My Life Partner!

xcumbag द्वारा

1M 47.8K 471

"Haruskah aku bertahan untuk kisah cinta yang tak menentu ini? Bisakah aku menjadi pendamping Abdi Negara?"... अधिक

Part 1
Part 2
Part 3
Part 3B
Part 4
Part 5A
Part 5B
Part 6A
Part 6B (Repost)
Aris POV
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15 (Edited)
Part 16
Part 17
Halooo
Part 19 - End
Part 20 - EPILOG
Would You Still Love Me The Same?
Wasn't Expecting That

Part 18

34.6K 1.5K 16
xcumbag द्वारा

        

-----

        Waktu berjalan sangat cepat. Tidak terasa, kandunganku membesar dan sudah memasuki bulan ke-8, Mas Aris belum juga pulang dari pelatihan nya tetapi dia sering mengabariku melalui telepon ataupun pesan singkat. Sepertinya aku harus mulai membiasakan diri untuk menjalin hubungan jarak jauh. Saat ini aku di rumah Mama Rina, beliau terus menawariku untuk tinggal bersamanya tapi aku baru menerimanya. Bukan karena apa-apa, aku hanya mengikuti saran Mas Aris sebagai suamiku yang mengatakan kalau aku tidak boleh terlalu lama meninggalkan asrama karena akan mendapat teguran dari pimpinan Mas Aris. Jadilah aku baru menyanggupi permintaan Mama Rina baru-baru ini disaat kandunganku memasuki bulan kedelapan.

                "Sayang?" suara milik suamiku terdengar dari hadapanku, ingin sekali memeluknya tapi terhalang oleh layar laptopku. Terlihat di video call Mas Aris tersenyum mencoba menghilangkan wajahnya yang kelelahan. Tetap saja, aku tau dia sedang lelah.

                "Iya..." sahutku. Mas Aris mengisyaratkanku untuk mendekat ke arah webcam.

                "Bagaimana Baby B kita?" Dia menatapku dengan penasaran. Aku hanya mengelus perutku dan menjawab, "Baik, Alhamdulillah. Aku dibantu Mama untuk merawat dia. Makanya, Ayah cepat pulang biar bisa ngerasain dedek lagi aktif di dalam perut." Aku menjulurkan lidahku sekilas, bermaksud meledeknya.

                "Iya, nanti Ayah pulang kok. Yang kangen dedek atau Bunda nya, ya?" Mas Aris mengulum senyumnya, memperlihatkan lesung pipinya yang membuatnya seribu kali lebih tampan!

                "Yang kangen dedek kok! Iya 'kan, sayang?" Aku melihat perutku dan tersenyum tipis, aku rindu banget-banget-banget sama kamu, Mas! Teriakku dalam hati.

                "Kalau begitu, kamu istirahat aja, ya. Ini sudah larut malam, enggak baik buat kesehatan kamu tidur jam segini." Mas Aris melambaikan tangannya kepadaku sebelum dia memutuskan untuk mengakhiri video call.

----

AUTHOR POV

                Aris mengakhiri panggilan dari video call bersama istrinya dan berjalan ke luar dari mess-nya. Tidak sengaja, dia mendengar pembicaraan pelatih yang terkenal dengan aura menyeramkan, seorang prajurit Kopassus berpangkat Mayor. Pembicaraan itu terdengar mencurigakan, mengingat ini sudah larut malam ditambah dengan Mayor Aji  yang mengecilkan volume suaranya.

Samar-samar, Aris mendengar, "Siap laksanakan, Bos. Masyarakat sudah terpancing dengan omongan dari anggota kita, barang-barang juga lancar masuk, Bos. Memang, bodoh sekali mereka tidak mengetahui kalau penyebab bentrokan warga yang tak kunjung berakhir itu ulah orang dalam."

Deg! Aris mendengar itu semua. Ada seorang pengkhianat di tempat pelatihan ini, jadi sia-sia kah usaha para petinggi TNI mengusut permasalahan ini jika biangnya ada di sekitar mereka? Dengan kesal, Aris mendekati seseorang dengan baret merah itu. Entah apa yang dipikirkan oleh Aris saat ini, dia hanya berdiri di belakang sang Mayor, menatap dengan kilat amarah dan rahang mengeras, tidak menyangka bahwa pelatihnya terlibat dengan jaringan mafia hitam. Tidak ada sesuatu yang aneh selama berbulan-bulan ini, sampai akhirnya Aris menyadari mengapa pelatihnya itu terkesan cuek dikala Brigjen Waluyo beserta kawan mendiskusikan permasalahan ini, dia akhirnya mengerti.

