Darkpunzel

artfad द्वारा

3.9K 497 517

Rapunzel dikurung di kastil karena memiliki keajaiban pada rambut pirangnya, sedangkan Fiora dikurung di ruan... अधिक

01. Rapunzel; Fiora
02. Sebuah Rencana Kecil
03. Kebebasan Sementara
04. Pertolongan Nyata
05. Lembaran Baru Fiora
06. Ketakutan dan Trauma
07. Juni Astina
08. Hal yang Disukai
09. Cukup Berteman
10. Juni Astina (2)
11. Sagita Bella
12. Alasan Hilangnya Juni
13. Redupnya Harapan
14. Mimpi yang Ditakuti
15. Sagita Bella (2)
16. Pertemanan Sejati
17. Juni Astina (3)
18. Merekatkan Serpihan
20. Perasaan Rumit
21. Sosok yang Sama
22. Penghujung Penantian
23. Tenggelam Kesalahan
24. Bukan Rapunzel
25. Fiora; Rapunzel
-00-

19. Ravin Cakrawala

109 14 18
artfad द्वारा

Jika mengatakan tentang masa lalu, maka, setiap orang memiliki masa lalu. Masa di mana adanya kenangan tak terlupakan yang terukir di hati, menjadi bagian dalam sel darah. Ravin Cakrawala, salah satu dari sekian miliar orang, yang memiliki kenangan pahit yang mampu menghunus detak jantungnya, ketika memori Ravin berputar mengingat masa lalu tersebut.

Ravin kecil membuka pintu, di jemari pendeknya terselip serangga daun yang menggelitik. Ravin tersenyum lebar, dengan wajah kotor menyorot maminya, berlari kecil menghampiri Astrid untuk memeluk wanita tersebut mengucapkan 'Mami aku bawa hewan baru lagi!'. Namun ketika Ravin sudah melingkarkan tangan, tak ada kehangatan yang seharusnya dirinya dapatkan, ia malahan memeluk angin kosong. Netra hitam lelaki itu membulat, seluruh ruangan seketika berubah menjadi gelap. Ravin tersengal, sekujur tubuh lelaki itu bergetar, menatap kedua tangannya yang mendadak terbanjiri warna merah darah. Tidak. Jangan lagi. Ravin tidak ingin bermimpi seperti ini lagi!

Astrid tergeletak bermandikan cairan berwarna merah menghitam. Mobil di sekitar wanita itu rusak parah, dengan posisi terbalik, Darsa terjebak di bagian pemudi. Ravin tercenung. Ia menggeleng lalu berbalik dengan air mata menggenang. Ravin benci melihat kejadian yang sama, menghantui pikirannya, merenggut kewarasan lelaki itu. Ravin tidak menginginkan untuk menghampiri kedua orang tuanya yang terluka, ia lebih memilih berlari sejauh-jauhnya menjauhi Astrid dan Darsa ke arah berlawanan. Ravin benci mimpi buruk ini!

"Katanya orang tuanya kecelakaan."

"Kasihan ya, baru umur dua belas tahun tapi udah yatim piatu."

Ravin berlari tak tentu arah, dadanya naik turun menyesak, ia menutup telinga rapat-rapat, dengan kedua tangan mencengkram erat saat suara itu berdengung memekakkan. Ravin tidak membutuhkan tatapan iba menghasiani. Ravin tidak suka ketika mereka menyorot sedih, seolah dirinya-lah yang paling harus diprihatinkan. Jika waktu dapat diputar kembali, Ravin menginginkan untuk tidak berada di tengah kejadian ketika orang tuanya kecelakaan lalu lintas. Lelaki itu merasa bersalah. Menjadi satu-satunya yang tetap hidup, di antara benturan keras mengahantam aspal, menjadikan Ravin harus menanggung semua beban di bahu.

"Katanya dia sekarang berhenti sekolah. Sikapnya jadi berubah tempramental."

"Denger-denger juga, ada orang baru yang dateng ke rumah anak itu."

"Siapa-siapa?"

"Orang Psikiater!"

