Night Storyteller [COMPLETE][...

By stellagunawan

4.4K 684 23

#1 IN FAIRYTALE [20 APRIL 2022] #1 IN LIGHT ROMANCE [17 JUNE 2024] ... More

Prakata
Chapter 1: Little Ezekiel
Chapter 2: Esther
Chapter 3: A Slave
Chapter 4: Alexander Zebediah Darius
Chapter 5: The Truth
Chapter 6: The Fair Punishment
Chapter 7: Night Storyteller
Chapter 8: Fear of Sleep
Chapter 9: An Assassination Plan
Chapter 11: Death and Life
Chapter 12: A King's Heart
Chapter 13: Earring of Protection
Chapter 14: Acknowledgement & Disagreement
Chatper 15: A King's Concubine
Chapter 16: Esther's Honesty
Chapter 17: Betrayal Against Alexander
Chapter 18: Comfort in Distress
Chapter 19: Facing Evil
Chapter 20 : End of Conflict
Chapter 21: Under Beautiful Moonlight

Chapter 10: The Poisonous Trap

136 21 1
By stellagunawan

Dua bulan kemudian...

Malam itu, Esther kembali didandani oleh pelayan pribadinya: Yasmin. Kali ini dia mengenakan sebuah gaun bergaya Yunani yang terbuat dari kain shiffon berwarna putih dengan gradasi biru laut di ujung gaun dan dipadukan dengan rantai emas di bagian pinggangnya.

"Kamu terlihat cantik hari ini, Esther," kata Yasmin pada Esther dan pipi Esther langsung merona.

"Yasmin, ini benar-benar memalukan," kata Esther yang tidak nyaman dengan pakaian yang dikenakannya.

"Dan pakaian ini lebih tipis dari pakaian biasanya," kata Esther lagi yang tampak tidak terbiasa dengan gaun shiffon yang melambai-lambai tiap kali dia bergerak.

"Menurutku, ini cocok denganmu Esther," kata Yasmin kemudian tersenyum dan Esther hanya bisa pasrah.

"Hah... Yasmin, tapi aku merasa tidak nyaman dan aneh dengan pakain ini," kata Esther lagi.

"Oh, tidak. Anda adalah wanita tercantik pada malam ini. Hari ini adalah hari perayaan 50 tahun terbentuknya kerajaan Aberessian. Bagaimana bisa Anda berpakaian biasa-biasa saja?" tanya Yasmin.

"Tapi..."

"Di sana akan ada banyak perempuan cantik yang akan hadir untuk mendapat perhatian Yang Mulia. Anda tidak boleh kalah dengan mereka, Esther," kata Yasmin pada Esther.

"Yasmin, aku ke sana bukan untuk mendapat perhatian dari Yang Mulia. Aku bahkan tidak ingin dilihat olehnya," dengus Esther. Dua bulan lamanya dia berada di kerajaan Aberessian dan tetap saja pandangannya terhadap Alexander tidak berubah. Alexander tetaplah menyebalkan tiap saat dia membuka mulutnya dan Esther selalu terkena 'serangan jantung' mendadak ketika Alexander menatapnya. Tatapannya yang tajam sanggup membuatnya terdiam dan langsung ketakutan mungkin bahkan mati di tempat. Dia benar-benar tidak mengerti bagaimana bisa Raja yang baik di belakang rakyatnya itu memiliki mata biru yang dingin? Ini benar-benar bertolak belakang.

"Anda benar-benar wanita yang aneh, Esther. Hehehe..." kata Yasmin sembari tertawa.

"Tapi aku senang kamu ada di sini, Esther," kata Yasmin tiba-tiba yang membuat Esther kebingungan.

"Kenapa? Padahal aku tidak melakukan apapun untukmu, Yasmin. Justru akulah yang senang karena kamu ada di sini. Kamu harus bersusah payah untuk mendandaniku tiap malam dan kamu adalah pendengar yang baik" kata Esther sambil tersenyum.

"Tidak, Esther. Entah kenapa setiap kali aku melihatmu, aku menjadi ceria. Rasa lelahku tiba-tiba menghilang begitu. Melihatmu sama seperti melihat anak perempuanku," kata Yasmin tersenyum.

"Kamu mempunyai anak perempuan?" tanya Esther terkejut karena selama ini Yasmin tidak pernah menyebutkan itu.

"Benar. Kakaknya berumur enam belas tahun dan adiknya berumur dua belas tahun," jawab Yasmin.

"Pasti menyenangkan jika memiliki seorang kakak atau adik ya," kata Esther karena dia adalah anak tunggal.

"Kamu anak satu-satunya?" tanya Yasmin.

