Suami Bar-Bar Dokter Cantik

By Aydhaa_Aydhaa

9.4K 1K 315

Mata bulat besar Nayla terbelalak. Merasakan hangat di bibirnya oleh pria tersebut secara lembut. Yasa seolah... More

Pertemuan Pertama.
Again
Kejutan Khusus!
New Father
Ikatan Tulus
Dilema ....
Kejujuran Itu Sulit ...
Serius?
Broken Heart
Masa Lalu Yang Kelam
Sick
Perlindungan
Lamaran
First Kiss
Luka Lama
Siasat Sebenarnya
Namanya Juga Usaha
Love The Way You Areโค

Keputusan Terakhir.

409 54 9
By Aydhaa_Aydhaa

Yasa melangkah cukup bersemangat ke arah sebuah rumah berlantai dua nan mewah milik rivalnya. Sebuah paper bag berisikan mainan kereta berukuran besar dijinjingnya, setelah dia mengubek seisi mall. Rencananya, dia akan memberikan ini untuk Natha. Keponakan yang didapatnya dari Thea.

Jangan tanya kenapa bisa dia ada di sini sekarang. Sebab, dua hari lalu dia sudah keluar dari rumah sakit dan merasa tubuhnya lebih baik. Yasa memencet bel rumah, sekitar jam dua belas siang dia datang. Tepat di waktu istirahat dan makan siang gratis pastinya.

"Eh ... Masnya lagi. Cari siapa, Mas?" tanya Bi Sari saat membukakan pintu.

"Nyari anak kucing. Bibi liat gak, ada anak kucing nyasar ke sini?"

"Hah? Anak kucing?" Bi Sari melongo. Masih belum menangkap perkataan Yasa.

"Ya, nyari yang punya rumahlah, Bi. Nanyanya aneh-aneh mulu, dah."

"Oh. Silakan masuk, Nyonya sama Tuan ada di dalam--"

Yasa melangkah masuk sebelum Bi Sari menyelesaikan kata. Dia tak sabar ingin bertemu Thea dan keponakan kecilnya di dalam. Masa bodoh dengan si makhluk astral yang pasti akan protes keras karena dia terus datang ke rumah mewahnya ini.

Terdengar riuh suara orang dari arah depan, Yasa berjalan berniat mengganggu mereka seperti biasa.

"Piii ... ndong aku!" Suara bocah berusia dua tahun terdengar meminta digendong. Yasa mendadak terhenti di ambang pembatas antara ruang tamu dan ruang keluarga.

Tampak Galang melipat lengan kemeja panjangnya sampai ke sikut untuk meraih tubuh mungil anak itu tinggi-tinggi dan ditaruh di pundak kokohnya. Anak itu bukannya takut, tapi malah tertawa. Thea setia menemani seraya memegang makan siang Natha di tangannya.

"Yuhuuu! Anak papi udah gede. Udah lebih tinggi dari papi!"

"Pecawat!"

"Hmh? Kau mau terbang? Oke! Papi jadi pesawatnya, kamu pegangan yang kuat."

Anak itu semakin tertawa keras ketika tubuh kecilnya berayun mengikuti tubuh tegap Galang yang menirukan pesawat.

"Mas, udah. Waktunya Natha makan dulu. Ini gimana mau kenyang kalau main terus," protes Thea.

"Mau makan juga. Tapi males ngambil nasi, suapin." Galang menyodorkan mulutnya ke arah piring nasi dengan sayuran makan siang Natha.

"Allahu Akbar. Kamu udah jadi ayah tapi kelakuan kayak Natha. Malu tau sama anak."

"Kenapa harus malu? Natha aja nggak protes ... wleee."

Cukup sudah! Yasa ingin bertahan lebih lama, atau menghampiri mereka bertiga untuk mengganggu. Namun, dadanya begitu sesak dan sakit. Ini bahkan lebih sakit dari saat dia masuk rumah sakit kemarin.

Kebahagiaan mereka. Andai saja dia yang ada di posisi Galang, andai saja dia jadi ayah, andai saja dia jadi seorang suami dari Arasella Theana Polland. Mungkin hidupnya tidak akan sehancur ini.

Yasa menaruh perlahan paper bagnya di lantai agar tak mengusik kebahagiaan mereka. Kemudian dia berlalu tanpa berpamitan lagi.

***

Di malam hari, sekitar delapan tahun lalu. Hujan turun begitu deras membasahi seluruh sudut kota Makassar. Yasa yang kebetulan akan pulang ke rumahnya melihat penampakkan sesosok gadis muda berjalan tergopoh di pinggir jalan di tengah hujan. Dia penasaran, apa yang membawa gadis itu sendirian di malam gelap, dingin dan lembab ini.

