LALA LOST [END]

Von LeeAgst

14.7K 1.7K 123

Lala adalah sebuah masa lalu, yang telah terhapus dari kotak memory Yuki. Seorang pemuda, yang di berikan gel... Mehr

#⃣ Prolog
1⃣
2⃣
3⃣
4⃣
5⃣
6⃣
7⃣
8⃣
9⃣
🔟
1⃣1⃣
1⃣2⃣
1⃣3⃣
1⃣5⃣
1⃣6⃣
1⃣7⃣
1⃣8⃣
#⃣ Epilog

1⃣4⃣

533 68 9
Von LeeAgst


LALA LOST
Capt : 14
Mistery


Nam Tae Hyun sedang menunggu, di bandara. Mengecek jamnya berkali-kali, sembari mendengus pelan. Kacamata, masker wajah, Topi, dan jaket tebalnya. Membalut sempurna, dengan padu padan hitam.

Mencoba menghindari kerumunan, sebisa mungkin. Tetap saja, meski Nam menutupi dirinya. Itu akan mengundang tanda tanya, tentang tampilannya yang lumayan heboh itu.

Seseorang dengan tas koper, yang ia seret. Terlihat tersenyum, melihat satu buntelan tubuh itu. "HYUNG!!!". pekiknya nyaring, nyaris saja Nam melompat keluar area.

"Kau bisa berteriak di padang savana, tapi jangan di telingaku". Protes Nam, namun yang di protes hanya tersenyum kuda. Tidak tau. Malu.

"Bagaimana?". Pria itu, berkacak pinggang memperlihatkan penampilannya.

"Apanya?".

"Ya, penampilanku!".

Nam Tae berdiri, mensejajarkan tinggi badannya. Kemudian tertawa meledek. "Masih sama pendek, seperti dulu.. Ngga ada bedannya".

"Yak! Hyunggg!!!".

"Jimin-nie..". Seorang wanita patuh baya, tetlihat terkejut melihat pemuda pendek itu.

"Eommmaaaa".

"Haishhh!!! Pemandangan ini lagi". Nam merasa muak, melihat Jimin dan ibunya seperti itu. "Hentikan, atau aku akan meninggalkan kalian disini".

Jimin mendelik kearaha, dan bersungut-sungut. "Bagaimana kabar kalian–?".

"Ouh baik cintaku, uuuhhh ututu kamu makin tampan saja". Wanuta itu, mencubit-cubit pipi Jimin gemas.

Okeh, sudah cukup. Nam berbalik , dan berjalan lebih dulu.

"Dia sangat sensitif sekali". Kata Jimin, mencibir. Dan di angguki, oleh bibinya.

"Seperti bayi".

"Bayi apa sebesar itu bi?".

"Bayi gajah".

Mereka terkikik geli, meskipun yang di ejek adalah anaknya sendiri.

"Jika aku gajah, berarti kau induk gajah ibu".

"Mana ada, induk gajah secantik ini". Puji Nam, membuat mereka saling merangkul dan terkikik kembali. Membiarkan nam, frustasi menghadali dua orang itu.

"Kau sangat tau, cara menyanjung wanita".

"Dia kan sekolah disana, bukan untuk.menempuh sarjana.. Ibu".

"Haehhh!! Dasar, kakak tidak tau tata krama".

.
.

Walaupun keduanya bertatap muka, tetap saja ada jarak yang membuat atmosfer kecanggungan tidak terelakkan adanya. Gadis itu mengaduk-aduk minuman, menatap datar tak berselera.

"Kau kenyang?". Tanya Kai, dia berusaha meminta maaf untuk membuat Lisa tidak badmood lagi. "Sini, kalau kau kenyang berikan saja padaku".

Lisa menautkan alis, kesal. Apa Kai tidak ikhlas, mentraktirnya? "Kau niat mentraktir tidak?".

"Eoh?".

"Kau meminta makananku, apa kau tidak berniat untuk mentraktirku?". Kesal Lisa, sudah  sedang tidak mood karena Jung yang membatalkan. Alih-alih di hibur, malah makin naik pitam saja.

"Ya ya ya baiklah". Kai melanjutkan makannya, dia melirik kearah luar restaurant dan di sana ada Jungkook bersama ibunya. Memasuki, restaurnt, seberang. "Bukannya, itu Presdir Jeon?".