"Benar. Ibu meninggal setelah melahirkanku," kata Esther.

"Maaf, seharusnya aku tidak bertanya," kata Yasmin merasa bersalah.

"Tidak apa-apa, Yasmin. Tidak usah minta maaf," kata Esther sambil tersenyum dan Yasmin kembali melanjutkan dandanannya. Setelah selesai, Vesper menjemput Esther dan Yasmin pun kembali ke kamar pelayan untuk berganti pakaian yang telah disiapkan untuk perayaan ini.

"Yasmin," panggil kepala pelayan yang berada di ambang pintu.

"Ada yang bisa kubantu?"

"Ada surat untukmu," jawab sang kepala pelayan sambil memberikan sebuah amplop putih.

"Surat untukku?" tanya Yasmin dengan bingung karena baru dua hari lalu dia menerima surat dari keluarganya. Kali ini siapa yang mengirim surat kepadanya?

"Dari siapa?" tanyanya lagi kepada kepala pelayan.

"Aku juga tidak tahu. Di sana tidak tercantum nama pengirim," kata kepala pelayan.

"Sebaiknya kamu cepat berganti pakaian karena sudah banyak tamu yang datang," kata kepala pelayan tersebut kemudian berpamitan dengan Yasmin. Yasmin membuka amplop itu dan mengeluarkan surat yang di dalamnya secara hati-hati. Di dalam surat itu juga terselip sebuah bungkusan kecil.

"Apa ini?" tanya Yasmin pada dirinya sendiri kemudian mulai membaca surat tersebut. Ketika dia membaca surat tersebut, matanya melebar dan dia tidak bisa mempercayai apa yang dibacanya. Tangannya bahkan gemetaran ketika memegang surat tersebut.

Sementara itu di ruang dansa...

"Vesper, bisakah aku mengundurkan diri dari acara malam ini?" tanya Esther pasrah kepada Vesper. Vesper mengenakan pakaian pengawalnya malam ini. Berbeda dari malam-malam sebelumnya karena biasanya dia memakai pakaian serba hitam layaknya seorang penyusup.

"Kenapa? Kamu bahkan sudah didandani oleh Yasmin secantik ini," kata Vesper.

"Tapi tetap saja aku merasa aneh dengan penampilanku. Ini pertama kalinya aku memakai pakaian seperti ini," kata Esther dan Vesper hanya tertawa kecil.

"Tidak, kamu tidak aneh. Aku yakin Yang Mulia akan mengatakan hal yang sama denganku," kata Vesper meyakinkan Esther. Setelah berjalan cukup lama, Esther bisa melihat banyak orang-orang dari kalangan rakyat biasa sampai bangsawan dan kerajaan yang berkumpul di ruangan yang luas.

Ruangan tersebut dihiasi oleh berbagai macam bunga, meja panjang yang dipenuhi oleh makanan dan beberapa ornamen yang berkilauan. Suasana tampak lebih meriah dengan para pemusik yang memainkan alat musik mereka.

"Apakah tiap tahun selalu begini, Vesper?" tanya Esther yang tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Untuk tahun ini perayaannya lebih besar karena Aberessian sudah memasuki 50 tahun," kata Vesper.

"Oh, begitu,"

"Selain itu ini adalah kesempatan yang digunakan dewan kerajaan agar Yang Mulia bisa cepat menikah sekaligus mempererat kerja sama antar kerajaan," kata Vesper dan Esther hanya mengangguk kepalanya.

"Pantas saja aku selalu menjadi bahan perbincangan di istana ini. Tentunya hal yang kurang menyenangkan," dengus Esther.

"Tidak usah risih dengan pembicaraan mereka, Esther. Dari dulu mereka memang begitu. Baiklah, Esther. Aku pamit dulu karena aku harus berkeliling."

"Tunggu dulu, kamu harus pergi sekarang?" tanya Esther sambil menarik tangannya karena dia tidak ingin ditinggalkan di ruangan yang penuh dengan orang asing.

"Kenapa?" tanya Vesper.

"Aku tidak mengenal satu orang pun di sini. Dan aku tidak pernah menghadiri perayaan mewah seperti ini," kata Esther dengan nada yang panik.

"Aku ingin sekali menemanimu, Esther. Tapi aku harus bekerja. Maafkan aku," kata Vesper sambil tersenyum kemudian melepaskan tangan Esther dengan lembut. Setelah itu dia berpamitan dengan Esther.

Esther benar-benar kebingungan di ruangan yang dipadati oleh para tamu. Dia tidak mengenal satu orang pun di sana. Alexander sendiri juga belum hadir karena singgasana yang ada di depan ruangan masih kosong. Pada akhirnya Esther hanya berdiri di pojok ruangan sambil memperhatikan orang berlalu lalang sampai tiba-tiba terdengar suara sangkakala.

