...

🥀

Mobil hitam itu berhenti tepat di sebuah rumah, Renjun segera keluar dari mobil dengan tergesa. Wendy hanya mengikuti sang putra sambil terus memegang bahu Tasya yang sedang menangis.

Renjun mencari Aliana di seluruh penjuru rumah, "Tasya dimana Aliana?" tanyanya kalut.

Menunjuk tepat kearah pintu belakang rumahnya, "halaman belakang, digudang," lirih Tasya.

Renjun berlari menuju ke halaman belakang, ia melotot terkejut melihat seseorang disana, tepat di halaman belakang.

"ALIANA!"

Wendy menutup mulutnya terkejut, baru datang dari Kanada sudah diberi tontonan seperti ini.

"KAKAK!"

Tasya kembali menangis, meraung dalam dekapan Wendy, ia menutup mata tak kuasa melihat sang kakak yang bersimpuh penuh luka bersamaan dengan sang ibu yang berdiri, menggenggam sebilah pisau.


< to be continued >

Thanks for your'e suport♥

redaries14

Продолжить чтение

Вам также понравится

58.6K 497 5
well, y'know? gue fetish sama pipis dan gue lesbian, eh gue sekarang sepertinya bi, kontol dan memek ternyata NYUMS NYUMS Apa ya rasanya Mommy? juju...
After Graduation M

Фанфик

84.8K 7.9K 21
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
75.5K 6.9K 50
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
102K 17.5K 26
Kecelakaan pesawat membuat Jennie dan Lisa harus bertahan hidup di hutan antah berantah dengan segala keterbatasan yang ada, keduanya berpikir, merek...