Paru-paru Ravin menyempit, ia mengambil napas tergesa, memangnya siapa yang menginginkan hal buruk terjadi? Mental seorang Ravin Cakrawala tidak sekuat kelihatannya. Jantung Ravin berpacu cepat. Ia memang tercipta menjadi seorang laki-laki, namun, hal itu tidaklah cukup untuk menjadi alasan bahwa dirinya tidak boleh memperlihatkan kelemahannya. Hati Ravin beku, cedera, dan penuh luka. Ravin berlutut, tak ada suara yang keluar dari bibirnya. Ia menyembunyikan raut wajahnya dalam lekukan lutut terlipat. Selanjutnya, perlahan tubuh kecil Ravin membesar, tumbuh secara instan, memperlihatkan keadaannya yang sekarang, lelaki remaja yang memasuki umur enam belas tahun.

Ravin membuka mata, peluh membasahi seluruh wajah, bagian atas kausnya pun basah menggelap oleh keringat. Mimpi itu lagi! Buru-buru Ravin berjalan terhuyung, mengambil segenggam kotak rokok bersama pematik, dan berjalan ke arah balkon. Secara tergesa Ravin menyulut rokok, menyalakannya sebentar, kemudian, menghisap kuat-kuat sampai rongga dada lelaki itu menyempit sesak. Ravin terbatuk keras. Ia mengusap wajahnya kasar, lalu kembali menghisap rokoknya menatap langit menggelap menggunakan sorot lelah.

Sialan. Batin Ravin mengumpat. Sialan. Ravin menginjak setengah rokoknya, untuk setelahnya, mengambil rokok baru dan menyalakan. Brengsek. Ravin menghisap kuat-kuat, wajahnya gelisah, lagi, ia terbatuk, Ravin berlutut, merendahkan posisi, meremas rokok menyala di jemarinya kuat-kuat. Disadari atau tidak, sudut kelopak lelaki itu telah basah. Sialan!

Empat tahun sudah berlalu. Hidup Ravin telah berubah. Rumah yang ditempati lelaki itu cukup besar dan kosong. Di dalam kamar terpampang secara jelas foto seorang wanita yang menggendong anak lelaki, sedang pria paruh baya yang mengusap rambut seorang remaja. Mereka-lah keluarga Gabino. Wajah mereka tergores coretan silang berwarna merah kecuali Ravin dan kakaknya. Di bawah foto tersebut tertulis dengan penekanan acak khas anak kecil: 'kenapa cuma aku!'. Di sisi lain dekat rak ukuran sedang berisi buku-buku pengetahuan, bagian dalam rak berkaca, terdapat kumpulan penghargaan Ravin di bidang akademik, sudah kotor dan berdebu. Di tempat lain berbagai benda-benda mahal terpajang, foto-foto berbagai ukuran yang masih tersisa akan kenangan seorang Ravin dan keluarganya, terdapat di dalam kardus usang.

Memori Ravin berantakan, ia tidak pernah menginginkan mengingat masa lalunya. Lelaki itu memaksa meretakkan semua ingatan menjadi berkeping-keping, hingga bebarapa kenangan sama sekali tidak diingatnya. Begitu banyak hal yang terjadi, pahit dan gelap, membuat Ravin kehilangan arah juga tujuan.

Awalnya memori itu perlahan memudar, memori kenangan tumbuhnya masa kanak-kanak Ravin bersama Astrid, Darsa dan kakaknya Hasta. Kemudian seiring berjalannya waktu, Ravin menemukan netra coklat yang menatapnya lekat, tatapan asing yang anehnya terasa dikenali Ravin, hingga pelan-pelan memori lelaki itu mengenai masa kecilnya sedikit demi sedikit tergambar jelas. Dirinya yang senang menangkap berbagai serangga, reptil kacil maupun memegang hewan. Dirinya yang senang menjahili Hasta. Dirinya juga yang senang bisa menjadi anak yang terlahir dari rahim sang mami. Untuknya Ravin membenci sosok Fiora. Gadis itu dapat memperjelas semua memori yang berusaha Ravin kubur dalam-dalam, dengan ingatan lama, hanya karena, sepasang iris coklat tersebut.

Meski perasaan Ravin membenci Fiora, lelaki itu tidak bisa menahan diri akan bagaimana tatapan matanya memperhatikan sikap Fiora. Dia mudah menangis, tidak terlalu pandai urusan nilai, namun cerdas di bidang puisi maupun merangkai kata. Selanjutnya tanpa sadar, Ravin membantu urusan Fiora diam-diam. Mengenai alasan, Ravin belum menemukannya, yang lelaki itu tahu, dirinya tidak bisa membiarkan Fiora menderita lebih lama. Sebatas itu. Lalu segalanya mengalir.