"YANG MULIA ALEXANDER ZEBEDIAH DARIUS MEMASUKI RUANGAN!" teriak seorang pengawal dan semua orang langsung menghentikan aktivitas mereka dan membungkuk hormat pada Alexander yang memasuki ruangan. Suasana menjadi hening ketika Alexander memasuki ruangan tersebut. Dia mengenakan mahkota kerajaannya dengan pakaian yang berwarna putih serta sebuah kain biru tua yang disematkan di pundak kanannya dengan sebuah bros emas berbentuk kepala singa. Rambut panjangnya yang biasa dibiarkannya tergerai, diikiat satu. Di samping kanan pinggangnya juga terdapat sebilah pedang yang dibungkus oleh sarung pedang yang mewah. Dia benar-benar terlihat rapi dan bersinar malam ini.

Esther sendiri juga harus mengakui itu. Dia bahkan sempat terpana dengan sosok Alexander. Entah kenapa, karismanya sebagai raja benar-benar terlihat malam ini, bahkan rasa hormat Esther tiba-tiba muncul entah dari mana. Setelah Alexander sampai di depan, dia memberikan sebuah pidato singkat dan semua orang yang ada di ruangan itu bertepuk tangan meriah.

'Dia benar-benar berbeda hari ini,' kata Esther dalam hati kemudian menyadari seberapa bedanya tingkatan kelasnya dengan Alexander. Dia bahkan mulai berpikir kembali perbuatan maupun perkataannya kepada Alexander selama dua bulan ini dan entah kenapa dia merasa bersalah tiba-tiba.

Alexander berbincang dengan beberapa orang dari kerajaan tetangga yang memberikan ucapan selamat padanya. Setelah itu dia duduk di singgasananya dan mengamati orang-orang yang berdansa maupun berbicara di ruangan tersebut.

"Tidakkah Anda ingin berdansa, Yang Mulia?" tanya Vesper yang menghampiri Alexander dan Alexander hanya diam.

"Banyak gadis dan putri kerajaan yang menunggu Anda untuk mengajak mereka berdansa," kata Vesper kemudian tertawa kecil.

"Aku tidak tertarik," kata Alexander singkat kemudian kembali mengamati tamu-tamu di ruangan tersebut dan dia menyadari Esther yang kebingungan di tengah keramaian. Alexander tertawa kecil ketika melihat ekspresi kesal yang ada di muka Esther.

"Yang Mulia, Anda benar-benar suka melihatnya kesusahan, bukan?" tanya Vesper yang menyadari kelakuan tuannya yang lucu.

"Kupikir dia akan sedikit terhibur dengan acara seperti ini karena sepertinya dia tidak pernah berbicara dengan orang-orang di istana ini kecuali beberapa dari kita. Siang harinya dia mengurung diri di perpustakaan hanya untuk membaca buku dan malamnya dia harus bekerja" kata Alexander pada Vesper.

"Jadi ini semacam imbalan?" tanya Vesper pada Alexander

"Bisa dibilang seperti itu, tapi sepertinya dia tidak menyukainya. Percayalah padaku dia pasti sedang mengutukku di sana," jawab Alexander.

"Hah... aku benar-benar ingin segera pergi dari sini. Hah... lagipula kenapa aku harus diundang oleh Raja dingin itu ke sini? Aku bahkan tidak mengenal satu orang pun di sini. Belum lagi pakaian aneh yang melambai-lambai ini," gerutu Esther pada dirinya sendiri.

Setelah sekian lama berdiri tempat yang dipenuhi oleh orang-orang akhirnya Esther mendengar seseorang memanggil namanya.

"Esther," panggil Yasmin.

"Yasmin, ada apa?" tanya Esther yang melihat Yasmin membawakan sebuah nampan dengan sebuah cawan emas di atasnya.

"Esther, bisakah aku meminta bantuanmu?" tanya Yasmin dan dia tampak terburu-buru.

"Tentu saja. Apa yang bisa kubantu?" tanya Esther pada Yasmin karena sepertinya Yasmin membutuhkan bantuan tersebut.

"Bisakah kamu memberikan ini pada Raja?" tanya Yasmin yang menyerahkan nampan itu pada Esther.

"Hah? Aku?" tanya Esther bingung.

"Benar. Maafkan aku, Esther, tapi aku benar-benar sedang terburu-buru karena kepala pelayan membutuhkanku sekarang," kata Yasmin.

"Tidak masalah," kata Esther sambil tersenyum.