                Sadar sedang diperhatikan,  Aji berucap dengan pelan pada seseorang di seberang telepon, "Baik, bos. Sekarang saya tutup telepon dahulu, ada sedikit masalah disini." Setelah itu, Aji berbalik badan dan mendapati perwira muda yang berbakat selama pelatihan sedang menatapnya dengan penuh kengerian.

                "Ada apa, anak muda?" Tanpa rasa bersalah, Aji berdeham dan maju beberapa langkah untuk mendekati Aris.

                "Maaf, Bang. Saya sudah lancang mendengar pembicaraan anda." Aris mengepalkan tangannya. "Dari yang saya dengar, saya menyimpulkan kalau Bang Aji adalah agen ganda, lebih tepatnya penyusup. Apa benar seperti itu?" Aris mengucapkannya dengan nada tenang, berusaha untuk tidak terbawa emosi.

                "Aris Ervanthe Prasaja, anak dari Jenderal Haidar. Kamu selalu jadi yang terbaik, terbukti dari penghargaan Adhi Makayasa dan Sangkur Perak yang kamu dapat. Aku hanya menawarkan, kenapa kamu tidak bergabung saja denganku? Menjual informasi kepada para mafia, menarik bukan? Hidupmu pasti jauh lebih terjamin dibanding menjadi seorang tentara di Indonesia yang gaji nya saja tidak seberapa," Aji tersenyum sinis sambil menatap Aris. Gelak tawa ringan terdengar dari mulut Aris. Jadi ini semua karena uang? Hina sekali, pikir Aris.

                "Maaf, Mayor. Bukannya saya bermaksud kurang ajar, hanya saja.... Saya menjadi prajurit bukan karena uang semata. Saya menjadi prajurit didasari dengan kecintaan saya terhadap Ibu Pertiwi dan keinginan untuk melindungi NKRI. Berkhianat pada negara yang menjadi tempat dimana saya lahir dan hidup itu adalah hal yang paling menjijikkan dan tidak tahu terima kasih, menurut saya." Aris menatap Aji sekilas dengan tatapan geli dan membuang muka.

Aji tersinggung dengan perkataan Aris tetapi dia masih tetap membujuk Aris untuk bergabung dengannya, "Ayolah, disana kau akan dilatih menjadi prajurit hebat dan kita akan bekerja untuk seorang mafia berdarah campuran Indonesia-Irlandia." Aji mengulurkan tangannya hendak menyalami Aris, tetapi Aris hanya mengangkat kedua tangannya.

                "Tolong, jangan sentuh aku dengan tangan kotormu itu. Anda pikir menjual dokumen penting milik Panglima dan negara, memicu perseteruan antarwarga, dan membiarkan penyelundupan senjata serta barang-barang terlarang itu hal yang membanggakan? Tidak. Dimana sebenarnya otak anda, Bang? Untuk apa Abang menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengecap pendidikan militer dan memperoleh jabatan tinggi di TNI kalau hanya untuk berkhianat?!" teriak Aris pada Aji penuh amarah.

Aji tersenyum kecut, dia melakukan semua itu untuk membantu pembayaran operasi anak sulungnya yang mengidap kanker dan tak kunjung sembuh, untuk itu dia memilih jalan kotor agar mendapatkan uang yang melimpah. "Aku berusaha menjadi yang terbaik dan kerap mendapatkan penghargaan agar dilirik oleh sang mafia itu."

Enggan rahasianya terbongkar dan membahayakan identitasnya, Aji berniat membunuh Aris. Dengan gerakan tak terduga, dia mengayunkan tangannya untuk menghantam perut Aris. Aris yang bertindak cepat berhasil menangkis pukulan  tersebut. Mereka terus menerus berkelahi sampai pada akhirnya, Aris lengah dan dicekik menggunakan lengan Aji dari belakang.