Lisa melirik arah telunjuk Kai, sedikit termenung pada pandangannya. "Aku merasa sesuatu yang salah". Gumamnya, kemudian menyendok makanan dingin di mangkuknya. "Hm?". Tanya Lisa, dengan menaikan alisnya pada tatapan Kai.

"Tadi kau berkata apa?".

"Tidak".

"eum, Lis.. Aku sudah memutuskan mem—". Tatapan Lisa cukup serius, pada arah Luar. Kai memundurkan kepala, kebingungan."Ka—kau kenapa?".

"Kai, saat aku pertama kali bertemu denganmu.. Aku berada di rumah sakit bukan?". Gadis itu, masih menatap lekat presensi Jungkook dan Ibunya. "Ibu mengatakan, bahwa aku kecelakaan bersama ayahku. Kira-kira itu dimana?".

"Huh?". Pemuda itu masih meloading respon apa , yang akan dia berikan oada Lisa. "Ah.. Eum, aku kurang tau".

Lisa mengigit bibir bawahnya , perasaan gusar selalu merangsek masuk. Jika mencoba mengingat, apa yang berada di masalalunya.

"Kau kenapa?". Tanya Kai lagi, melihat wajah Lisa yang memucat.

"Ah?".

"Kau sakit?".

"Ah, tidak.. Hanya sedang tidak enak badan saja". Katanya, kemudian Lisa menyatukan sendok dan garpu ditengah piring. "Aku sudah kenyang".

Karena Lisa seperti ini, membuat Kai selalu khawatir. Bagaimanapun, Lisa adalah saudaranya. Meski tidak sedarah. "Aku akan membayar". Sesudah itu, kai berdiri. Dan membayar, sesuai pesanannya.

Mereka akhirnya keluar dari Restaurant, dan pulang kerumah. Diperjalanan, Lisa tidak berbicara apapun. Dia hanya memijat, pangkal hidungnya. Kai memarkirkan mobil, tepat di depan taman sungai Cheong.

"Ingin bersantai disana?".

Lisa melirik sekilah kearah Kai, kemudian ketempat yang pemuda itu tunjukan bergantian. Dia menyetujuinya, dan duduk di bangku taman. Kai meninggalkann Lisa, membeli minuman kaleng untuk gadis itu.

Ada atmosfir, yang lumayan familiar Ia kenali. Entah, mengapa perasaan itu keluar masuk. Seperti memiliki bilik sendiri, dihatinya. "Ada apa denganku?". Tanyanya kepada diri sendiri, "Mengapa, Seoul memberikan sebuah sensasi yang ku rindukan... Tapi, juga membuat aku tidak tenang".

Trrrrr

Ponselnya berdering, panggilan dari Kai masuk.

"Ya?". Jawab lisa, setelah menggeser icon hijau. Dilayar, Ponselnya.

".....".

"Kenapa dengan Jennie?".

"....".

"Hmm, baiklah". Kai menelpon Lisa, karena mendapatkan kabar bahwa Jennie sedang membutuhkannya. Dia menarik nafasnya malas, menginjakan kaki ketanah dan berdiri. Berjalan-jalan, kaki di sekitar sana. "Seperti apa aku dulu?".

Lalis

Lalis

Suara teriakan, yang masih tidak didengar oleh Lisa. Gadis itu, masih berjibaku pada pikirannya sendiri. Sangat susah, kepalanya sungguh sakit. Dia membiarkan, rambutnya tergerai dan diterpa angin.

"Lisa!". Lengan Lisa di tarik, oleh seseorang dan membuat nya terhuyung. Mengenai orang itu, "Ah maafkan ak—".

Sebuah tatapan yang membuat jantungnya berdegub lambat, mata. Hidung, bibir, alis.. Sungguh presensi sempurna, yang bisa Ia lihat dari sosok pemuda Jeon di hadapannya. Bayangan masalalu, menelusup pada ingatannya sekilas.

"Hoi!!". Jungkook menggoyang badan Lisa, yang masih tidak meresponnya. "Kau disini?".

Airmata tiba-tiba saja meluncur, dari sudut matanya. Bergulir sangat cepat, seperti titik hujan. Yang tertarik, gravitasi bumi. Jungkook semakin dibuat bingung, dia menepis airmata Lisa. Merogoh jaketnya, dan memutari tubuh gadis itu. "Aku sangat menyukai, jika rambutmu di ikat—". Katanya seraya menyisir, dan mengikat rambut gadis itu.