"Aku benar-benar minta maaf, Esther," kata Yasmin sekali lagi.

"Untuk apa kamu minta maaf, Yasmin? Sudah seharusnya aku membantu," kata Esther sambil tersenyum.

"Tidak, maafkan aku Esther," kata Yasmin dan Esther merasa aneh. Setelah itu Yasmin segera pergi meninggalkan ruangan.

Dengan perlahan, Esther berjalan ke singgasana Alexander. Sesampainya di sana, Alexander terkejut melihat Esther dari jarak yang dekat. Dia terlihat manis dengan gaun yang dikenakannya.

"Yang Mulia, selamat atas perayaan kerajaan Anda yang kelima puluh," kata Esther basa-basi kepada Alexander.

"Terima kasih," kata Alexander singkat.

"Anda terlihat bosan," kata Esther lagi.

"Tidak sebosanmu. Bukan begitu, Esther?" tanya Alexander dengan nada mengejek.

"Bagaimana Anda tahu kalau aku bosan?" tanya Esther tidak mau kalah.

"Aku bisa melihat semuanya dari sini, Esther. Aku melihatmu berjalan ke sana kemari dan kebingungan sendiri. Apa aku benar?" tanya Alexander dan Esther hanya terdiam.

"Berarti aku benar," kata Alexander dengan penuh kemenangan dan Esther hanya bisa pasrah.

"Ngomong-ngomong tampilanmu sedikit berbeda hari ini," kata Alexander dengan nada entah memuji atau menyindir.

"Apakah aku harus menjawab terima kasih? Pakaian ini benar-benar aneh!" protes Esther

"Menurutku, kamu cocok dengan pakaian ini," kata Alexander dengan seulas senyum dan Esther menganggap itu sebagai senyuman mengejek.

"Ini minuman Anda, Yang Mulia Alexander," kata Esther dengan kesal sambil menyodorkan minuman itu kepada Alexander tanpa menjawab pujian darinya.

"Sejak kapan kamu berubah menjadi pelayan?" tanya Alexander sambil menatap Esther dengan pandangan penuh sindirian.

"Aku hanya diminta tolong oleh Yasmin, Yang Mulia," kata Esther dan Alexander mengambil cawan emas tersebut ke tangannya dan meletakkannya di sebuah meja kecil di samping singgasananya.

"Kalau begitu, aku pamit dulu," kata Esther kemudian berbalik, tapi tiba-tiba Alexander memanggilnya.

"Esther!" Panggil Alexander dengan nada sedikit berteriak karena suasana ramai di istana.

"Apa?" tanya Esther jengkel.

"Ikut aku," kata Alexander.

"Kenapa aku harus..." Sebelum Esther bisa menolak, Alexander langsung memotong pembicaraannya.

"Karena aku Raja Kerajaan Aberessian dan kamu bekerja di sini," kata Alexander yang membuat Esther pasrah dan akhirnya mengikuti Alexander. Mereka berdua berjalan menuju sebuah balkoni besar yang berada tidak jauh dari ruang dansa.

"Kenapa mengajakku ke sini?" tanya Esther jengkel.

"Karena aku lihat kamu sedang bosan dan kebetulan aku teringat sesuatu," kata Alexander.

"Kamu bilang kamu tidak bisa menari bukan?" lanjutnya dan Esther mempunyai firasat buruk tentang ini. Apa maksud Alexander dengan kalimatnya itu?

"Iya, aku tidak bisa menari. Lalu?"

"Lalu aku ingin tahu seberapa parahnya kemampuan menarimu itu," jawab Alexander.

"Hah?????" tanya Esther tidak percaya pada Alexander dan sebelum dia bisa mengatakan apa-apa, Alexander menyodorkan tangan kanannya ke hadapan Esther, menawarkan Esther dansa pertamanya.

"Yang Mulia, Anda sudah gila?!!!" teriak Esther.

"Tidak segila seorang wanita yang memanjat sebuah pohon besar," jawab Alexander cuek.

"Yang Mulia, aku serius di sini! Di dalam ruangan itu banyak perempuan lainnya yang tentunya bersedia berdansa dengan Anda. Selain itu mereka juga terlihat lebih anggun..."

"Terlalu lama," kata Alexander kemudian menarik Esther di dekapannya sebelum Esther bisa menyelesaikan kata-katanya.

"LEPASKAN AKU! KAU SUDAH GILA?!" sembur Esther spontan tanpa memanggil sandangan formal kepada Alexander.

"Esther, tolong perhatikan sopan santunmu," protes Alexander yang sebenarnya sudah terbiasa dengan tingkah preman Esther.

