Rasa Kedua#TeenficProject✔

By MiHizky

693 200 262

Aku tidak pernah tahu, jika dia yang akan hadir mengisi waktuku. Ketika nada berirama bergabung dengan rasa m... More

PRAKATA
1
2
3.
4
5
7
8
9
10
11
12

6

23 11 2
By MiHizky

🎼

Alam cepat berubah ketika dalam masa pancaroba. Tadi langit begitu cerah. Namun, tiba-tiba berganti dengan gumpalan awan gelap yang menggantung di atas sana. Perlahan bersama bunyi bel sekolah, hujan meyapu bumi dengan rintik hujan.

Di balik jendela kelas, seorang siswi mendengkus meratapi rinai yang turun. Pandangannya memburam akibat kaca diterpa ribuan titik air. Padahal ia cuma mengulur sedikit waktu untuk menyelesaikan tugas terakhirnya, fisika. Sayang, kelemotan Hara dalam berhitung justru mengantarkan pada penyesalan. Sebab, ia jadi harus terjebak bersama gadis Dora di ruangan itu.

Tidak ada yang lebih buruk, dari pada berada dengan orang yang kita hindari!

Apa boleh dikata, sudah terjadi dan terpaksa ia harus menahan diri. Menunggu hujan reda untuk beberapa waktu ke depan. Semoga saja keputusan yang dipilihnya benar, atau malah sesat karena enggan menerobos hujan.

Hara semakin tak betah di sana karena hanya dirinya, dan Alula saja yang mendiami ruang kelas. Murid-murid lain lebih dulu pulang dan entah ke mana. Hara tak tahu pasti, yang jelas hanya ada dua makhluk di tempat tersebut. Takdir seperti mengikat keduanya untuk saling mengenal lebih jauh.

Suara hujan tidak lagi terdengar merdu atau mendamaikan. Justru beradu dengan nada sumbang yang lebih mirip ringikan kuda, lantaran ketukan tuts pianika menggema ke penjuru ruangan. Termasuk menyusup ke gendang telinga Hara. Ia tetap mengabaikan irama tersebut sambil menopang dagu, menatap lelah pemandangan di luar jendela.

Salah satu telunjuk Hara bergerak-gerak di atas meja. Larut tanpa sadar mengingat tangga nada dari buku panduan musik. Ia menggali sisa ingatan berlatih hari kemarin. Namun, gerakannya terhenti kala bunyi sumbang itu semakin santer terdengar oleh indranya. Sesekali berhenti, lalu kembali mengalun hampa dan menguap ke langit-langit atap.

Hara melirik sebentar. Tau-tau sudah ditatap antusias oleh Alula dengan tampang semringah. Buru-buru ia menoleh ke arah lain. Bisa gawat jika kegiatan itu dilanjutkan. Ternyata dari tadi cewek tersebut memperhatikannya.

"Ra, ayolah sekali aja ajari aku."

Bergeming. Hara enggan menjawab. Demi apa pun, kenapa ia sampai harus dipertemukan dengan gadis ini?

Cewek bernetra tajam itu mendesah panjang. Membiarkan Alula berceloteh. Memang sebaiknya diam saja, tahan beberapa waktu lagi. Mungkin, hujan akan segera sirna.

Tunggu .... gimana kalo makin deres?

Benar saja. Langit biru terganti dengan balutan awan pekat yang memenuhi cakrawala. Warna putih dominasi gelap menjadikan cuaca terlihat makin mendung. Sepertinya keadaan di luar tak mudah kembali normal.

"Aku pengen pamer sama Wika. Biar dia tau, kalo aku juga berbakat."

"Dia itu ngeremehin aku. Padahal ini nggak mudah. Tapi Wika tetep nggak ngerti juga."

"Kamu bakal boleh main sama aku, kalo punya bakat," lanjut Alula memeragakan petuah temannya yang bernama Wika. "Dasar jahat."

"Gimana bagian ini, kenapa rasanya ada yang salah. Tunggu ... aku tadi sampe mana?"

Alula bermonolog menyorot pada buku panduan. Dia belum mau menyerah, dan terus berusaha. Tentu sesekali merayu Hara lagi, supaya membantunya.

"Ra," panggil Alula dari meja belakang, "apa ini bener?" tanyanya kemudian menekan beberapa
lirik, demi menciptakan sebuah lagu.