                "Wanita itu... Dara, istrimu. Bagaimana kalau aku sedikit bermain-main dengannya?" gurau Aji untuk memancing amarah Aris. Tidak terima dengan ucapan Aji, Aris menyikut perut Aji dan membuat Aji memuntahkan darah dari mulutnya. Aji hanya tertawa sambil terbatuk-batuk.

                "Kamu memang pandai bela diri, tapi bagaimana dengan..." tiba-tiba saja Aji mengeluarkan pistol dari saku belakang celananya. Tanpa diduga oleh Aris, dua peluru tajam berhasil meluncur mengenai dada dan juga kaki kanannya. Tidak sanggup untuk bangkit, Aris hanya pasrah jikalau dia memang ditakdirkan untuk meninggal saat ini juga. Saat dia memejamkan mata sambil memegang dadanya, dia mendengar suara ricuh, ternyata Aji berhasil dibekuk oleh anggota Kopassus beserta Brigjen Waluyo.

-----

2 Minggu Kemudian

                Pada pagi hari, Dara merasa mulas sekali. Dia bolak-balik ke kamar mandi sudah hampir lima kali. Dara menghela nafas, kenapa badannya tidak fit kali ini? Dara memutuskan untuk menghampiri Rina di dapur.

Rina menoleh kearah Dara dan tersenyum lebar, "Ada apa, sayang? Kok kelihatannya sedih?" Rina segera menghampiri menantu nya.

                "Ini Ma, aku mules daritadi enggak tau kenapa. Semalam aku juga susah tidur, feelingku enggak enak. Apalagi sudah berminggu-minggu Mas Aris tidak menghubungi Dara, Dara khawatir." Dara meneteskan air matanya, hati nya gusar setengah mati ketika suaminya tak kunjung memberi kabar. Dara ketakutan kalau saja sesuatu terjadi pada Aris.

Untuk menghilangkan kejenuhan, Dara memilih menonton tv, saat dia sibuk mengganti saluran televisi, tiba-tiba saja Dara mendengar dering telepon rumah yang berbunyi. Karena letak telepon yang berada di meja sebelah sofa, memudahkan Dara untuk mengambilnya.           

                "Assalamualaikum, Halo?" sapa Dara pada seseorang diseberang telepon.

                "Selamat siang, apa benar ini alamat rumah Jenderal Haidar?" suara tegas menjawab telepon tersebut. Tanpa sadar, Dara mengangguk, ketika sadar akan kebodohannya, Dara pun menjawab, "Iya, benar, bapak. Ini dengan saya, menantunya." 

                "Kebetulan sekali, ibu ini... Istri dari Lettu Aris Ervanthe, betul?" Deg-deg-deg, ada apa dengan Aris? Dara mulai was-was.

                "I-Iya, benar, Bapak Aris memang suami saya." jawab Dara dengan suara bergetar.

Suara disana hanya terdengar samar-samar dan tidak jelas tetapi Dara langsung lemas ketika mendengar jawaban dari orang di seberang telepon, "Kami selaku pelatih Raider atau RPKAD, menginformasikan bahwa Lettu Ervan terkena tembakan dan—" sambungan telepon terputus. Butuh beberapa saat bagi Dara mengontrol detak jantungnya yang berpacu sangat cepat. Mata Dara berkaca-kaca dan tidak lama, air matanya sudah mengalir deras, dia menggigit bibirnya untuk menahan suara tangisnya. Dia terduduk dengan lemas dengan air mata yang merebak. Dia sudah memiliki perasaan yang buruk ketika pertama kali Aris berpamitan padanya, tetapi Dara tidak tau kalau seperti ini yang terjadi pada akhirnya. Hatinya seakan dihantam dan ditindih beton, berat dan menyakitkan. Dara menepuk-nepuk dadanya cukup keras, erangan kecil meluncur dari bibirnya, dia berusaha menghilangkan rasa sakit yang teramat sangat di bagian dadanya. Dia tidak sanggup jika harus kehilangan satu lagi orang yang dicintainya... Sungguh, dia tak sanggup lagi. Dara mencengkram ujung sofa dan menumpahkan tangisnya.

