Rasa Kedua#TeenficProject✔

By MiHizky

693 200 262

Aku tidak pernah tahu, jika dia yang akan hadir mengisi waktuku. Ketika nada berirama bergabung dengan rasa m... More

PRAKATA
1
2
3.
4
5
6
7
8
9
11
12

10

19 10 1
By MiHizky

🎼

Pintu kayu dibuka lebar-lebar, seorang gadis menyeret tungkai dan menjatuhkan tas sembarangan. Baru setelahnya, ia menghempaskan badan ke atas ranjang.

Tubuh ramping itu terasa pegal juga lelah. Seharian belajar di sekolah terkadang membuat Hara harus menguras energi lebih. Terlebih kegiatan ekskul dan beberapa tugas yang memang harus diurus. Dari pada itu, jauh lebih capek jika berurusan dengan batinnya yang dilema.

Sambil telungkup, Hara membenamkan wajah pada sprei bercorak oranye. Sekelabat ingatan mendera pikirannya. Kejadian pagi tadi jadi memperparah kesan aneh Hara pada siswa itu.

"Dia temen gue."

"Gue peduli."

Omongan itu terus terngiang dalam kepalanya. Hara tidak mau dengar, tetapi tetap saja menyeruak tanpa ampun hingga membuatnya pusing sendiri. Bagaimanapun ia keras kepala. Hara punya sisi lemah sebagai manusia dan gadis remaja. Padahal, ia mati-matian menjaga hati tetap teguh, tak terperdaya dengan mudah atas apa pun yang menggoyahkan prinsip hidupnya.

Kini Hara membalik badan hingga terlentang. Kedua iris gelapnya menatap langit-langit kamar pada lampu yang tergantung dan tampak usang. Kemudian, ia menyapu pandangan ke segala arah di ruangan tersebut. Tidak ada hiasan mewah di dinding kamar, kecuali cat putih polos.

Ia hampir lupa bahwa sekarang hidupnya kere. Namun, Hara bukanlah anak manja yang merengek pada orang tuanya untuk pindah atau meminta sesuatu yang memberatkan. Ia cukup pengertian menghadapi krisis yang melanda keluarganya. Bukankah roda selalu berputar?

Apa yang cowok itu pikirkan? Apa setelah melihat keadaanku yang sebenarnya, dia masih mau
berteman?

Ah aku kenapa sih?

Jiwa Hara seakan meronta dan ingin mandapatkan satu saja seseorang untuk mengisi relungnya yang gersang. Tidak bisa dipungkiri kalau ia memang butuh teman. Sayang, Hara masih meragu untuk memulai kembali sebuah jalinan pertemanan. Tak terkecuali bersama Gazy dan siapa pun.

Kegagalan persahabatan dengan Lana menjadikan pintu hati Hara tertutup. Ia pikir menjalani hari-hari tanpa teman adalah pilihan terbaik. Nyatanya, ia jadi kesepian. Hara meneguk ludah kasar tentang perkataan yang lolos dari bibirnya tadi. Lagi-lagi berkaitan dengan Gazy yang seolah sosok itu selalu berada di dekatnya.

"Aku nggak butuh teman. Aku bahagia sendiri. jadi jangan sok akrab denganku."

"Bohong. Aku nggak peduli. Mau kamu marah atau membenciku juga, aku bakal terus mendekatimu. Demi ...."

Bocah gila!

Hara mendesah, baru akan memejamkan mata. Ingin melupakan rentetan kejadian tersebut. Namun, seseorang yang dari tadi berdiri di ambang pintu membuatnya tersentak. Ia langsung bangun dan terduduk di atas tilam.

"Mama? Dari kapan di situ?"

"Dari tadi. Pas kamu ngomong sendiri."

"Aish," keluh Hara merasa malu karena diperhatikan demikian. Lantas mama mendekat dan ikut duduk di samping Hara.

"Gimana sekolahmu, Nak?" tanya mama seraya mengelus kepala Hara. Tangannya yang lembut menjamah beberapa anak rambut menjuntai di kening anak semata wayangnya.

"Baik, Ma. Nggak ada masalah," jujur Hara sambil menampilkan cengiran lebar.

"Bagus kalo gitu. Terus tadi kamu kenapa?"

"Hmm, apa?" Hara berusaha mengelak. Sebenarnya ia malas membahas masalah sepele. Jadi, ia bersikap seolah semua baik-baik saja. Bukan mama namanya kalau tidak menyerah untuk kepo dan mengorek kebenaran yang tersembunyi.

"Kamu nggak pinter bohong." Satu tarikan di hidung bangir Hara membuat mama terkekeh. "Jangan simpen masalah kamu sendiri. Ada Mama kalo kamu mau cerita."

Bergeming. Hara menatap balik sorot teduh sang mama. Lalu, kedua kakinya dilipat rapi. Ia duduk bersila semakin merapat pada mama, dan sedetik kemudian Hara memeluk wanita itu.

"Hara baik-baik aja kok, Ma. Jangan khawatir ya, Hara cuma kecapean aja akhir-akhir ini. Kegiatan sekolah biasalah," beber Hara lumayan panjang.

Mama merengkuh Hara seraya mengelus punggung gadis itu. "Jangan dipaksain, kamu bisa istirahat sebentar, Ra. Atau nikmati proses yang kamu lewatin. Mama yakin Hara ngerti maksud Mama 'kan?"

"Iya, Ma."

"Oiya, Mama lama nggak liat Lana main ke rumah. Apa kabar dia?"

Dalam buaian pelukan, Hara mendongakkan kepala karena mama menantapnya dari atas.

"Nggak tau, sibuk dia, Ma."

"Oh, gitu. Tapi kalian masih te--"

Perkataan mama langsung terpotong kala Hara berujar asal, yang tujuannya adalah mengalihkan
obrolan.