Yasa setia mengikuti gadis itu dari belakang. Dia belum bertanya, menyapa atau membuat gadis itu menyadari keberadaannya. Dia ingin tahu ke mana arah kaki jenjang itu mengajaknya berjalan.

Gadis itu menyeret tas hitam berukuran besar. Tampak sekali tenaganya tak kuat lagi menenteng barang bawaannya sendiri. Sampai gadis itu hampir oleng, barulah Yasa berjalan cepat. Menopang tubuh kecilnya agar tidak tumbang.

Namun, gadis itu spontan berontak menolak bantuan Yasa dengan tangis menjadi. "Jangan ganggu aku lagi! Kumohon ... aku lelah. Biarkan aku bebas dan menjalani hidup dengan baik ... hiks. Tolong jangan ganggu aku lagi."

Yasa mematung. Gadis berambut cokelat gelap itu terduduk di aspal tak peduli seberapa derasnya hujan mengguyur. Padahal tubuhnya telah menggigil dan gemetar.

"Jangan takut. Gue gak bakal jahatin lo, kok." Yasa mengulurkan satu tangannya. Sedang satu tangan lainnya, memayungi gadis itu agar tidak kehujanan.

Gadis itu masih enggan menoleh dalam beberapa saat. Lalu dengan tubuh gemetarnya, dia baru mendongak sedikit melihat senyum tipis Yasa yang meyakinkan gadis itu bahwa dia hanya ingin menolong.

"Ka-kamu bukan orang suruhan lagi, 'kan? Kamu o-orang ba-baik sungguhan?" tanya gadis itu.

Yasa terkekeh kecil. Jelas sekali gadis ini mengalami syok berat. Entah apa yang dia hindari sampai trauma seperti ini. Ketakutan gadis itu membuat hati terdalamnya tersentuh.

"Haha. Siapa yang berani nyuruh gue? Lo kalau ngomong jangan ngelantur. Mending sekarang lo ikut sama gue, biar badan lo kering gak kayak ikan lagi."

Satu kali lagi uluran tangan Yasa belum disambut baik. "Ayo. Lo udah makan belum? Gue ada makanan di rumah."

Gadis itu menggeleng cepat. Dia tersenyum, senyuman pertama yang ditarik begitu manis dan membuat degup jantungnya berdetak dua kali lebih cepat.

Sesampainya di rumah. Yasa berulang kali harus menelan ludahnya sendiri saat melihat penampakkan gadis-nya telah berganti pakaian kering. Tubuh yang tak terlalu tinggi, kulit putih bersih, rambut cokelat gelap basah dengan lensa mata kecokelatan. Dia pikir, wanita itu pasti terjatuh dari langit dan nyasar ke rumahnya.

"Diminum dulu. Awas panas ...." Yasa menyodorkan segelas besar teh manis panas yang langsung disambut cepat oleh gadis itu dengan polosnya. Ujung-ujung jarinya telah keriput menandakan dia terlalu lama kehujanan dan kedinginan bukan main.

"Ma-makasih."

"Nama lo siapa? Dan kenapa lo bisa keliaran malem-malem begini? Lo kayanya bukan dari daerah sini." Yasa bernada serius tapi sebisa mungkin santai agar tak menakuti gadis itu.

"Thea ... namaku Thea. A-aku dari Jakarta."

"Jakarta? Terus lo di sini mau ke mana?"

Tiba-tiba Yasa melihat raut wajah Thea murung dan tak butuh waktu lama, tangisannya keluar membuat Yasa jadi serba salah.

"A-aku."

"Cerita aja. Siapa tau gue bisa bantu."

"Aku datang ke sini karena lagi kabur dari kejaran seseorang. Dia jahat, dia udah ngerusak kebahagiaanku. Dan dia gak segan membunuh siapa aja yang berada di dekatku. Aku gak ada tujuan, gak ada orang yang kukenal di tempat ini dan semua uang tabunganku hampir abis buat kabur dari iblis itu. Jika kamu orang baik, aku beneran gak mau masukin kamu dalam masalah. Udah cukup bantuan kamu sampai di sini, terima kasih. Aku akan pergi malam ini juga. Karena kalau terlalu lama, kuyakin orang itu bisa menemukanku dan membahayakan nyawa kamu."

Mata Yasa terbulat sempurna. Apa gadis ini jujur? Kenapa dia tampak tak sedang bergurau atau semacamnya? Jika memang itu benar, itu berarti gadis ini tengah menghadapi masalah yang cukup serius.

"Gue bisa bantu. Tenang aja, lo gak perlu kabur lagi. Cukup sembunyi di tempat persembunyian terbaik yang gue punya." Yasa sedikit kaget sebenarnya, kenapa dia bisa menggelontorkan kalimat itu begitu lancar. Sekarang, giliran gadis itu yang kaget.