Bukannya berghenti, Lisa malah sesenggukan. "Kenapa?". Tanyanya, pada diri sendiri. Tetapi, Jung mendengar itu. Dia menautkan alisnya bingung.

"Kau sakit?".

Lisa mengangguk.

"Dimana?".

Lisa menggeleng.

Akhirnya, karena ketidak mengertian Jungkook pada seorang gadis. Dia memluk gadi itu, dan mengelusnya. "tidak apa, aku ada disini". Gadis itu sedikit tenang, dia merasa nyaman pada posisi ini.

"Satu menit lagi". Pinta Lisa, takut-takut Jungkook tidak nyaman di peluk olehnya. Namun, tanpa Lisa minta pun. Dia akan senang, jujur. Jungkook merasakan memilki, sebuah ikatan yang Ia rasakan. Saat bersama gadis ini.

"Hm".

Tanpa mereka sadari, dari kejauhan ada seseorang yang memukul kemudi. Dengan wajah masamnya, "COPOT IZIN PRAKTEK DR. SANDARA, DAN DR. IL YE SUN. AKU MAU, BESOK PAGI... SEMUANYA, SUDAH BERES". Dia sangat marah, pada apa yang Ia lihat. "Lagi-lagi gadis itu, tidak akan aku biarkan. Jungkook.mengingat, semuanya".

Wanita cantik, paruh baya. Dengan make up. Glamourmya. Menarik mundur parkir, dan menjalankan mobilnyam dengan tidak sabaran. Dia menghubungi, ponsel Jungkook. Tatapannya, seperti ingin membunuh seseorang saat ini.

"Ya ibu?".

"Besok, kau akan melakukan Chek Up.. Bersama ibu".

"Ah, tapi—".

"Jung, ini demi kebaikanmu!!! Ibu akan menjemputmu, jam 8".

Sambungan itu langsung, ia matikan dan memutar mobilnya ke arah tempat Dr. Sandara. Keksalannya, sudah sampai pada ubun-ubun. Memarkirkan mobil, dan berjalan dengan langkah kaki lebarnya.

Brak

Sandara sudah mendapatkan telpon, dari asosiasi dokter. Dan benar saja, bahwa ijin Prakteknya sudah di cabut. Dia tersenyum garing, memandang wanita angkuh di hadapannya. "Bagimu, hal - hal seperti ini.. Adlah sebuah lelucon, mrs Irene..".

"Aku sudah katakan padamu, obati saja anakku. Mengapa harus, kau buka memorynya??!!!".

Dokter itu tertawa, "Jadi, sebenarnya. Kau ingin anakmu sehat? Atau seperti itu, hingga dia menjadi GIL—".

Plak

"Jaga bicaramu!".

"Kenapa? Apa yang sebenarnya kau coba tutupi, Mrs? Apa kekayaan, dan suami tampan saja tidak cukup kau atur? Hingga hidup anakmh juga, harus kau atur??".

"Berhentilah membual".

"Kau, yang berhenti.. Berhentilah, membuat mereka menjadi robot?! Dan berhentilah, menjadikan mereka Gila seperti mu!!!".

"Aku akan melakukannya, bahkan aku akan membuatmu menjadi gila".

"Ah~ sayang sekali, padahal aku masih ingin hidup lama.. Dan menyaksikan, kegilaanmu lag—".

Dorr

Asap keluar dari moncong pistol, Irene. Dia meniupnya, dan tertawa kemudian. "Aku akan membunuh siapa saja, jika mereka berani mengambil apa yang menjadi milikku". Mengeluarkan ponselnya, dan mendial nomor seseorang. "Bereskan ruangan ini, dan lenyapkan seluruh bukti".

.
.
.

Jungkook mencoba berkali-kali, menelpon dokter psikiaternya. Tapi, tidak ada jawaban. Dia sempat.kebingungan, mengapa ibunya sangat terobsesi. Untuk memindah-mimdahkan, pengobatannya. Dan setelah dipindahkan, tidak ada kabar sedikitpun dari dokter sebelumnya.

Saat ini, dia berada di rumahnya. Menunggu kedatangan, ayah dan ibunya. Jungkook berjalan-jalan, dengan mengecek ponselnya. Apakah, sandara nanti akan menelponnya kembali.