"Eh, di sekolah ada anak aneh Ma."

"Aneh gimana?"

"Iya, masa dia itu sering ngasih jajanan gitu. Terus suka tiba-tiba muncul kaya hantu, terus ...," jeda Hara menimang opsi kelakuan tak masuk akal Gazy, "orangnya aneh deh, Ma. Selalu minta hal nggak masuk akal. Ngajak kesuatu tempat."

Mama terkekeh geli lantara Hara bercerita sambil memeragakan sosok murid di sekolahnya. "Kenapa nggak kamu coba?"

Sementara Hara jadi terdiam sesaat, seakan ada titik terang dalam kelabu yang menyelimutinya.

"Ha! Mama mau nanti aku diculik? Lagian anaknya serem kaya preman tau, Ma."

"Kamu tau dari mana? Tampang orang nggak ada yang tau, Ra."

"Iya sih, tapi. Ah, udahlah. Ngapain jadi ngomongin dia huh," sesal Hara sebal.

"Kamu yang sabar ya. Hidup kit--"

"Udah ah, Ma. Nggak usah dibahas terus. Hara mau mandi dulu nih udah gerah banget," sela Hara tak mau membuat suasana menyendu.

Hara paham, setelah kesibukan menyelami urusan anaknya di sekolah. Pada akhirnya, mama akan berpidato panjang kali lebar dan kembali mengingatkan keadaan keluarga mereka yang tengah terpuruk. Padahal Hara tak masalah dengan itu semua. Dari pada melanjutkan obrolan, buru-buru kabur saja dari sana.

Di tempat duduknya mama tersenyum tipis menatap punggu Hara yang menghilang dibalik pintu
kamar.

Menjalani hidup yang berbeda dan sangat jauh dari sebelumnya., tidak membuat anak gadisnya mengeluh. Bahkan Hara jarang sekali membeberkan masalah kecilnya pada mama maupun papa. Ia lebih suka menyimpan sendiri luka, dan berbagi tawa saja. Supaya tidak menambah beban mama-papa.

^0^

Harapan pupus, terkisis perlahan bersama detik waktu yang terlewati. Padahal semalaman, Hara telah berpikir keras akan keputusannya. Namun, setelah bel masuk berbunyi sekejap mata angan itu lenyap.

Dari tadi ia tidak bisa mengabaikan bangku kosong tak bertuan di barisan belakang. Gerakan menoleh beberapa kali menjadikan atensi murid di sekitar Hara ikut penasaran. Terutama Alula yang memang selalu memperhatikan dirinya. Hal ini menimbulkan kesan malu di benak Hara. Ia sedikit menyisahkan jejak gusar untuk berhenti kepo. Maka, dengan kilat Hara langsung meraih buku di atas meja. Berusaha mengalihkan isi kepalanya yang dirasa sedang tidak beres.

"Ngapain sih aku ini?" gumam Hara tenggelam dalam gemuruh suasana kelas yang riuh.

Waktu terus berjalan sampai tiga hari berlalu. Sosok yang santer diperbincangkan belum juga menampakkan batang hidungnya. Tidak ada yang tahu ke mana Gazy absen selama itu. Bahkan Alula pun tidak mengetahui keberadaan teman karibnya. Ponsel dan panggilan yang Alula berikan belum mendapat balasan barang sekali saja.

Di tempatnya duduk, dahi Hara berlipat dua seraya mendengar alunan melodika dari Alula. Menjalani kegiatan sekolah tanpa pengganggu, rasanya sedikit beda. Seperti ada potongan dari puzzle yang hilang. Bukan berarti Hara suka dijahili atau sejenisnya. Hanya saja perasaannya sulit dilukiskan saat ini.

"Ra ... hari ini Gazy nggak masuk lagi." Alula sedikit berbisik dan berhenti memainkan alat musiknya.

Cewek berponi rata itu mencuri kesempatan dalam sesi latihan drumband, sedang Hara hanya melirik seraya menjaga nada dalam senandung lagu nasional yang tengah dimainkan.

"Aku jadi penasaran, ke mana dia pergi. Semua pesan dan panggilanku nggak ada yang dibales." Alula terus mendumel sendiri dengan bibir mencebik kesal.

Aku juga ... aish. Siapa yang peduli.

Di tempat lain, seorang cowok duduk di kursi panjang sambil termenung mengusap tengkuknya. Dia memutar kepala guna meregangkan otot dileher yang terasa tegang. Mendesah berat, Gazy menatap kosong pada tembok di seberang depan.

Dia tengah mengabaikan racauan wanita baya di sampingnya, bersama pria tegap yang terus menenangkan istri dengan derai air mata. Wanita itu pikir Gazy adalah sumber kesalahan. Maka, tak heran jika bicara ngawur terus terlontar dari bibir miliknya.

"Kamu! Harusnya kamu aja yang gantiin dia, Gazy!"

"Dia terlalu baik buat anak kaya kamu. Kalo boleh biarkan dia hidup, Tuhan ...."

Orang-orang yang berlalu lalang turut memperhatikan jeritan itu. Beda halnya dengan Gazy, ia terus menyorot pada ruangan di depannya. Hingga saat pintu terbuka pelan, langsung saja Gazy bangkit dan menghampiri pria dengan setelan jas putihnya. Begitu pun, sepasang suami-istri tadi.

"Bagaimana keadaannya, Dok?"

Continue Reading

You'll Also Like

6.1M 479K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
9.7M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...
13.1M 1M 74
Dijodohkan dengan Most Wanted yang notabenenya ketua geng motor disekolah? - Jadilah pembaca yang bijak. Hargai karya penulis dengan Follow semua sos...
2M 118K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...