"Se-sembunyi?"

"Iya. Tapi, gue tebak lo type orang yang gak mau nerima bantuan cuma-cuma. Jadi, gue bakal angkat lo jadi karyawan di salah satu pabrik gue. Lo bakal dapet gaji, makan dan mes buat tinggal. Gimana?"

Thea mengangguk cepat. Dengan wajah berbinar dia betlari kecil menghampiri Yasa dan tangan dinginnya menyentuh tangan Yasa. "Terima kasih banyak. Aku bakal kerja dengan baik dan gak akan ngecewain kamu."

Thea melebarkan senyum. Senyuman kedua yang dirasa Yasa begitu manis dan langsung menyentuh dasar hatinya. Untuk pertama kali dia menyukai tarikan bibir seorang gadis seperti ini.

Semenjak kedatangan Thea. Enam tahun berlalu serasa begitu cepat bagi Yasa. Ternyata kedatangan gadis itu di pabrik aksesoris miliknya membawa pengaruh besar. Dia tidak menyangka Thea memiliki bakat yang sama dengannya, menggambar desain dan menyusun bahan-bahan mentah menjadi sebuah aksesoris yang layak dijual ke khalayak ramai. Dari situlah perasaan Yasa mulai membengkak untuk gadis itu.

Seorang gadis yang begitu kuat dan mandiri. Tegas, tak goyah akan harga yang ditawar para pembeli. Juga yang menarik darinya yang lain adalah ... dia masih sendiri. Itulah yang Yasa ketahui dari Thea. Dia berniat akan menjadikan Thea istri seutuhnya. Menjadi ibu dari anak-anaknya kelak.

Tapi, harapannya musnah. Ketika hari itu, di mana Thea memperkenalkan seorang pria bernama Galang Harun yang datang jauh dari Jakarta ke Makassar. Dia tidak menyangka, pria itu ternyata adalah suami sah Thea bahkan jauh sebelum Thea datang ke Makassar.

Alasan kenapa Thea tidak jujur tentang siapa dirinya. Karena ada seseorang yang berniat membunuh suaminya. Lelaki yang sama ketika Yasa mulai menampung Thea di tempatnya.

Pria berperawakan jangkung dengan rambut hitam dan berkulit kuning langsat itu duduk di hadapannya saat pertama kali bertemu. Terasa asing bagi Yasa. Terlebih hatinya seolah tertusuk ribuan tombak yang bisa membuatnya mati kapan saja.

"Jadi, kau yang selama ini bersama Thea?" tanya Galang memulai percakapan mereka.

"Hmmh."

"Apa kau tidak tahu kalau Thea sudah bersuami?"

"Gue rasa, siapapun orang yang ketemu dia dulu. Pasti gak bakal nyangka kalo dia udah punya suami," kata Yasa. "Gue ketemu dia di pinggir jalan tanpa tujuan. Makanya gue nolongin dia dan ngasih kerjaan. Jadi, jangan mikir terlalu jauh dulu deh. Ada juga elo yang harusnya disalahin. Ke mana aja lo selama 6 taun? Suami gak bertanggung jawab, ninggalin istri selama itu sendirian." Sambungnya lagi bernada sinis dan menyindir.

"Kau pikir aku begitu? Kalau dulu aku bisa memilih, aku pasti lebih memilih mati daripada menelantarkan istri. Karena jelas aku sudah gagal membahagiakannya. Sekarang, aku bahkan tidak mengingat masa laluku dengan Thea dan apa yang menyebabkan kami berpisah."

"Tidak ingat? Kenapa?"

"Ingatanku hilang semenjak operasi yang kulakukan 6 tahun lalu. Untuk itu, aku berterima kasih karena kau sudah membantu istriku selama ini," kata Galang.

Penjelasan Galang membuat Yasa mengangguk paham. Kini ia tahu alasan kenapa Galang tidak pernah datang mencari Thea. Walau pun sekarang, pada kenyataannya ia harus mengubur dalam-dalam perasaannya untuk Thea. Sebab ternyata wanita yang dicintainya telah bersuami.

"Terima kasih lo gak guna. Karena Thea udah gue anggep adik. Jadi gue butuh jaminan buat mastiin dia bahagia kedepannya," kata Yasa. "Apa lo bisa ngebahagiain Thea?"

"Tentu saja. Walau ingatanku takkan pulih kembali, aku pasti akan melindungi Thea dan tidak akan menjadi pecundang lagi. Selama enam tahun, aku merasa waktuku terbuang percuma karena tidak ada orang yang membantu ingatanku pulih. Aku dibiarkan meraba sendiri tentang siapa wanita yang terus mengganggu mimpiku setiap malam. Sekarang, sejak aku tahu bahwa Thea adalah orang terpenting dalam hidupku, aku tidak akan membiarkannya terluka sendirian lagi."