Trrrr

"Yeoboseo?". Jawab Jungkook cepat, tanpa melihat si penelpon terlebih dahulu. "Ah, Nam.. Ada apa kau menelponku?".

"..."

"Benarkah? Baiklah, tidak apa-apa. Lanjutkam saja reunimu,.lagi pula aku tidak di apartemen".

"....".

"Eum, yaa".

"siapa yang menelponmu, Jung?".

Jungkook terlonjak kaget, karena tidak ada suara gesekan kaki sang ibu sebelumnya. "Eommma, kau selalu mengaggetkanku".

"haha, mianhaeee... Sudah makan?".

"Sudah". Jungkook mematikan sambungan suara, dan berfokus pada ibunya. "Ibu sudah makan?".

"Ya, sudah".

Irene duduk di bangku taman, tidak lama berikutnya. Sang pelayan, keluar dengan nampan dan air dingin. Yang biasa diminum, sang ibunda Jungkook itu. Jungkook hanya memperhatikan gelagat ibunya, yang sangat tenang itu.

Kemarin-kemarin, sikap ibunya tidak setenang saat ini. "Apa, kau memenangkan sesuatu... Ibu?".

"Huh?". Sang ibu yang sedang asik minum itu, sediikit berekspresi bingung. "Kenapa memang?".

"Kau terlihat lebih cerah, dibanding kemarin".

"Bukannya, sama saja?".

Jungkook menangguk, dia duduk di depan ibunya. Menarik cangkir kopi, yang telah dingin. Untuk diseruputnya, namun satu Noda baju di kerah sang ibu. Membuatnya tertegun,. "Darah??". Gumam Jungkook, dalam pikirannya. Kemudian dengan cepat, mengarahkan matanya kearah lain.

"Kau kenapa, Jung?". Memang ibu-ibu satu ini, sangat peka terhadap sebuah ekspresi. Dia menaruh cangkir, dan menatap anaknnya curiga.

"Ah, tidak ibu.. Eum, kau dari kemana saja tadi?".

"Ah, aku baru dari salon... Saat aku menunggu, aku memesan coklat panas. Dan tadi, coklat itu mencipart kebajuku. Karena, meminumnya tidak hati-hati". Jungkook kembali tertegun, bulu kuduknya tiba-tiba saja berdiri. Dari ujung kaki, padahal yang ia lihat. Adalah sosok, sang ibu. Yang kecantikannya, bagaikan dewi langit.

"Ah, ibu... Aku harus, ke ruang kerja.. Tadi, sekertarisku. Mengirimkan beberapa berkas, untuk di cek".

Irene mengangguk, dan tersenyum. Hingga sosok sang anak, telah jauh. Dia menggrayang keras bajunya sendiri, sedikit mengecek lewat kaca yang berada di tasnya. Dan tersenyum, sungging.

.
.
.

Jisoo masih belum memutuskan, untuk masuk kedalam apartemen Lisa atau tidak. Dia ragu, dan semakin ragu di dalam mobilnya. "Aku harus mengatakannya langsung". Jujur, ini bukan kemauan Jisoo. Tapi, dia tidak bisa menolak saat ini.

"Arrrgggh!!? Tau ah!!!". Keluar, dan menutup kasar pintu mobilnya.

Berjalan, dengan mengigit-gigit kuku jarinya. Khawatir, setelah sampai di depan lift itu. "Masuk? Tidak! Ahhh, kenapa ini sangat susahhhh".

"Unnie?". Lisa hanya berkata pelan, dan sedikit menepuk pundak Jisoo. Namun, Jisoo berekspresi melebihi apa yang Lisa lakukan.

"Kau mengagetkan ku!".

"Ah, maaf.. Hayu". Lisa mengajak Jisoo, memasuki lift arah ke apartemennya. Namun, di dalam sana. Tidak ada yang berbicara, Lisa bingung. Untuk memulai percakapan, dia tersenyum kemudian. "Aku tau, tentang perjodohan kalian".

"Eoh???".

"Aku diberitahu oleh Jung sendiri".

"Ahhhh~~". Jawab Jisoo, menganggukan kepala. "Maafkan aku".

"tidak apa, aku mengerti.. Setidaknya, akupun bingung akan sikapmu yang berubah unnie... Aku kecewa".

"Ya!!! Lalisa". Jisoo memberengut kesal, karena Lisa kecewa padanya. "Aku tidak—".