"Salah."

"Woho! Hebat. Kamu udah hapal aja kunci nadanya," seru Alula merespon cepat kata yang sebenarnya keceplosan bagi Hara. Gadis itu bahkan sampai mengerjapkan mata dua kali.

"Gazy, coba dia bisa ngajarin. Mana mungkin," desis Alula menyebut teman karibnya seraya memonyongkan bibir.

Tidak bisa dipungkiri, jika cewek bersurai pendek itu selalu merengek pada lelaki yang terkenal buruk seantero sekolah. Hal tersebut justru menarik perhatian Hara. Dia seolah terpanggil dan menjadi kepo kala mendengar nama tersebut.

Ia bangkit dan memutar badan, berjalan ke tempat Alula berada. Melihat sosok Hara telah berdiri menjulang di depan Alula, senyuman lebarnya terbit dan menampakkan ekspresi senang.

"Kamu mau ngajarin aku?"

"Heum. Tapi ada syaratnya."

"Oke."

"Hei! Kamu, jangan begini," pekik Hara malah kaget karena pelukan erat Alula yang menggelayuti badannya. "Dengerin dulu aku ngomong."

"Akhirnya kamu mau ngajarin aku, Ra," ujar Alula sedikit berkaca dikedua bola matanya.

Ini sedikit mendrama ketika melihat sikap gadis itu. Hara sempat menyaksikan beberap kali Alula yang giat belajar otodidak selepas sekolah, di kelas mereka. Bagaimanapun, sisi manusia Hara sedikit tersentuh.

"Padahal aku belum mengatakan syaratnya."

"Tenang aja. Aku bakal lakuin sesuai permintaan kamu." Alula santai saja menanggapi Hara. Bahkan dia tidak bertanya lebih dulu, apa persyaratan yang bakalan Hara ajukan. Sungguh cewek aneh.

Hara mengusap wajah seakan merasa pusing sendiri. sudah cukup berbasa-basinya. Maka, ia langsung menarik kursi di dekat Alula, dan mendudukkan diri. Lantas, ia mengeluarkan pianika miliknya dari dalam tas. Benda itu biasanya ia taruh di laci meja. Jadi, saat dibutuhkan tinggal Hara ambil atau jika sedang ingin memainkannya ia selalu membawa dalam ransel miliknya.

Hara tidak mau kalau gendang telinganya rusak. Apalagi menghabiskan sisa waktu hanya mengomeli Alula. Tidak ada salahnya, jika sekali saja berbuat baik. Lagipula, cewek itu adalah sumber informasi yang memang Hara butuhkan. Demi menjawab pertanyaan nyelenehnya akhir-akhir ini. Bukan berarti ia tlah membuka hati, dan menerima sebuah hubungan. Tidak. Ini lebih pada keharusan karena berada dalam ekskul yang sama dengannya.

Ada alasan khusus dan perlu Hara jalani. Tempo hari, pelatih, senior, dan beberapa anggota dalam klub drumband menitipkan pesan padanya. Entah apa yang membuat mereka berbondong-bondong mendatangi Hara demi sebuah misi. Padahal ia juga termasuk junior, tetapi kemampuannya tidak bisa dipandang sebelah mata. Oleh karena itu, Hara dipercaya dapat masuk grup inti.

Sebenarnya, ia tidak ingin melakukan titah pelatihnya. Tetapi percuma juga menolak, yang ada tiap waktu Hara selalu dikejar dan menerima eluhan dari banyak orang tentang beberapa anak yang perlu diperhatikan lebih jauh. Termasuk Alula.

Selama sesi latihan setiap hari jum'at sore, kegiatan ekskul drumband rutin dilakukan. Di saat itu juga Hara menjadi salah satu yang disegani karena sejak SMP ia sudah mahir, berbeda dengan Alula sebagai seorang pemula. Keduanya berbanding terbalik. Alula masih amatiran, sedang Hara sudah pro. Bisa dikata seperti itu. Oleh karena itu, Hara harus membantu siswi Dora itu supaya meningkatkan kualitas bermain pianikanya. Kalau ingin ikut dalam event besar yang ada.

"Liatin aku sebentar. Perhatiin not balok lagu. Nggak usah buru-buru. Dikit-dikit aja, tapi kamu ulang terus sampe hapal. Kuncinya fokus," suruh Hara bicara lumayan panjang dari biasanya.