---

Satu tahun... Tidak terasa sudah satu tahun aku menjadi pendampingmu. Banyak cobaan yang kita lalui semenjak kali pertama kita bertemu. Waktu dan jarak tidak menjadi penghalang untuk kita melalui segalanya bersama. Sejak awal melihatmu, aku telah jatuh cinta, syukurlah kamu tidak membuatku jatuh sendirian, kamu ada disana untuk membantuku bangkit dan merasakan indahnya menjalin kisah cinta. Meskipun ada waktu dimana kita harus berpisah selama setahun lamanya, itu bukan masalah untukku. Banyak pelajaran yang aku dapat selama menjadi pendamping hidupmu... Dimulai dari awal kita menjalani hubungan, aku dilatih untuk bersabar dan terus menunggu, itu yang harus aku lakukan hingga saat ini pun aku masih tetap bersabar untuk itu.

Saat kita berdua mengajukan pernikahan pada Komandan, kita berdua sungguh pusing memikirkan hal itu. Pada saat aku diajukan beberapa pertanyaan dan melakukan serangkaian tes untuk menjadi bakal pendamping hidupmu, aku sangat gugup dan sempat ketakutan jikalau aku tidak layak menjadi istrimu. Beruntunglah, kita bisa menikah dan menjalani kehidupan baru sebagai sepasang suami istri. Karena itulah, aku merasa istimewa mengetahui kalau tidak semua wanita bisa menjadi pendamping seorang prajurit sepertimu. Beruntung sekali kan aku? Mendapat pelajaran dan ilmu baru dari persatuan istri tentara yang mengajarkanku juga untuk menjadi istri prajurit yang layak, mulai dari cara berpakaian, berbicara, sampai berperilaku.  Disamping itu, mereka juga menemaniku disaat kamu bertugas, Mas.

Ada waktu dimana aku sangat terpuruk, kehilangan putri pertama kita sebelum dia hadir di dunia ini, menyakitkan dan menyedihkan... Lagi-lagi aku membuatmu kecewa. Maaf, mungkin hanya itu yang bisa kuucapkan. Maaf karena belum bisa menjadi seorang istri yang sempurna, belum bisa membuatmu merasakan menjadi seorang Ayah seperti yang selama ini kauimpikan. Sampai akhirnya, suatu kabar mengejutkan sekaligus menyenangkan menghampiri kita. Hadir kembali sebuah kehidupan di dalam rahimku, terimakasih sudah mau mendukungku untuk bangkit dari keterpurukan.

Aku tidak keberatan menjadi istri seorang perwira TNI yang harus mengabdi pada Negara dan sewaktu-waktu ditugaskan dimana saja. Jaga dirimu selalu, suamiku... Doa terbaik untuk kita selalu kupanjatkan setiap aku beribadah. Aku tidak keberatan menjalani hidup seperti ini, asalkan kamu menjagaku seperti kamu menjaga keutuhan wilayah NKRI. Hahahaha tidak mungkin memang, melihat kamu lebih mencintai negara dibanding diriku. Menjadi nomor yang kesekian kalipun aku tidak masalah, yang terpenting adalah hatimu selalu untukku, begitu juga denganku.

Teruslah berjuang tuk menjadi prajurit yang siap menghadapi segala rintangan. Sukses selalu untukmu di medan perang dan dalam kehidupan, suamiku. Ah satu lagi, cepatlah pulang. Rindu ini sudah semakin menggangguku, waktu terus berjalan dan yang kulakukan sampai saat ini adalah menunggu hari kepulanganmu. Satu hal yang perlu kamu tau... Disini, aku akan selalu mencintaimu, kapanpun! Dan juga... Aku merindukanmu, suamiku.

"Kamu dikirim tuhan untuk melengkapiku yang masih banyak kekurangannya." 

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

731K 28.5K 38
PART MASIH LENGKAP #1st in Hikmah #1st in Nasihat Untuk kedua orangtuaku: Sri Pujiastuti dan Yudi, yang tak pernah malu terlihat kusam, demi nyala...
6.1M 318K 73
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
56.3K 4.4K 51
New version Spin-off : Marry Me! Shafara (MMS) *** Keyakinan dan kepercayaan yang di miliki oleh setiap orang adalah dua hal yang mendasar dalam keh...
3.2M 135K 50
Queen Sagara : "Mommy dan papi apa2an sih, umurku baru 23 tahun, masa dipaksa nikah sih, dengan cowok gak jelas pula" Ziyan Wijaya : "menikah dengan...