"Gwenchana unnie, lagi pula... Aku merasa, tidak pantas untuknya".

"Kalian saling mencintai, aku tidak bisa... Aku akan mencoba membatalkannya".

Bukan kebahagiaan, akhir-akhir ini. Pikiran Lisa sedikit, terganggu. Victor, yang tidak muncul lagi. Tidak mengurangi, kemelut dipikirannya. "Kadang, aku merasakan bahwa Jung terlalu jauhhh.. Untukku, meskipun saat dia ada. Aku merasa memiliki sesuatu".

Pintu Lift bergeser, dan mereka keluar. Memasuki apartemen Lisa, Jisoo masih termangu. Seolah dia paling bersalah disini, Lisa menyodorkan minuman. Sesaat mereka memasuki ruangan, dan Jisoo duduk di sofa.

"tidak usah terlalu difikirkan, Unnie".

"Lisa-ya, kau tau saat aku kuliah dan menjadi seniormu... Kau menarikku, yang berada dalam masa kelam saat itu... Kau memperkenalkan dirimu, seolah kau malaikat yang ibu berikan untukku". Jisoo kembali mengungkit masalalunya yang kelam, dia akan menangis jika mengingat dirinya yang sesat saat itu. "Kau tidak tau, betapa aku bersyukurnya telah bertemu denganmu".

"Unnie~".

"percayalah, kaupun akan merasakan kebahagiaan juga Lis".

"Aku sudah bahagia, Unnie~".

"Dengan mengkonsumsi!!!, obat-obatan itu tiap hari???!?????".

Lisa memundurkan kepalanya, dan terdiam. Mengedipkan matanya lambat, "Kau tau, tentang itu?".

Jisoo mengangguk, "Aku tidak bisa, membiarkan kau menangis... Sedangkan aku sendiri, tau apa yang membuatmu tersenyum". Jisoo menyeka airmatanya, "Aku tidak mau! Aku tidak mau membuat kau lebih sakit, dari ini".

Dia menyandarkan kepalanya, pada sofa. Dan menerawang, ke pikirannya. Mendengarkan, tangisan Jisoo dengan seksama. "Aku takut, Unnie".

"Takut?".

"Hm! Aku takut, merasa tidak berdaya. Seperti saat ini". Gadis itu tersenyum.. "Kadang, aku ingin tau.. Bagaimana kecelakaan itu terjadi, dan bagaimana manisnya masalaluku... Tapi aku takut. Aku takut.. Apa yang di ceritakan ibuku, tidak semanis kenyataanya". Hatinya sesak, dia ingat setiap mimpi. Dan itu, hanya ada airmata. Dan dingin, yang merambat dari ujung kakinya.

"Aku tau, ibu telah menipuku... Tapi aku percaya". Lisa selalu menipu perasaanya, dan membenarkan perkataan sang ibu. Meski didalam hatinya, sama sekali tidak menyetujui itu. Jisoo menunduk malu, gadis disampingnya terlihat kuyu. Lebih dari keadaanya, "Jika aku ingat masalaluku, dan menemukan seribu luka... Aku takut, bahkan aku tidak bisa tersenyum kembali".

Lantas, seharusnya Gadis itu menjalani. Tanpa memikirkannya bukan?. "Itu ada dimasalalumu, jadi lupakan.. Dan jalani, dengan Jungkook hari yang baru".

"masalahnya, setiap kali aku bersamanya.... Aku merasakan, ketidak asingan dari diriku. Lagu itu, setiap kali aku mendengar lagu itu... Setiap malamnya, aku selalu bermimpi buruk. Setiap kali, aku melihat wajah Jung. Setiap kali itupula, aku akan berhenti bernafas".

Rumit, setidaknya saat ini Lisa belum siap. Untuk.membuka kembali ingatannya, agar bisa berjalan kemasa depan. Dia madih berada di zona nyamannya, dan Jisoo harus paham itu. Jisoo mengangguk, dan memeluk Lisa. "Maafkan Unnie mu ya?".

Sesi curhat itu, didengarkan Kai. Di atas sana, dia menarik nafas dan menghembuskannya pelan. Jika saja Kai bisa, membuat adiknya tersenyum dan melupakan segala hal. Maka dia akan menjadi, kakak yang sempurna. Dan dia akan membanggakan, dirinya sendiri.