"Anda yang harus perhatikan sopan santun Anda! Anda pikir apa yang sedang Anda lakukan, Yang Mulia Alexander? Ini namanya pemaksaan!" dengus Esther dengan kesal dan tidak henti-hentinya mengumpat Alexander di dalam hati.

"Perhatikan baik-baik, Esther. Aku akan mengajarimu cara berdansa," kata Alexander menghiraukan teriakan Esther.

"Jangan hiraukan aku!" teriak Esther kepada Alexander.

"Shhh....." Alexander berusaha mendiamkan Esther.

"Aku tidak bisa mendengar musiknya jika kamu terus berteriak, Esther. Hal yang paling penting dalam berdansa adalah mendengarkan alunan musik yang dimainkan. Dengar, kemudian mulailah menghitung irama lagu tersebut. Dari sana, kamu akan tahu ke mana dan kapan kakimu harus berpindah," kata Alexander menjelaskan dan Esther akhirnya pasrah.

"Baiklah, apapun itu. Lalu setelah itu?" tanya Esther dengan malas.

"Letakkan tangan kirimu di pundak kanan partner dansamu," kata Alexander sambil meletakkan tangan Esther di pundak kanannya.

"Kemudian partner laki-laki akan meletakkan tangannya di pinggang perempuan seperti ini," kata Alexander sambil melakukan apa yang diucapkannya. Dan entah kenapa tiba-tiba jantung Esther terasa jatuh di perut. Esther merasa malu dan kesal di saat yang bersamaan.

Kemudian keduanya mulai berdansa dengan instruksi dari Alexander. Beberapa kali, kaki Esther mendarat di kaki Alexander, namun bagi Alexander itu bukanlah sebuah masalah. Alexander juga diam-diam tersenyum melihat Esther yang kesusahan mengikuti langkahnya.

"Bagaimana? Tidak terlalu sulit bukan?" tanya Alexander tiba-tiba.

"Apanya yang tidak terlalu sulit?! Memanjat pohon bahkan lebih mudah dari berdansa," protes Esther dan itu membuat Alexander tertawa lepas. Sebenarnya Alexander sering kali tertawa secara diam-diam ketika melihat Esther kesal dengan kelakuannya. Menurut Alexander, ekspresi Esther benar-benar lucu ketika kesal dan itu malah menjadi motivasi untuknya membuat Esther kesal setiap kali bertemu dengannya.

"Dasar perempuan liar," celutuk Alexander.

"Aku tidak liar. Aku hanya berbeda dari perempuan-perempuan lainnya," bantah Esther.

"Itu juga yang membuatmu tidak laku sampai sekarang ini, perempuan liar," kata Alexander dan perkataan itu langsung menusuk Esther, mengingat anak-anak desanya sering mengejeknya tentang itu. Dengan jengkel Esther langsung meginjak kaki kiri Alexander dengan keras. Spontan, Alexander langsung melepaskan tangannya dari pinggang Esther dan keduanya pun berhenti berdansa seketika itu juga.

"Itu fakta, Esther," kata Alexander sambil berusaha menahan tawanya.

"Tolong katakan itu pada diri Anda yang juga belum mempunyai seorang istri, Yang Mulia," kata Esther dengan jengkel.

"Itu bukan sebuah prioritas. Selain itu, aku tidak tertarik untuk mencari seorang istri karena aku punya masalahku sendiri," kata Alexaner dengan cuek.

"Masalah pribadi Anda?" tanya Esther sambil membuat tanda kutip dengan kedua tangannya.

"Benar, karena aku punya harga diri yang tinggi," jawab Alexander asal.

"Kalau begitu Anda berencana untuk mati sendirian dan membiarkan kerajaan sebesar ini terlantar begitu saja? Tanpa mewariskannya kepada siapa pun?" tanya Esther dengan ekspresi yang-benar-saja.

"Mungkin. Sejujurnya dari awal aku tidak tertarik pada singgasana Ayah. Sedikit pun aku tidak tergiur untuk menjadi seorang Raja yang memimpin Aberessian. Aku hanyalah seorang anak bungsu, Esther. Anak bungsu yang seharusnya tidak mendapatkan tahta."

"Jadi, Anda ingin mengatakan kalau Anda menjadi Raja karena paksaan? Bukan kemauan sendiri?"

"Bisa dikatakan seperti itu. Aku menjadi Raja atas kehendak Ayahku. Jika tidak ada kejadian itu, mungkin sekarang ini kakakku, Farhan yang menjadi seorang Raja."

"Tapi sekarang Anda adalah Raja, Yang Mulia. Anda tidak bisa mengubah fakta ini," kata Esther dan itu seperti sebuah tamparan buat Alexander.