"Apa lo bisa jamin omongan lo sekarang?"

"Ya. Aku berani jamin. Kalau aku kedapatan melukai Thea, kau berhak membunuhku."
***

Yasa menancap gas motornya lebih dalam hingga kecepatan tinggi. Jalanan ramai lancar tak membuatnya takut akan menabrak apapun. Jika bisa, dia ingin sekali mati agar bisa mengenyahkan Thea dalam pikirannya.

Ingatan-ingatan itu terus terngiang di telinganya, walau seharusnya dia berbahagia karena Galang telah memegang ucapannya sampai detik ini. Thea bahagia, gadisnya tidak pernah menangis lagi.

Tapi alangkah jahatnya ketika Yasa merasa benci melihat kebahagiaan mereka.

Yasa berhenti di tepi jalan. Sepi dan hanya terdapat lahan kosong dan beberapa pohon berdiri tegak yang mengarah langsung pada bibir jurang di sana. Perasaannya kacau, ingin menangis tapi dia bukan lagi anak kecil.

"Aaaargggh!" Dan dia memilih berteriak sekeras-kerasnya di sana, tak peduli jika orang lewat akan meneriakinya orang gila. Habis semua kata-katanya, apa yang ingin terucap. Tenggelam oleh perih dari luka yang menganga lebar tanpa obat.

Dia benar-benar telah menjadi si idiot sejati dalam percintaan.

Yasa meraih gawai dalam saku. Ada yang memanggil, ternyata itu dari Thea. Jemarinya bergerak otomatis menerima panggilan itu.

"Assalamu'alaikum, Yas. Kamu di mana? Aku lihat ada mainan baru di rumah, kata Bi Sari kamu tadi dateng. Kenapa kamu gak nemuin kita dulu?" tanya Thea.

Yasa tersenyum nanar. Matanya terasa memanas kali ini. Apa dia akan menangis hanya karena mendengar suara Thea?

"Gue harap kita gak pernah ketemu lagi, Thea."

"Hah? Maksud kamu?"

"Anggap aja itu hadiah terakhir dari gue. Bilang ke Natha, jangan dirusak lagi. Gue nyarinya susah dan harganya juga mahal."

"Yas. Kamu itu ngomong apa, sih? Bilang sama aku, sekarang kamu ada di mana? Kamu mabuk lagi, hmh? Biar nanti aku yang nyusul kamu."

"Gak perlu. Lo juga gak butuh gue, Thea. Lo masih bisa bahagia tanpa adanya gue, 'kan? Makasih banyak buat semuanya. Salam roker dari gue buat Natha."

"Berhenti ngomong yang enggak-enggak. Aku gak--"

Yasa mematikan panggilan saat Thea masih bicara. Mencoba menguatkan tekad bahwa kali ini dia benar-benar akan pergi dari kehidupan wanita itu. Mungkin akan lebih baik dia kembali ke Makassar dan tak kembali lagi ke tempat Thea.

Supaya hidupnya tak terlalu bergantung pada Thea. Dia akan memulai semuanya dari nol. Di mana saat cinta menjadi satu bagian yang tidak penting. Bahkan seharusnya dia belajar dari rumah tangga kedua orang tuanya.

19 tahun lalu. Ayahnya menikah lagi hanya dalam sebulan kematian ibunya. Memiliki istri dan anak baru, sekarang mereka lupa bahwa ada anak yang bernama Yasa Pradipta.

Mungkin saja. Dia memang lebih cocok disandingkan dengan kesepian. Yasa meraih kembali helm yang tersangkut di stang motor, mencoba menenangkan diri dari pemikiran mati adalah jalan terbaik baginya.

Yasa baru saja menoleh ke arah kiri saat mendengar suara klakson cukup keras dari kejauhan. Tidak, itu semakin dekat. Membuat kedua matanya membulat sempurna ketika melihat sebuah mobil putih seolah tak bisa mengendalikan arah.

Brak!

Bersambung.

Penutupan.
🌹
🌹
🌹

Baru dapet.☺

Sampai ketemu di eps selanjutnya.☺

Continue Reading

You'll Also Like

243K 1.1K 13
Warning โš ๏ธ 18+ gak suka gak usah baca jangan salpak gxg! Mature! Masturbasi! Gak usah report! Awas buat basah dan ketagihan.
2.1M 31.2K 46
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
330K 25.9K 36
Warning!!! Ini cerita gay homo bagi yang homophobic harap minggir jangan baca cerita Ini โš ๏ธโ›” Anak di bawah umur 18 thn jgn membaca cerita ini. ๐Ÿ”žโš ๏ธ. ...
6.2M 320K 59
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...