"Lalis, maafkan juga Oppa-mu ini".

.
.
.

Karena penasaran, Jungkook akhirnya memutuskan mencari keberadaan sandara. Dari klinik yang tutup, dan ponsel yang nonaktif. Dia merasa sangat curiga, apa yang terjadi? Ini sudah kali sepuluh para dokter pribadinya. Menelantarkan dirinya, saat sedang menemui titik terang.

Jungkook membenturkan kepalanya, pada bantalan jok di belakang kepala. "Darah?? Kenapa ini sangat mencurigakan". Dia meraup wajahnya sendiri, karena merasa putus asa. Tapi, Jungkook sudah memastikan. Akan mencari, Sandara kali ini.

Tidak menadapatkan jawaban, sementara Jungkook.menarik diri dan  memutarkan kemudi. Untuk pergi ke kantornya, meski sudah telat. Siapa yang berani, melawan bukan? Jungkook melihat Jin, sekilas. Dia tersenyum sungging, saat Seok Jin asik bercengkrama dengan ikan hiasnya.

Jungkook melepas Jas, dan mendudukan dirinya di kursi. Menekan bel, yang terhubung dengan seok Jin. Dan tidak lama setelahnya, Jungkook dapat melihat pemuda itu di balik pintu.

"Apa kau memanggilku, tuan?".

"Ya, aku ingin tau tentang detail pembatalan kerjasama sepihak .. Dari C-entertainment".

Mendengar itu, Seok Jin memuyar haluan. Dan mengambil berkas, yang ada di tumpukan mejanya. Kemudian, memberikan pada Jungkook. Satu halaman, terbuka Jungkook berseru tidak percaya.

"Woahhh... Apa dia gila? Mengapa mereka melakukan banding segala? Bukannya mereka yang melanggar?!!!". Cibir Jungkook, pada presdir yang kita tidak tau bentuknya.

"Eum, maaf.. Tapi, aku harus mengatakan bahwa tuntutan mereka di cabut. Dan perusahaan kita menang". Jelas Seok Jin, tentu membuat Jungkook semakin bingung.

"Mereka menuntut, dan mereka juga yang meng chancel? Baguslah, setidaknya aku tidak membuang uang membayar pengacara". Jungkook membanting berkas itu, dan menyandarkan punggungnya. Dia memutar, dan melihat ke arah bawah lewat jendela kantor. Yang lebar itu. "Memang, apa alasannya?".

"presdir mereka terkena scandal, dan anaknya dipenjara karena kasus narkoba". Jelas seok Jin sekali lagi.

Penjelasan itu, kembali membuat Jungkook merinding. Dia berdiri, dan merasakan tegang disekujur badannya. "Mwoo?". Sekali lagi, ada sebuah kejanggalan dihati Jungkook. Dia menautkan alisnya, bingung.

Apa ini?

Tap







Tap






Tap

















Cekreek























Krieetttttt



"Jung~".

"—sudah makan siang, sayang?".





.
.
.

Hi. readrs, whats Up!!!!

Sudah baca cerita random story, baru di Up. Tentang, JIROSE one-shot.




Akhirnya, setlah sekian purnama. Ga pernah, memperbarui random story. Jadi, random story ini. Kumpulan, cerita one shot ya. Dan, jika kalian suka dengan Jirose. Bisa langsung, klik aja di story bagian dua.

And

Jangan lupa,

Vote

Commentnya ya

Terimakasih.

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

46.5K 4K 21
[SEQUEL] Aku pernah berjanji pada diriku sendiri, aku akan menjaga hatiku untuknya. Tapi kenyataan ini membuatku ragu apakah aku bisa menepati janjik...
19.9K 1K 6
"bagus deh kalo lo udah berubah dari sikap lo yang bad boy itu, selamat ya sama dia" -lm "lo harus percaya sama gue" -jjk "gak ada yang harus gue per...
93.8K 12.4K 29
"𝒔𝒖𝒏𝒈𝒈𝒖𝒉, 𝒂𝒌𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒄𝒊𝒏𝒕𝒂𝒊𝒎𝒖." "𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 𝒄𝒊𝒏𝒕𝒂 𝒊𝒕𝒖 𝒑𝒂𝒍𝒔𝒖." Kim Taehyung김태형 adalah Psikolog terkenal di Daegu Paras t...
157K 15.5K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...