Alexander hanya diam dan menatap langit hitam yang dihiasi bintang. Sejak dulu dia merasa tahta adalah tanggung jawab yang berat untuknya. Beban berat yang dipikulnya hanya dia yang tahu, hanya dia yang mengerti.

"Dengarkan aku Yang Mulia. Meski Anda itu manusia yang menyebalkan, kasar, dingin, dan usil... tapi Anda Raja yang hebat, Yang Mulia. Meskipun reputasi Anda jelek di mata orang lain, tapi aku tahu Anda bukanlah yang sejelek dikatakan orang-orang itu. Jangan salah paham! Aku tidak sedang memuji Anda. Bagiku Anda tetap menyebalkan!" kata Esther dalam satu nafas.

"Kamu sedang memujiku atau menghinaku, Esther?"

"Aku hanya mengatakan yang sejujurnya. Tapi Yang Mulia, kalau bukan Anda, siapa lagi yang akan memperhatikan rakyatmu? Meskipun hanya dua bulan di sini, tapi aku tahu Anda selalu bekerja keras di belakang orang-orang," kata Esther dan Alexander hanya bisa terdiam seribu bahasa. Selama ini tidak pernah ada yang mengatakan hal seperti itu padanya.

"Yang Mulia, aku rasa, Anda benar-benar harus mempertimbangkan perkataan Vesper tentang pernikahan. Rasanya sayang sekali jika kerajaan ini harus diwariskan ke tangan yang salah," kata Esther.

"Aku juga bisa mengatakan hal yang sama kepadamu, Esther."

"Yang benar saja Yang Mulia. Aku ini hanya seorang gadis desa biasa yang tidak ada siapa-siapa lagi. Aku hanya seorang budak yang bekerja. Kalau pun aku mati, tidak ada orang yang akan merindukanku," kata Esther sambil tersenyum pahit.

"Mungkin Yasmin akan merindukanmu. Kulihat kalian berdua semakin akrab?" tanya Alexander dan itu membuat Esther kaget.

"Anda sok perhatian sekali, Yang Mulia. Yasmin adalah orang yang baik. Dia juga seorang pekerja yang luar biasa tahu? Anda seharusnya menambah upah kerjanya."

"Begitu juga kamu. Luar biasa aneh dan tidak sopan," ejek Alexander dan Esther memakinya.

"Anda memang benar-benar menyebalkan!" teriak Esther.

"Tapi setidaknya itu membuatmu unik. Lagipula, sampai sekarang kamu adalah satu-satunya orang yang bisa membuatku tertidur. Jadi kurasa, itu tidak begitu jelek bukan?"

"Huh!" dengus Esther dengan kesal kemudian berbalik arah dan berjalan menuju ke dalam ruangan. Alexander juga menyusul Esther. Ketika memasuki ruangan, Alexander sudah disambut oleh beberapa dewan kerajaan.

"Untuk kemakmuran dan kejayaan kerajaan Abberesian, mari kita bersulang bersama!" seru seorang dewan kerajaan. Semua orang mengambil cawan mereka masing-masing, termasuk Alexander dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Setelah itu mereka bersulang dan meminum anggur yang ada di cawan mereka masing-masing.

KLANG!!!

Cawan emas Alexander jatuh dari tangannya dan Alexander tersungkur di lantai.

"Yang Mulia!!!" teriak Vesper ketika melihat Rajanya jatuh tidak berdaya.

"Yang Mulia, Anda baik-baik saja? Yang Mulia!" panggil Vesper lagi namun Alexander tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut. Saraf di seluruh tubuhnya searasa mati dan dia tidak bisa bergerak sama sekali. Orang-orang di ruangan tersebut pun mulai berteriak histeris dan tidak sedikit dari mereka yang panik.

Esther berusaha menghampiri Alexander, namun dia langsung ditahan oleh dua orang pengawal.

"Pengawal!! Tahan perempuan itu!!" teriak Rhode, salah satu dewan kerajaan.

"Yang Mulia!!!" teriak Esther dengan ekspresi khawatir terpampang di wajahnya.

"Nightshade??" gumam Vesper ketika Vesper mencium bau aneh yang terdapat pada cawan. Bau itu tidak tercium sebelumnya karena bau anggur merah yang menutupi bau racun tersebut.

"Yang Mulia diracuni," kata Vesper dengan raut muka serius.

"Apa?!" teriak Esther tidak percaya begitu pula dengan orang lain. Esther tidak menyangka minuman yang diberikannya kepada Alexander telah diracuni.

"Bawa Yang Mulia kembali dan panggilkan tabib kerajaan sekarang juga!!" perintah Vesper kepada pengawal lain dan beberapa orang dari pengawal tersebut memapah Alexander dan membawanya pergi.