"Oke," balas Alula seraya menganggukkan kepala.

Binar netra bulat Alula menyala dengan raut cerah. Dia persis seperti bocah yang dituruti permintaannya. Sangat bersemangat. Di lain sisi, Hara mengernyitkan dahi menatap keheranan.

Melodi yang tercipta dari melodika memenuhi ruangan sepi itu. Hanya terdengar tetes air di luar bersama tiupan alat musik di tangan Hara. Sementara, Alula setia menjadi pendengar sekaligus pengamat sebagai seorang murid. Dia tidak mengumbar suara seperti sebelumnya. Cenderung diam, atensinya bermuara pada gerakan yang Hara lakukan.

Durasi tiga menit, tepuk tangan keras Alula berikan untuk mengapresiasi permaianan Hara barusan. Setelahnya, dia mempraktekkan sendiri latihannya sesuai contoh yang Hara ajarkan. Tanpa sadar, keduanya mengisi waktu dalam balutan nada. Terutama Hara jadi lupa detik jam, dan hujan yang makin menipis.

"Kamu tau apa alasan Gazy selalu memberiku pocky?" to the point Hara menanyakan hal itu.

Alula menggelengkan kepala, tidak ada jeda sama sekali seolah dia memang tak berbohong. "Aku nggak tau. Dia cuma nitipin itu. Kenapa kamu nggak nanya langsung sama dia?"

Delikan mata Hara layangkan pada Alula. Ia tidak yakin untuk meladeni cowok itu. Walaupun, pada awalnya Hara pikir sekadar iseng atau kelakuan yang tak perlu dipikirkan. Ternyata salah, semakin hari Gazy terus bersikap aneh. Setiap Hara melihat kolong laci mejanya, di sana bisa menemukan pocky dengan aneka rasa. Jujur saja, makanan itu makin menggunung karena dibiarkan oleh Hara, dan tak membawanya barang satu saja.

Jika ditanya, Gazy cuma meminta satu hal yang belum pernah Hara dengar. Lalu, bagaimana ia
tahu alasan dasar atas tingkah Gazy padanya. Ini lebih rumit dari yang ia pikirkan. Hara kira karena Alula dekat dengan lelaki itu, lantas dia mengetahui semuanya. Jauh dari dugaan.

"Dia pasti akan terkejut karena aku berhasil bicara denganmu," kekeh Alula membanggakan diri. "Aku tidak tau apa yang dia pikirkan. Tapi aku tidak takut setelah lumayan mengenalnya."

"Apa maksudmu?"

"Ya, kamu tau sendiri 'kan. Gimana pandangan orang lain. Siapa yang nggak kenal dia. Yang katanya anak preman, nakal, dan menakutkan. Sumpah demi apa pun. Itu nggak benar, aku bisa menjamin itu."

Berapi-api Alula membeberkan tentang temannya yang banyak dijauhi oleh murid-murid lain.

"Aku nggak peduli. Kenapa kamu segitunya?" tanya Hara merasa apa ia patut mendengar itu semua.

Sekarang terdengar seolah Alula sedang membujuk dirinya supaya menimang lagi pikiran buruk akan rumor yang melekat pada Gazy.

Alula belum menjawab. Ia sibuk mengecek ponsel dan langsung memberesi barang-barang miliknya.

"Aku akan ceritakan sisanya besok, Ra. Sekarang aku harus pulang. kalo nggak aku bakal ditinggalin Wika," tuturnya tergesa-gesa, "makasih buat hari ini. Ajari lagi besok ya, bye."

"Hei!?"

Gadis berambut pendek dengan poni rata itu melesat keluar kelas. Meninggalkan pertanyaan di kepala Hara, juga jawaban yang tertunda. Lagi, cewek aneh itu menyinggung nama Wika. Sehingga membuat Hara semakin memutar isi otaknya.

"Sialan."

Hara mendesah. Lalu bangkit dan turut keluar kelas karena sudah tak ada lagi rintik hujan.

Sekejap, hampir satu jam menghabiskan sesi latihan tak terduga, seolah baru saja bermimpi. Bayangan Alula telah hilang tanpa meninggalkan jejak, kecuali cipratan air yang membasahi ubin koridor.

Continue Reading

You'll Also Like

724K 34.7K 40
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2M 108K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
3.6M 289K 48
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
5.3M 226K 54
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...