Ravin memalingkan pandangan, menemukan Maximus sedang menggesekkan bulu-bulu lembutnya, ke arah tubuh lelaki itu. Apa Ravin mengatakan tempat yang dirinya tinggali hanyalah seorang diri? Itu tidak sepenuhnya benar, Ravin memiliki anjing jantan ber-ras Golden Retriever dengan warna krem terang, tingginya 58 cm, dan berat 30 kg. Hewan yang menjadi kesayangan Ravin Cakrawala. Bersama anjingnya, Ravin akan merasa lebih sadar, Maximus seolah menyadari sikap aneh Ravin, bila lelaki itu sedang dilanda kesedihan, hal tersebut membuat Ravin bisa tetap pada batasannya.

Ravin berjalan kembali ke kamar, membersihkam tangan bekas remahan rokok di wastafel tempat cuci piring, setelah selesai, irisnya melirik jam di dinding atas dekat lemari, pukul tepat dua belas malam tengah hari. Maximus mengikuti, berputar-putar di sekitar kedua kaki Ravin, kemudian mengelus-ngelus celana hitam lelaki itu, mencari perhatian. Ravin berjongkok, membelai bulu anjingnya yang disambut jilatan antusias Maximus. Beruntunglah ia memiliki seekor hewan setia yang menemani lelaki itu. Sorot Ravin lebih bersinar dibandingkan awal di mana dirinya terpaksa bangun dari mimpi buruk yang selalu sama.

Ponsel Ravin bergetar menandakan adanya pesan singkat yang masuk, Ravin berdiri, menghampiri ponselnya, membaca sebentar, menimbang-nimbang apakah dirinya menyetujui ajakan seorang wanita lebih tua darinya, di kelab malam. Ravin membutuhkan ketenangan, maka musik kelab bisa saja membuat hatinya lebih tentram seperti sebelum-sebelumnya. Ravin mengantungi ponsel, sekotak rokok, pematik, dompet dan kunci mobil. Ia menyempatkan diri terlebih dahulu mengecup wajah anjing bertubuh cukup besar tersebut penuh pengertian, lelaki itu berujar, "Jaga rumah, Max." Kemudian berjalan ke luar rumah setelah Maximus menyalak mengangguk.

Ravin mengendarai mobilnya, menuju kawasan kota, rumah yang dirinya tinggali berada di desa yang agak jauh dari sekolah. Jemari Ravin menunjukkan rasa gemetar, Ravin menyorot lurus. Padahal sudah empat tahun lamanya, tetap saja, Ravin dibayangi perasaan takut yang sama. Lelaki berambut hitam itu menambahkan kecepatannya, ketika jalan yang dirinya lewati sepi kendaraan. Kakinya segera menginjak pedal rem, ketika sudah sampai di kelab yang menjadi niatan.

Ravin termenung, dekat gang sana, dirinya mendapati sekumpulan lelaki lebih tua darinya sekitar satu atau tiga tahun, mereka pecandu rokok---sama sepertinya---bersama perempuan yang berjalan menghampiri. Netra Ravin menghitung, ada lima laki-laki, termasuk seorang yang membelakangi pandangan Ravin menggunakan punggung. Perempuan bergaun gelap bertudung jaket itu semakin terlihat jelas menampakkan wajah, dalam sekali tatap, Ravin sadar dirinya mengenalinya, dia Fiora.

Jari bergetar Ravin mengetuk setir pengemudi, menyorot memperhatikan sikap yang akan dilakukan Fiora. Bibirnya membungkam ketika tatapannya jatuh menemukan Fiora menangis, melayangkan tamparan keras pada lelaki yang belum dikenali Ravin wajahnya. Ravin bergeming. Selanjutnya ketika sadar, Ravin sudah begitu saja menghampiri kumpulan laki-laki itu, untuk melemparkan pukulan pada satu lelaki yang mencengkram bahu Fiora kuat, tatapan Ravin menggelap, Riki kehilangan keseimbangan lalu memundurkan langkah. Lelaki berlidah tindik itu seketika tertawa.

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

5M 921K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
ALZELVIN Diazepam द्वारा

किशोर उपन्यास

5.9M 331K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
little ace 🐮🐺 द्वारा

किशोर उपन्यास

902K 66.8K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...