"Pembunuh! Berani sekali kamu meracuni Yang Mulia di hadapan semua orang," teriak Zoar pada Esther.

"Aku tidak meracuni Yang Mulia!" teriak Esther yang masih ditahan oleh dua pengawal tersebut.

"Siapa lagi kalau bukan kamu? Kamu adalah orang yang memberikan minuman itu pada Yang Mulia," kata Zoar lagi

"Aku..."

"Cukup!" seru Farhan mendekati Esther.

"Esther, aku tidak pernah berpikir kamu akan melakukan hal seperti ini pada Yang Mulia," kata Farhan dengan nada kecewa.

"Penasehat, aku tidak meracuni Yang Mulia sama sekali," kata Esther masih membela dirinya sendiri karena memang bukan dialah yang menaruh racun tersebut ke dalam minuman Alexander. Dia tidak tahu apapun tentang minuman yang diberikannya kepada Alexander

"Pengawal, penjarai perempuan ini sekarang juga! Dan siapkan algojo karena kita akan mengeksekusi mati perempuan ini," kata Farhan dan Esther dibawa pergi oleh dua pengawal tersebut. Pesta yang seharusnya dipenuhi oleh tawa dan kebahagiaan malah berubah menjadi tragedi yang mengerikan. Semuanya benar-benar kacau dan sekarang nyawa Alexander berada di ujung tanduk.

Esther dilempar ke penjara bawah tanah dan dijaga ketat oleh beberapa pengawal. Dia sendiri tidak percaya kalau dia akan kembali lagi ke penjara bawah tanah ini setelah sekian lama.

"Pastikan dia tidak keluar dari sini, mengerti?" kata Theo pada pengawal-pengawal tersebut.

"Siap!" jawab pengawal-pengawal tersebut dengan suara lantang. Esther sejujurnya takut akan hukuman mati yang akan dijalaninya, tetapi dia lebih takut dengan keadaan Alexander. Dia bahkan tidak tahu apakah Alexander baik-baik saja atau sudah meninggal. Hatinya benar-benar gusar dan dia menangis.

'Tuhan, kenapa jadi begini?' tanyanya di dalam hatinya. Di dalam hatinya dia berdoa supaya Alexander baik-baik saja.

Sementara itu di ruangan pribadi Alexander....

"Apa Yang Mulia baik-baik saja?" tanya Vesper kepada tabib kerajaan dengan nada yang khawatir.

"Aku tidak bisa memastikannya, Tuan Vesper. Racun yang diminum oleh Yang Mulia sangat mematikan. Meskipun aku sudah memberi Beliau penawar racun, namun itu tidak akan membantu banyak karena racun jenis ini benar-benar langka," kata tabib kerajaan.

"Tidak bisakah kamu melakukan sesuatu?" tanya Vesper dan tabib kerajaan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kita doakan saja yang terbaik dan siap-siap untuk yang terburuk," kata tabib kerajaan dengan pasrah kemudian pamit dan meninggalkan ruangan. Vesper sendiri hanya bisa berserah kepada Tuhan ketika melihat tuannya dalam kondisi ini. Vesper kemudian meninggalkan ruangan Alexander dan membiarkannya beristirahat.

Sekarang ini Alexander memiliki demam tinggi dan dia dalam kondisi setengah sadar, tubuhnya terasa lemah. Meskipun tabib kerajaan sudah memberikan penawar racun pada Alexander, namun racun bunga Nightshade bukanlah racun yang mudah dinetralkan begitu saja karena racun tersebut adalah racun yang mematikan. Sekali teracuni, maka orang tersebut akan menderita muntah-muntah, pusing, kesusahan berbicara, demam, peningkatan denyut jantung, berhalusinasi, dan menyebabkan kematian dalam waktu yang cepat.

Sekarang Alexander mulai berhalusinasi dan mulai melihat begitu banyak darah di ranjangnya bahkan memenuhi semua ruangannya. Sosok ibunya yang terkapar di atas tempat tidurnya juga membuatnya terkejut. Ketakutannya tiba-tiba berubah menjadi lebih buruk dari biasanya. Belum lagi, ketika mendengar suara ibunya yang menjeritkan nama Alexander berulang kali yang disertai dengan sosok ibunya yang tiba-tiba merangkak di tempat tidurnya dengan kondisi tubuh berdarah-darah sambil meminta tolong.

Tubuhnya gemetaran dan keringat dingin mulai berkucuran dari tubuhnya. Dia bahkan berusaha untuk menutup matanya, namun itu memperburuk halusinasinya. Dia tidak bisa lagi membedakan mana yang asli dan mana yang halusinasinya.

Vesper sendiri tidak bisa membantu apapun dan menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa melindungi tuannya. Dia sendiri tidak tahu apakah ini akan menjadi akhir dari Alexander.

1 jam kemudian...

"Buka pintunya," perintah Vesper kepada salah seorang pengawal dan pengawal tersebut membukakan pintu penjara dan membiarkan Vesper masuk. Vesper mengisyaratkan kepada penjaga-penjaga tersebut untuk meninggalkannya berdua dengan Esther.

"Esther, kamu baik-baik saja?" tanya Vesper dengan nada khawatir.

"Aku tidak apa-apa. Bagaimana dengan Yang Mulia??" tanya Esther dengan panik, tapi Vesper hanya terdiam.

"Vesper, katakan sesuatu..." kata Esther dan kali ini dia hampir menangis.

"Yang Mulia sudah diberi penawar racun. Akan tetapi, Beliau masih setengah sadar dan demamnya masih belum turun," kata Vesper dengan muka yang putus asa.

"Ini salahku... seandainya saja aku....." Esther tidak bisa menyelesaikan kalimatnya dan menangis.

"Esther, ini bukan salahmu. Aku tahu kamu tidak memasukkan apapun ke dalam minuman itu," kata Vesper karena dia yakin Esther bukanlah perempuan yang melakukan hal sepengecut itu.

"Tapi..."

"Aku tahu ini terlambat, tapi aku akan berusaha sebisaku untuk menyelamatkanmu," kata Vesper.

"Apa Yang Mulia akan baik-baik saja?" tanya Esther sambil menangis dan Vesper tidak bisa mengatakan apapun karena dia tahu kalau efek racun tersebut terlalu berat bagi Alexander untuk mengatasinya. Memang sejak kecil, Alexander dilatih untuk membangun kekebalan tubuhnya terhadap racun, tapi racun yang digunakan kali ini benar-benar langka dan unik. Kalaupun Alexander tidak meninggal dengan cepat, dia pasti akan meninggal mungkin besok atau lusa jika penawar racun tidak bekerja sama sekali dalam tubuhnya.

"Kurasa kali ini kita hanya bisa berdoa, Esther," kata Vesper pasrah.

"Dia tidak akan mati, bukan?" tanya Esther yang masih menangis.

"Aku benci mengatakan ini, tapi itu kemungkinan besar yang bisa terjadi. Aku gagal melindunginya," kata Vesper menyalahkan dirinya sendiri.

"Tidak, ini salahku," kata Esther.

"Tidak, ini adalah salahku sendiri. Dengarkan. Esther, apapun yang terjadi... tetaplah bersabar. Aku akan mencari cara untuk menyelamatkanmu," kata Vesper lagi.

Esther hanya terdiam dan tidak bisa mengatakan apapun.

"Beristirahatlah, Esther. Hari ini adalah hari yang melelahkan" kata Vesper dan Esther hanya mengangguk kepalanya.

"Ingat apa yang kukatakan, Esther. Selamat malam," kata Vesper lagi kemudian berpamitan dengan Esther.

Malam itu terasa dingin bagi Esther. Dia tidak bisa tidur dan terus memikirkan kondisi Alexander. Dia terus berdoa dan bergumul, berharap kondisi Alexander bisa membaik. Dia sendiri merasa bersalah karena telah memberikan minuman tersebut kepada Alexander. Seandainya dia tidak memberikan minuman itu, mungkin semua ini tidak akan terjadi. Dia tidak bisa menyalahkan Yasmin juga, karena menurutnya Yasmin mungkin tidak tahu mengenai hal ini juga. Sekarang yang bisa dilakukan Esther hanyalah berdoa dan menunggu.

Continue Reading

You'll Also Like

1.8K 245 25
Masuki dunia misterius "The Portrait of Lily Morgan," kisah yang memikat tentang misteri, cinta, dan bisikan masa lalu. Di kota kecil Havenwood, raha...
36.3K 4.1K 52
Sembilan belas tahun setelah pembantaian Muntai terhadap Rengkang, Ladepa sang panglima setia bersembunyi di dalam hutan bersama dengan Nimari. Nimar...
20.6K 8.2K 33
Tahun keduaku di SMA Cahaya Bangsa dimulai! Kupikir setelah terbebas dari The Queens, memenangkan Casa Poca, dan menemukan kekuatanku, hidupku di sek...
3M 106K 41
"Gus arti bismillah itu apa sih?"tanya Aisyah "Dengan menyebut nama Allah" "Kalo Alhamdulillah?" "Segala puji bagi Allah "jawab ammar "Kalo subhana...